Hidayatullah.com—Bulan Sabit Merah Turki dan Badan Manajemen Bencana dan Darurat (AFAD) yang dikelola negara pada Jumat mengumumkan bahwa mereka akan mengirim konvoi bantuan kemanusiaan ke Ukraina. Konvoi itu akan “memenuhi kebutuhan dasar yang mendesak, berkoordinasi dengan Palang Merah Ukraina,” ungkap Kerem Kinik, kepala Bulan Sabit Merah Turki, di Twitter.
“Tim kami sedang dikerahkan ke wilayah tersebut dengan tenda gudang penyimpanan, tenda tipe keluarga dan kendaraan katering,” kata Kinik, menambahkan bahwa bahan-bahan ini akan diberikan kepada pengungsi dan pengungsi internal.
Pada bagiannya, AFAD menyatakan bahwa lima truk bantuan kemanusiaan, termasuk makanan, selimut, tempat tidur, bahan kebersihan dan tenda, akan dikirim ke Ukraina dengan tim kemanusiaan. Melawan ancaman sanksi oleh Barat, Moskow secara resmi mengakui wilayah Donetsk dan Luhansk di Ukraina sebagai negara merdeka awal pekan ini, diikuti dengan dimulainya operasi militer di Ukraina pada Kamis.
Tolak Intervensi Militer
Turki menolak intervensi militer Rusia di Ukraina, serta menyebutnya aksi yang “tidak dapat diterima”. Melalui sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Turki mengutuk keras intervensi militer yang lama ditakuti akan dilakukan Rusia terhadap Ukraina dan meminta Moskow untuk mengakhiri tindakan “tidak adil dan melanggar hukum.”
“Kami menganggap operasi militer yang diluncurkan oleh Tentara Federasi Rusia terhadap Ukraina tidak dapat diterima dan kami menolaknya,” kata pernyataan itu dikutip Anadolu Agency.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berbincang dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada Kamis setelah Rusia melancarkan intervensi militer terhadap Ukraina. Kedua pemimpin itu membahas perkembangan terakhir, ungkap Direktorat Komunikasi Turki dalam sebuah pernyataan.

Erdogan menegaskan kembali dukungan Turki untuk perjuangan Ukraina dalam melindungi integritas teritorialnya. Berbicara di kompleks kepresidenan setelah KTT Dewan Keamanan Turki tentang serangan Rusia, Erdogan mengatakan intervensi militer Rusia di Ukraina “bertentangan dengan hukum internasional dan merupakan pukulan berat bagi perdamaian, ketenangan, dan stabilitas kawasan.”
Intervensi itu tidak hanya menghancurkan kesepakatan Minsk, tetapi juga “merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional dan merupakan ancaman serius bagi keamanan kawasan kami dan dunia,” tambah pernyataan itu. Kementerian Turki menyoroti “kebutuhan untuk menghormati integritas teritorial dan kedaulatan suatu negara,” dan negara itu juga menentang perubahan perbatasan dengan penggunaan kekuatan.
“Dukungan kami untuk kesatuan politik, kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina akan terus berlanjut,” tambah kemlu itu.
Pengumuman itu muncul tak lama setelah Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan lampu hijau intervensi militer di Ukraina pada Kamis pagi, hanya beberapa hari setelah Moskow mengakui dua wilayah yang dikuasai separatis di Ukraina timur. Putin mengatakan tindakan itu mengikuti permintaan bantuan dari otoritas Donetsk dan Lugansk, yang baru-baru ini diakui Rusia sebagai negara merdeka.
Ketegangan mulai meningkat akhir tahun lalu ketika Ukraina, AS, dan sekutunya menuduh Rusia mengumpulkan puluhan ribu tentara di perbatasan dengan Ukraina. Mereka mengklaim bahwa Rusia sedang bersiap untuk menyerang tetangga baratnya, tuduhan yang secara konsisten ditolak oleh Moskow.
Intervensi militer Rusia di Ukraina memasuki hari kedua pada hari Jumat, dengan laporan terbaru menunjukkan bahwa pasukan Rusia bergerak menuju ibu kota Kyiv dari beberapa arah. Putin telah memerintahkan intervensi militer pada Kamis, hanya beberapa hari setelah mengakui dua wilayah yang dikuasai separatis di Ukraina timur.
Dia mengklaim bahwa Moskow tidak memiliki rencana untuk menduduki negara tetangga, tetapi ingin “demiliterisasi” dan “denazifikasi” Ukraina. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menuduh Rusia mencoba membangun pemerintahan boneka dan mengatakan Ukraina akan membela negara mereka dari agresi Rusia.
Ketegangan mulai meningkat akhir tahun lalu ketika Ukraina, AS dan sekutunya menuduh Rusia mengumpulkan hampir 150.000 tentara di perbatasan dengan Ukraina. Mereka mengklaim Rusia sedang bersiap untuk menyerang Ukraina, tuduhan yang secara konsisten ditolak oleh Moskow.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menuduh Rusia mencoba memasang pemerintahan boneka dan mengatakan Ukraina akan membela negara mereka dari agresi Rusia.*