Hidayatullah.com– Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal kini semakin bertambah besar jumlahnya. Namun, pemerintah dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menganggapnya hal biasa karena memburuknya kondisi perekonomian.
Pernyataan itu disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, dalam jumpa pers di Hotel Mega Proklamasi, Menteng di Jakarta, Senin (15/02/2016).
“Ironinya, pemerintah tidak berusaha mencari solusi atas permasalahan PHK ini,” ujar Iqbal.
Menurutnya, sampai sekarang pihak pemerintah dan Apindo belum berani mengumumkan puluhan ribu PHK karena dua faktor.
Pertama, katanya, pemerintah ingin menutupi angka PHK tersebut karena khawatir dianggap gagal menjalankan paket kebijakan ekonomi, mulai dari Jilid I hingga IX.
“Kedua, ketidakmampuan pemerintah meningkatkan daya beli masyarakat. Yang mana, salah satu penyebabnya adalah kebijakan upah murah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 78/2015 tentang Pengupahan,” kata Iqbal.
Dikatakan Iqbal, faktanya semua harga barang serta biaya transportasi tetap mahal, walaupun harga BBM sudah turun dan harga minyak dunia rendah sekalipun.
“Bahkan juga diperparah dengan sikap pengusaha yang menyatakan tidak ada efek apapun di sektor riil dari paket kebijakan ekonomi tersebut,” ujarnya.
Iqbal menambahkan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah melakukan pembohongan publik dengan menyatakan bahwa data PHK hanya 1.347 orang.
Padahal, menurut data KSPI, sudah puluhan ribu pekerja di PHK karena menurunnya daya beli masyarakat, yang disebabkan politik upah murah melalui PP Nomor 78/2015.
“Pemerintah tidak responsif serta tidak mau turun ke lapangan melihat fakta yang ada,” tutup Iqbal.
Aparatur Negara Dipertanyakan
KSPI, kata Iqbal, juga mempertanyakan sikap aparatur negara, dalam hal ini pihak kepolisian, yang disebutnya sengaja ingin melakukan kriminalisasi terhadap 26 aktivis buruh.
“Pemanggilan dan juga penetapan tersangka 26 aktivis buruh tersebut terkesan dipaksakan dan merupakan upaya kriminalisasi,” kata Iqbal.
Karena itu, KSPI menuntut pemerintah bertindak cepat menghentikan PHK massal yang akan menciptakan pengangguran semakin meningkat. Dan juga menghentikan kriminalisasi aktivis buruh karena menunjukkan jika aparat dimanfaatkan oleh pengusaha.
“Cabut PP Nomor 78 Tahun 2015 yang memiskinkan buruh dan rakyat. Serta naikkan upah tahun 2016 sebesar 3,7 juta dengan mengganti komponen KHL menjadi 84 item, untuk menaikan daya beli masyarakat dan meningkatkan ekonomi di atas 6 persen,” tutupnya.*