Pernyataan Marx bahwa agama adalah candu masyarakat setelah menemukan adanya hubungan ‘kotor’ gereja dengan kekuasaan di Eropa Abad 19
Oleh: Muhammad Syafii Kudo
Hidayatullah.com | “AGAMA adalah candu” (Die Religion…ist das Opium des Volkes, Bahasa Jerman). Tentu banyak dari kita yang tidak asing dengan kalimat tersebut.
Terutama bagi mereka yang sudah terbiasa bersinggungan dengan bacaan filsafat, atau minimal bergaul dengan beberapa kaum kiri. Slogan sakral kaum kiri itu adalah kalimat terkenal dari Karl Marx sang “Nabi” kaum Marxis-Komunis di seluruh dunia.
Ada yang berpendapat bahwa kutipan tersebut sering disalah-gunakan untuk menyerang Marx, seolah inti ajarannya adalah memusuhi agama, atau sebaliknya oleh yang anti agama untuk memojokkan mereka yang memeluk agama.
Padahal tidak seperti itu maksudnya, demikian pembelaan yang disampaikan oleh para pengagum Marx. Kutipan tersebut berasal dari karya Marx yang berjudul “A Contribution to the Critique of Hegel’s Philosophy of Right” yang mulai ditulis pada tahun 1843 namun tidak diterbitkan hingga waktu kematiannya. Pengenalan karya ini dimulai terpisah-pisah sejak 1844, dalam Jurnal Marx Deutsch–Französische Jahrbücher, berkolaborasi dengan Arnold Ruge.
Marx mengatakan bahwa;
"Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of a heartless world, and the soul of soulless conditions. It is the opium of the people." (Agama adalah desah napas keluhan dari makhluk yang tertekan, hati dari dunia yang tak punya hati, dan jiwa dari kondisi yang tak berjiwa. Ia adalah opium bagi masayaarakat.) (McKinnon, AM. (2005). ‘Reading ‘Opium of the People’: Expression, Protest and the Dialectics of Religion’. Critical Sociology, vol 31, no. 1-2, pp. 15-38.)
Pernyataan Marx di atas jelas menyatakan bahwa agama adalah candu bagi masyarakat. Bahkan pada lanjutan tulisannya disebutkan;
“The abolition of religion as the illusory happiness of the people is the demand for their real happiness. To call on them to give up their illusions about their condition is to call on them to give up a condition that requires illusions. The criticism of religion is, therefore, in embryo, the criticism of that valley of tears of which religion is the halo.” (Penghapusan dari agama sebagai ilusi kebahagiaan dari orang-orang, adalah tuntutan atas kebahagiaan yang nyata. Untuk meminta mereka menyerahkan ilusi atas kondisi mereka sama saja meminta mereka menyerah atas kondisi yang butuh ilusi. Kritisisme atas agama adalah, dengan demikian, dalam bentuk embrio, sebuah kritisime atas lembah air mata yang agama merupakan lingkaran cahaya (halo)nya). (Marx, K. 1976. Introduction to A Contribution to the Critique of Hegel's Philosophy of Right. Collected Works, v. 3. New York.)
Sekali lagi menurut para pembelanya, konon Marx bukanlah sosok yang antipati terhadap agama karena ia juga sering menulis tentang agama. Ia tidak memiliki komitmen pandangan apapun saat awal menulis tentang agama.
Namun ketertarikannya untuk memasukkan gagasan tentang agama diawali dengan ketertarikannya pada kritik agama yang disampaikan oleh Bruno Bauer dan terutama oleh Ludwig Andreas von Feuerbach atau lebih dikenal sebagai Ludwig Feuerbach secara radikal.
Inilah yang membuat Marx menemukan adanya hubungan ‘kotor’ antara gereja dengan pemegang kekuasaan yang terjadi di ranah agama dan politik Eropa pada abad 19.
Marx sadar dan geram dengan kenyataan bahwa kaum elit penguasa itu menggunakan agama untuk memobilisasi rakyat untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri. Argumen Marx bersama Friedrich Engels adalah bahwa agama harus dijelaskan dalam konteks kondisi sosial dan ekonomi, tidak selamanya harus teologis dan terkotakkan pada dikotomi pahala-dosa dan surga-neraka.
Penulisan tentang agama dilakukan sebagai bagian dari budaya masayaarakat Eropa pada zaman itu yang terbuka terhadap pemikiran baru dan kritis. (https://indoprogress.com/2017/08/memaknai-lagi-agama-adalah-candu-milik-marx/).
