oleh: Mustabsyirah
APA yang Anda bayangkan mendengar kata Palestina hari ini? Sebagian manusia boleh jadi hanya membayangkan sebuah daerah konflik, perang berkepanjangan serta bom atau ranjau yang meledak di mana-mana.
Sebagian lagi menyimpan di benaknya, Palestina adalah semua kata tentang horor. Pembunuhan, penyiksaan, penistaan perempuan dan darah tercecer di setiap sudut kota.
Semua yang terpapar di atas tak bisa dipungkiri sedang terjadi di negeri Palestina kini. Tapi benarkah hanya itu saja yang Palestina miliki? Jika ingin melihat wajah lain Palestina, sejatinya ada beberapa pelajaran yang bisa diambil hikmahnya dari wilayah Bumi Syam tersebut.
1. Spirit ketaatan kepada Allah
Hari ini Palestina secara fisik memang sedang terjajah, tapi hal itu tak mengurangi kemerdekaan mereka untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di lain tempat, ada negeri yang merasa merdeka, namun sesungguhnya mereka sedang terjajah oleh cengkeraman ghazwul fikr (perang pemikiran) yang diotaki oleh Yahudi dan Barat.
Rakyat Palestina tetap merdeka walau terjajah. Sebab mereka bebas bahkan berani unjuk keimanan dan ketaatan kepada di hadapan penjajah Yahudi. Keluarga-keluarga Palestina berlomba berinvestasi dengan mengirim anak-anak mereka untuk maju di garis terdepan melawan penjajah Yahudi. Sebagaimana hampir di setiap sudut-sudut rumah, lahir generasi cilik para penghafal al-Qur’an.
Sebaliknya, di luar sana tak sedikit yang mengaku telah merdeka. Tapi nyatanya mereka tak bisa keluar dari hegemoni budaya Barat yang melilit. Akibatnya umat Islam begitu ringkih sekedar untuk konsisten mewarat keimanan mereka. Alih-alih berjuang menegakkan agama, sebagian umat Islam bahkan larut dalam pusaran budaya Barat. Mereka tenggelam bersama arus materialisme dan gaya hidup hedonisme.
Masjid kini berubah sepi layaknya kuburan tak bertuan. Sedang mall-mall perbelanjaan dan tempat hiburan tak henti disesaki manusia hingga 24 jam.
2. Spirit kebahagiaan hakiki
Kini pemandangan di Palestina tak jauh dari darah yang berpendar di mana-mana, puing-puing reruntuhan nyaris terserak di setiap sudut kota, bahkan lonceng kematian seolah tak pernah henti bergema di sana. Namun itu semua tak mengurangi wajah-wajah ceria dan kebahagiaan yang dimiliki oleh umat Islam Palestina.
Sedang di tempat lain, begitu banyak manusia yang hidup berbalut topeng-topeng kebahagiaan. Mereka berlindung di balik pencitraan dan popularitas dunia seraya mengatakan bahwa ia bahagia dengan hal tersebut. Padahal yang ada justru orang itu tenggelam dalam kubang kegelisahan dan ketakutan. Wajah-wajah mereka berselimut suram, sedikitpun tak memancarkan cahaya kebahagiaan. Yang ada hanyalah ilusi kebahagiaan dan ketenangan hati yang semu.
Di sini hendaknya umat Islam menyadari, kebahagiaan itu bukan terletak di luar manusia. Ia tidak diukur dengan tumpukan harta dan materi lainnya. Sebab kebahagiaan hakiki itu lahir dari jiwa-jiwa yang merdeka. Benih itu tumbuh di hati-hati yang sarat keimanan dan ketaatan di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan karena perbuatan sia-sia apalagi kemaksiatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3. Spirit kecintaan kepada al-Qur’an
Berada di front line (garis depan) fi sabilillah tentu bukan perkara mudah untuk dijalani. Amalan ribath dan jihad adalah puncak tertinggi (dzarwah sanam Islam) dalam proses keislaman dan keimanan seorang Muslim. Bergelut dengan jihad fi sabillah tentu butuh suplai dan asupan iman yang tidak sedikit. Salah satunya dengan kecintaan rakyat Palestina kepada al-Qur’an. Para remaja dan pemuda Palestina adalah generasi-generasi yang lahir dan tumbuh dari lingkungan al-Quran.
Rumah-rumah mereka tak pernah sepi dari bacaan dan pengajaran al-Qur’an. Dikabarkan umat Islam Palestina bahkan saat ini memiliki kekayaan berupa ribuan hafidz-hafidzah (penghafal) al-Quran.
Prestasi di atas tentu tidak datang begitu saja, sebab ia tak semudah membalik telapak tangan semata. Kecintaan generasi muda kepada al-Quran adalah didikan para orang tua di rumah-rumah dan madrasah-madrasah yang ada. Tak bisa dipungkiri, ada keteladanan nyata yang merata di seluruh lapisan rakyat Palestina terhadap kecintaan kepada al-Quran. Meski sehari-hari di bawah desingan peluru dan mesiu, tapi al-Quran itu selalu hadir dalam dzikir-dzikir yang terus membasahi lidah mereka.
Hendaknya pelajaran mahal ini menjadi renungan bagi seluruh umat Islam. Jika selama ini ia telah berjarak dengan al-Quran, lalu kemuliaan apa yang hendak mereka cari selain kemuliaan al-Quran. Jika ketaatan dan janji Allah tak lagi mampu memotivasi mereka untuk berlomba dalam kebaikan, maka bersiaplah untuk hidup hina dengan kemewahan dunia yang menipu itu. Sebab kemuliaan dan kemenangan hanya bisa tegak dengan melaksanakan ajaran syariat Islam. Mematuhi aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.*
Penulis mahasiswi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda