Hidayatullah.com— Pemeritah Indonesia akan mengkaji ulang kerjasama dengan Australia menyusul dugaan aksi penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Indonesia.
Demikian disampaikan Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha menyusul aksi penyadapan yang dilakukan di Kedutaan mereka di Jakarta.
Menurut Julian Pasha, sikap Australia tidak menunjukan sikap bersahabat dengan Indonesia. Aksi penyadapan itu lanjutnya juga telah mencederai kepercayaan Indonesia pada Australia. Julian menyatakan pemerintah Indonesia akan meninjau kerjasama pertukaran informasi,pemberantasan penyelundupan manusia dan terorisme.
Pemerintah lanjutnya sangat tidak menerima aksi penyadapan yang dilakukan negara sahabat di Kedutaan mereka di Jakarta karena sebagai negara yang berdaulat, Indonesia punya kerangka kerja resmi untuk hal itu.
Selain Australia, Amerika Serikat juga dikabarkan telah melakukan penyadapan terhadap Indonesia.
Hingga saat ini pemerintah Australia dan Amerika tambah Julian belum berani jujur tentang penyadapan ini meskipun perwakilan mereka sudah dipanggil Kementerian Luar Negeri Indonesia beberapa waktu lalu.
“Mereka (pemerintah Australia) belum menyampaikan secara persis yah apakah mereka melakukan hal itu atau tidak, jadi kita tidak bisa memastikan pula apakah mereka menolak atau mengakui hal tersebut,” ujarnya dikutip BBC.
Mata-matai Konferensi di Bali
Sebelumnya, dikutip Radio Australia ABC, 4 November 2013, sebuah bocoran laporan dari NSA mengungkap kalau Australia dan Amerika Serikat (AS) sebelumnya juga memata-matai Indonesia dengan memanfaatkan konferensi perubahan iklim PBB di Bali pada 2007 lalu.
Laporan itu disampaikan suratkabar Inggris the Guardian yang mengutip bocoran dari Edward Snowden dengan mengungkapkan bagaimana agen mata-mata Australia dari Direktorat Sandi Pertahanan (DSD) dan Badan Kemanan Nasional (NSA) Amerika Serikat berkerja sama dalam sebuah operasi mengumpulkan nomor telepon sejumlah pejabat keamanan Indonesia.
“Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman kuat terkait jaringan struktur yang harus dikumpulkan jika ada kondisi gawat darurat,” tulis laporan itu.
Nomor nomor yang dikumpulkan termasuk milik kepala Kepolisian Daerah Bali.
Rincian detilnya disampaikan dalam sebuah laporan mingguan dari pangkalan NSA di Australia, di Pine Gap pada Januari 2008.
Majalah mingguan Der Spiegel Jerman di situs lamannya bahkan memuat peta titik-titik penyadapan yang dilakukan Amerika Serikat (AS) pada tahun 2010. Di peta tersebut terlihat fasilitas penyadapan intelijen di 90 negara di dunia. Melalui fasilitas penyadapan yang dipasang di Kedutaan Besar dan Konsulat, AS melakukan pengawasan terhadap komunikasi telepon dan jaringan internet di kota-kota di Asia Tenggara dan Asia Timur, termasuk Jakarta, Kuala Lumpur, Phnom Penh, Bangkok, Manila dan Yangoon.
Menurut laporan media Australia, Kedutaan Besar Australia di beberapa negara merupakan bagian dari program spionase global AS. Kedutaan Besar Australia di luar negeri melakukan pengawasan dan penyadapan komunikasi di kawasan Asia Pasifik.
Malaysia dan Indonesia mengajukan protes keras terhadap AS yang memasang alat sadap di Kedutaan Besar AS di Kuala Lumpur dan Jakarta.
Sementara itu, pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan pemerintah tidak bisa bersikap lunak terkait laporan penyadapan, mengingat aksi penyadapan merupakan pelanggaran serius atas etika hubungan internasional dan norma hukum internasional.
“Kalau Indonesia biasa-biasa saja ini akan menjadi masalah, mengapa Indonesia sebagai suatu negara yang strategis ternyata responnya cuma seperti pak Marty lakukan protes keras di awal menuntut penjelasan setelah penjelasan tidak ada lagi tindakan,” papar Hikmahanto.
Serangan Peretas
Akibat kekecewaan terhadap sikap Australia, sekelompok hacker alias peretas yang menggunakan identitas Anonymous Indonesia mengambil alih ratusan laman internet Australia dengan alamat online yang berakhiran dengan .au.
Para hacker mengklaim telah meretas 178 laman internet Australia sebagai respon protes atas laporan keterlibatan Australia memata matai Indonesia.
Mereka mengubah halaman depan ratusan laman internet itu dengan menulis sebuah pesan buat Pemerintah Australia.
Di salah satu halaman internet yang diretas tertulis, “Hentikan segala bentuk usaha memata matai Indonesia, atau kami akan membuat jaringan internet anda hancur (sic).”*