Terlepas dari benar tidaknya bahwa Marx tidak antipati terhadap agama seperti pledoi dari para pengagumnya, yang jelas kita bisa melihat jejak rekam dan pengaruh Marx dalam sejarah kehidupan “berdarah” umat manusia.
Budayawan Taufik Ismail dalam pidato kebudayaan pada acara bedah buku dan Diskusi Panel, “PKI Dalang dan Pelaku Kudeta G30S/65” di Kantor Lemhanas, Jakarta, Sabtu (23/11/2019) menyebut bahwa korban komunisme jumlahnya lebih banyak tiga kali lipat dibandingkan total korban dari seluruh perang dunia dan perang lokal yang terjadi hingga abad XX. Ia mengatakan bahwa total korban komunisme selama tahun 1917-1999 berjumlah 120.000.000 orang. Sedangkan total korban seluruh perang dunia dan perang lokal abad XX hanya sepertiganya, yakni 38.000.000.
Penyair kawakan itu juga mengatakan bahwa ideologi komunis memiliki sejarah mengkudeta 75 negara dalam kurun waktu 69 tahun, hingga berhasil mendirikan 28 negara komunis.
Ideologi komunis, kata dia, melakukan pembunuhan umat manusia baik dengan cara melakukan pembantaian maupun menyiksa, misalnya, memberlakukan kerja paksa seperti pernah terjadi di Uni Soviet. Taufik menegaskan ideologi komunis diturunkan melalui buku karya dua orang anak muda pada masanya, yakni Karl Marx dan Friedrich Engels. (antaranews.com/amp/berita/1177071/taufik-ismail-korban-komunisme-3-kali-lipat-korban-perang-dunia).
Fakta sejarah yang diungkapkan oleh Taufiq Ismail itu sebenarnya merupakan konsekuensi logis yang harus dijalankan oleh kaum komunis sebagai pengejawantahan ajaran Marx yang mengajarkan bahwa agama diciptakan oleh manusia sebagai bentuk ilusi tertinggi mereka atas apa yang tak pernah mereka capai.
Ia adalah candu masayaarakat, yang membius manusia dengan kebahagiaan semu, mengasingkan mereka dari kehidupan nyata. Dan menghapus agama adalah jalan untuk memberi manusia kebahagiaan yang sesungguhnya.
Lantas ada yang menyanggah bahwa Marxisme dan komunisme itu tidak sama. Menurut Franz Magnis-Suseno, “Marxism” tidak sama dengan “Komunisme”. “Komunisme” yang juga disebut “komunisme internasional” adalah nama “gerakan kaum komunis”.
Komunisme adalah gerakan dan kekuatan politik partai-partai komunis yang sejak Revolusi Oktober 1917 di bawah pimpinan V.I. Lenin menjadi kekuatan politis dan ideologis internasional. Istilah “komunisme” juga dipakai untuk “ajaran komunisme” atau “Marxisme-Leninisme” yang merupakan ajaran atau “ideologi” resmi komunisme.
Jadi, Marxisme menjadi salah satu komponen dalam sistem ideologis komunisme. Kaum komunis memang selalu mengklaim monopoli atas interpretasi ajaran Marx, tentu dengan maksud untuk memperlihatkan diri sebagai pewaris sah ajaran Marx tersebut. Perlu diperhatikan bahwa sebelum dimonopoli oleh Lenin, istilah “komunisme” dipakai untuk cita-cita utopis masayaarakat, dimana segala hak miliki pribadi dihapus dan semuanya dimiliki bersama…. Kita dapat merangkum bahwa melalui beragam “pemikirannya”, Marx mencapai “ajarannya” yang resmi, yang dengan persetujuannya terutama oleh Engels dibakukan menjadi “Marxisme” (juga “teori resmi Karl Marx” dan “teori sosialisme ilmiah”) yang kemudian lebih dibakukan atau didogmakan lagi oleh Lenin menjadi komponen dalam “Marxisme-Leninisme”, ideologi resmi kaum komunis.” (Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2016), hal. 5-6).
Meskipun pada dasarnya ada perbedaan antara Marxisme dan Komunisme namun tokoh Katholik Indonesia (Serikat Jesuit) yang sejak tahun 1969 menjadi dosen tetap dan guru besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta itu mengakui dalam bukunya tersebut bahwa Marxisme adalah salah satu komponen dari Komunisme.
Dan bahkan Lenin lah yang dominan memonopoli interpretasi atas Marxisme yang akhirnya menjadi Marxisme-Leninisme, ideologi resmi kaum Komunis yang telah tercatat sebagai ideologi penumpah darah terbesar bagi umat manusia.
