Hidayatullah.com—Presiden Malawi Peter Mutharika telah menyetujui undang-undang yang menaikkan batas minimal usia nikah dari 16 menjadi 18 tahun.
Undang-undang itu didesak oleh para aktivis HAM, dengan alasan Malawi adalah salah satu negara dengan tingkat pernikahan (anak) usia dini tertinggi di dunia.
Parlemen meloloskan undang-undang itu dua bulan lalu, meskipun mendapat tentangan dari kelompok tradisionalis.
Undang-undang itu hanya mengakui pernikahan antara laki-laki dengan perempuan. Hal ini yang membuat para pembela kelompok seksual menyimpang, homoseksual, kecewa.
Di Malawi, perilaku homoseksual termasuk tindakan melanggar hukum.
Selain menetapkan batas minimal usia nikah, undang-undang itu juga mengatur pembagian harta suami untuk janda yang ditinggalkannya, di mana surat wasiat tidak menjadi keharusan.
Undang-undang itu juga menyebutkan bahwa jika pasangan yang menikah dini memiliki anak, maka keluarga pihak laki-laki (suami) berkewajiban menanggung nafkah anak tersebut sampai ibu-bapaknya dapat mandiri menghidupi keluarganya sendiri.
Pegiat HAM Miliam Chilemba menyambut undang-undang baru tersebut.
“Begitu mereka (anak-anak) mencapai pubertas, para orangtua menganggap anak-anak perempuannya siap untuk menikah,” kata Chilemba kepada AFP sebagaimana diansir BBC Rabu (15/4/2015).
“Banyak orangtua tidak dapat membayar biaya sekolah untuk putrinya dan mereka memilih untuk menikahkan anaknya guna meringankan beban mereka sendiri,” imbuhnya.
Separuh dari populasi Malawi yang berjumlah sekitar 15 juta jiwa saat ini hidup di bawah garis kemiskinan.*