Hidayatullah.com | PERISA (flavouring) adalah bahan yang digunakan untuk menghasilkan flavor tertentu pada produk pangan. Hal ini dimaksudkan agar suatu produk pangan memiliki flavor yang diinginkan dengan intensitas bau dan rasa yang sesuai.
Untuk tujuan tersebut maka mie instant misalnya menggunakan perisa dengan berbagai flavor seperti flavor daging sapi, daging ayam goreng, ayam bawang, bakso, dll. Banyak produk pangan lain juga menggunakan perisa agar memiliki flavor yang diinginkan seperti produk ekstrusi seperti Chiki, sirup, produk-produk susu seperti susu rasa strawberry, yoghurt rasa moka, dll.
Dengan demikian penggunaan perisa ini sudah sangat meluas dan umum dalam pembuatan produk pangan.
Bagaimana perisa dibuat?
Secara umum perisa dibuat melalui tiga cara yaitu:
Pertama; pencampuran bahan-bahan kimia yang disebut dengan aroma chemicals yang biasanya terdiri dari character impact odorant, middle note dan base note, kemudian bahan-bahan kimia ini dilarutkan dalam suatu pelarut yang sesuai. Untuk perisa yang nantinya akan digunakan dalam bahan pangan aqueous maka pelarut yang biasa dipakai adalah propilen glikol dan alkohol.
Di Indonesia penggunaan pelarut alkohol tidak diperkenankan karena perisa yang dihasilkan masuk kedalam kategori tidak halal untuk umat Islam. Untuk perisa yang akan digunakan dalam bahan pangan berlemak maka pelarutnya biasanya minyak nabati atau gliserol.
Ada pula perisa emulsi yang biasanya tersusun dari bahan-bahan kimia yang kurang larut air sehingga harus dibuat menjadi emulsi agar bisa larut air, untuk itu diperlukan bahan pengemulsi (emulsifier). Bahan lain seperti pewarna bisa ditambahkan jika diperlukan.
Kedua; pembuatan senyawa-senyawa flavor dari prekursornya, biasanya dibuat dengan cara enzimatis atau reaksi kimia menggunakan pemanasan. Flavor yang dihasilkan sering disebut process flavour. Dengan cara inilah base flavor daging dibuat yaitu dengan cara mereaksikan asam amino (diantaranya L-sistein yang terpenting) dengan gula (xilosa, glukosa, dll) atau senyawa karbonil.
Perisa daging kemudian dibuat dengan cara menambahkan aroma chemicals kedalam base, dan bahan-bahan pembantu lainnya seperti garam, rempah-rempah dan MSG. Untuk membuat flavor keju maka lemak susu dipecah-pecah dengan menggunakan enzim seperti enzim protease dan lipase sehingga terbentuk berbagai senyawa diantaranya kelompok 2-alakon yang terpenting yang berperan dalam pembentukan flavor keju.
Ketiga; pencampuran flavor alami (minyak atsiri, oleoresin, dll) dengan aroma chemicals. Ini biasanya dilakukan untuk membuat perisa jeruk-jerukan karena aroma jeruk sulit diperoleh jika hanya mengandalkan aroma chemicals saja.
Karena minyak atsiri tidak larut dalam air, maka perisa yang dibuat biasanya dalam bentuk perisa emulsi (supaya bisa digunakan untuk bahan pangan aqueous) dimana untuk ini diperlukan bahan pengemulsi.
Perisa daging
Seperti telah dijelaskan diatas perisa daging termasuk kedalam kelompok process flavour yaitu perisa yang utamanya dibuat dengan reaksi kimia dari bahan-bahan prekursornya. Salah satu prekursor yang dapat digunakan adalah lemak, baik itu lemak ayam, sapi atau lemak babi.
Untuk membuat perisa daging ayam sering digunakan lemak ayam, khususnya untuk memberi flavor daging ayam rebus yang aromanya banyak ditentukan oleh komponen-komponen yang berasal dari hasil degradasi lemak.
Disamping lemak, ada pula perisa yang dibuat dengan menggunakan ekstrak dagingnya sendiri, yang dapat dibuat dengan memanfaatkan daging sisa hasil pengolahan daging dimana daging tersebut biasanya dihidrolisa dulu agar menghasilkan rasa daging yang sesuai.