Islam sebagai panduan
Seperti judul tulisan ini, agama adalah pandu. Lalu apa definisi dari pandu? Pandu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah Penunjuk Jalan. Manusia hidup di dunia ini memang memerlukan panduan (penunjuk jalan) agar tidak sasar arah dan sesat jalan.
Maka dari itulah Rasulullah ﷺ di akhir hayatnya pernah mewasiatkan dua instrumen pemandu yang agung agar umatnya tidak tersesat selamanya yakni Al-Quran dan As-Sunnah (HR: Al Malik dan Baihaqi).
Kemudian Allah juga mengatakan dalam Firman Nya bahwa Al-Quran adalah kitab yang tiada keraguan di dalamnya dan menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa ( QS. Al Baqoroh: 2).
Di dalam Al-Quran disebutkan,
قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدىً وَشِفاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُولئِكَ يُنادَوْنَ مِنْ مَكانٍ بَعِيدٍ
“Katakanlah, “Al-Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedangkan Al-Quran itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.”(QS: Fushilat : 44)
Ada pernyataan menarik yang tertera di dalam buku Communism For Kids (2014), dalam buku pengenalan Komunisme untuk anak-anak (pemula) tersebut dijelaskan bahwa definisi komunisme secara sederhana adalah (isme) yang mengajarkan untuk menyingkirkan semua kejahatan yang diderita oleh orang banyak di bawah kapitalisme, maka komunisme yang terbaik adalah yang dapat menyingkirkan kejahatan yang paling banyak.
Di buku itu juga digambarkan bahwa Kapitalisme ibarat penyakit yang mana obatnya adalah komunisme yang bisa menyembuhkan secara total bukan setengah-setengah.
Meskipun komunisme adalah obat yang baik untuk (penyakit) kapitalisme namun komunisme bukanlah obat untuk menyembuhkan semuanya. Ia hanya obat untuk kejahatan yang disebabkan kapitalisme belaka.
Ibarat sakit demam dan batuk, jika hanya meminum obat batuknya maka penyakit batuknya saja yang hilang sedangkan demamnya tidak. Seperti itulah komunisme. (Bini Adamczak, Communism For Kids (Massachusetts : Massachusetts Institute of Technology Press (MIT), 2017 ), hal. 1-2)
Dari penjelasan itu sudah dapat diketahui bahwa komunisme bukanlah jawaban bagi semua kebutuhan kehidupan manusia. Komunisme hanyalah antitesis dari Kapitalisme.
Ia hanya isme yang lapuk dan tidak relevan sepanjang zaman dimana dunia yang dinamis senantiasa menawarkan banyak tantangan baru. Setelah kejatuhan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang merupakan partai komunis terbesar ketiga di dunia dan runtuhnya Uni Soviet kini komunisme nyaris telah bangkrut kecuali beberapa negara Komunis seperti China, Vietnam dan Korea Utara yang itupun tidak murni seratus persen komunis karena ekonominya mulai mengadopsi kapitalisme liberal.
Maka Islam lah satu-satunya panduan hidup yang relevan menjawab semua tantangan zaman. Di dalam Al-Quran disebutkan;
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى {.} وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS:Thoha :123-124 ).
Kehidupan yang semakin susah hari ini adalah akibat manusia berpaling dari petunjuk Ilahi. Tantangan dunia tidak hanya Kapitalisme, namun ada juga Liberalisme yang digunakan sebagai kendaraan para kaum menyimpang seperti LGBT untuk menyuarakan aspirasinya agar persepsi dunia berubah dan menormalisasi eksistensi mereka.
Belum lagi serbuan hedonisme dimana para influencer di sosial media mengajak para muda-mudi untuk memutus urat malu. Kini sudah jamak dilihat muda-mudi joget, buka aurat, melakukan challenge tidak jelas dll. Kemudian meniru gaya hidup para Crazy Rich demi memenuhi sayaahwat duniawi.
Dari itulah urgensi agama (Islam) sebagai pandu sangat dibutuhkan manusia saat ini. Islam adalah pemandu agar manusia dapat menjalani hidup di dunia ini dengan terarah untuk mencapai kehagiaan dunia dan juga kebahagiaan hakiki di akhirat nanti.
Dan Rasulullah ﷺadalah pemandu jalan terbaik yang diutus Allah untuk menyelamatkan manusia agar tidak tersesat seperti yang digambarkan oleh Al-Quran,
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلى صِراطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Dan sesungguhnya kamu (Nabi Muhammad) benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Asaya-Sayaura: 52). Wallahu A’lam Bis Showab.*
Murid Kulliyah Dirosah Islamiyah Pandaan Pasuruan