Dari segi kehalalan, seperti dijelaskan pada cara pembuatannya diatas, perisa daging termasuk kedalam bahan yang harus dicermati karena dapat mengandung lemak hewani, bahkan lemak babi dan ekstrak daging. Seperti diketahui sebagian perisa adalah produk impor dimana bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatannya diperoleh dari negara-negara maju.
Di negara maju banyak lemak dan sisa-sisa daging babi yang digunakan untuk pembuatan perisa. Disamping itu, kebanyakan daging dan lemak sapi, kambing atau ayam diperoleh dari hewan yang kebanyakan tidak disembelih secara Islami.
Oleh karena itu, perlu pemeriksaan yang teliti terhadap perisa daging ini karena kemungkinan tidak halalnya tinggi. Masalahnya, perisa daging dalam label hanya ditulis perisa daging seperti perisa daging ayam, daging sapi, bakso, dll tanpa diketahui bahan pembuatnya apa.
Dengan demikian, untuk menentukan kehalalan perisa daging tidak dapat dilakukan hanya dengan membaca komposisi pada label saja, harus ditelusuri bagaimana perisa itu dibuat, sebuah pekerjaan yang tidak mudah. Apabila dari hasil pemeriksaan perisa daging terbuat dari bahan-bahan yang halal maka halallah dia dan sebaliknya.
Perisa daging babi
Perisa daging babi dibuat sama seperti dengan yang dijelaskan di atas. Dengan demikian, perisa babi bisa dibuat dengan tanpa menggunakan unsur-unsur dari babi itu sendiri apakah lemaknya atau ekstrak dagingnya.
Dengan kata lain hanya menggunakan bahan-bahan kimia saja, atau kalaupun ada dapat ditambahkan lemak sapi atau ekstrak daging sapi dari sapi yang disembelih secara Islami. Jika dibuat dari bahan-bahan yang halal seperti ini apakah perisa daging babi boleh digunakan?
Untuk menjawab pertanyaan ini maka kita harus ingat bahwa kehalalan suatu bahan tidak hanya tergantung pada bahannya saja, ada prinsip-prinsip atau kaidah lain yang harus pula diterapkan.
Salah satu kaidah yang harus diterapkan adalah Islam menutup lubang-lubang ke arah haram. Jadi, apa saja yang akan membawa kepada yang haram adalah haram (Syeikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya Halal dan Haram dalam Islam).
Walaupun perisa daging babi dibuat dengan tidak menggunakan bahan yang haram sekalipun maka perisa daging babi jenis ini seharusnya tidak boleh digunakan sama sekali (haram) karena jika dibolehkan maka akan membawa kita menyukai apa-apa yang Allah haramkan.
Secara awam saja kita tidak dapat membedakan perisa daging ayam yang halal dengan yang tidak halal (menggunakan bahan yang tidak halal dalam pembuatannya), apalagi perisa daging babi yang kemungkinan menggunakan bahan yang tidak halalnya lebih tinggi lagi.
Disamping itu, jika kita telah terbiasa mengkonsumsi bahan pangan berflavor daging babi sintetik (walaupun dibuat dari bahan-bahan yang halal), maka kita akan cenderung untuk menyukainya dan suatu saat tidak dapat lagi membedakan mana yang sintetik dan mana yang alami serta mana yang dibuat dengan bahan yang tidak halal.
Dengan prinsip mencegah ke arah haram maka penggunaan perisa babi, bagaimanapun dibuatnya, tidak diperkenankan sama sekali.
Permasalahan lain juga timbul yaitu dalam pembuatan perisa daging sering dilakukan dengan pencampuran berbagai perisa yang sebelumnya sudah dibuat disamping base. Untuk membuat perisa daging sapi misalnya, dapat digunakan perisa daging babi sebagai salah satu bahan dasarnya disamping base dan bahan-bahan lain.
Dengan menggunakan prinsip mencegah ke arah haram maka penggunaan perisa daging babi untuk pembuatan perisa daging (ayam, sapi, dll), walaupun dibuat dari bahan-bahan yang halal, tetap tidak diperkenankan.Wallahu alam bissawab.*/ Dr. Ir. Anton Apriyantono, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB (dari laman MUI)