Oleh: Muhammad Ihsan Habibillah
Hidayatullah.com | Setahun telah berlalu semenjak kondisi “stay at home” digaungkan pada hampir di seluruh dunia. Adalah virus Covid-19 yang secara tiba-tiba datang kemudian merenggut hak-hak manusia, menebar teror tentang berapa ribu jiwa yang telah ia binasakan dalam beberepa bulan.
Namun sayang, justru ujian selanjutnya telah menanti. Terdapat dampak tidak langsung yang juga diakibatkan virus ini namun jarang disadari, yakni internet addiction (kecanduan internet) .
Mungkin kita bisa berkata rumah adalah tempat teraman untuk dapat menghindari masifnya penularan virus ini, namun justru kondisi inilah awal dari dampak tidak langsung ini bermula. Kebutuhan internet meningkat pesat, setiap operator berlomba-lomba memberikan paket terinovatif untuk menarik konsumen, dan orang-orang berbondong-bondong memasang wi-fi pada rumah mereka, grafik penggunaan internet meningkat pesat namun tidak dengan kebijakan pengelolaan waktunya.
Kecanduan internet, game online, dan media sosial . Dunia virtual memberikan sensasi atau hal-hal yang biasanya tidak bisa seseorang dapatkan di dunia nyata, terlebih bagi kita yang sekarang seakan terpenjara di rumah sendiri.
Tentu fenomena naiknya penggunaan internet ini dapat menjadi positif ketika di aplikasikan untuk sesuatu yang bermanfaat seperti membangun usaha online, belajar via online ataupun berkarya melalui social media. Namun tidak bagi mereka yang tidak bijak menggunakan waktunya.
Sepanjang hari dihabiskannya dengan rebahan dan mengkonsumsi medsos, Youtube, atau game online. Parahnya adalah ketika kondisi ini mulai memprioritaskan dunia virtual dibandingkan dunia nyata, jadwal sholat kian mundur karena malas, jadwal tidur kacau, jadwal makan tak teratur, dan sebagainya. Kemudian yang paling meresahkan adalah kecanduan ini dialami mayoritas pada kalangan anak-anak hingga remaja.
Kenapa disebut paling meresahkan? Tentu, mau tidak mau, suka ataupun tidak suka, kalangan inilah yang nanti akan melanjutan merawat benih yang telah dituai orang tua mereka, adalah yang 10-15 tahun mendatang diharapkan menjadi solusi dan harapan bangsa, bagaimana hal itu dapat terwujud jika masa remaja yang mana tubuh masih kokoh dan semangat masih membara justru dihabiskan dengan rebahan dan menatap layar sepanjang hari? Bahkan marah ketika diingatkan, hingga merujuk kata yang sedang tren saat ini yakni “kaum rebahan” terlabeli pada generasi abad 21 ini.
Menghindari kecanduan internet
Pada kasus ini peran orang tua sangat dibutuhkan, karena dalam kondisi pandemi ini yang paling dekat dengan mereka adalah keluarga. Walaupun sebenarnya orang dewasa sekalipun dapat mengalami kecanduan ini, maka hendaknya bercermin dahulu berbenah kemudian. Lalu ingatlah satu fakta berikut: kecanduan dapat terjadi ketika seseorang mendapatkan suatu perasaan yang jarang ia dapatkan pada keseharian “normal” biasanya.
- Memperbanyak interaksi
Kecanduan biasa terjadi karena sedikitnya interaksi yang terjadi di dunia nyata sehingga menyebabkan seseorang melarikan diri ke gadgetnya untuk bereuforia dengan ratusan bahkan ribuan teman virtualnya. Ada baiknya orang tua memiliki “family time” dengan anak sesibuk apapun pekerjaannya, seperti mendukung hobinya atau mememperhatikan masalah yang mungkin sedang dihadapi anak, dengan diskusi santai, bercanda, lakukan pendekatan yang sekiranya dapat membuat anak lebih nyaman sehingga anak akan lebih terbuka, karena anak diusia remaja biasanya mulai memendam masalah dan lebih memilih untuk melampiaskannya ke media social ataupun game online bukan kepada orang tua.
- Menjaga produktifitas
Berselancar di media social ataupun game online kerap menjadikan seseorang lupa waktu, oleh sebab itu memanage waktu untuk tetap produktif penting di masa-masa ini, jangan sampai tenggelam pada hal-hal yang kurang bermanfaat bahkan hingga menjadi ketergantungan dengan gadget. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah membuat jadwal kegiatan, kapan harus belajar, mengerjakan tugas, bekerja, ataupun bermain.
Jadwal ini akan terus diupdate sesuai dengan kesibukan yang sedang dijalani, dengan adanya penjadwalan maka harus ada niat kuat untuk mematuhi jadwal yang kita buat sendiri ini agar tetap produktif dan tidak menyia-nyiakan waktu yang ada.
- Berbijak dalam berwaktu
Imam Al-Ghazali pernah memberikan pelajaran pada murid-muridnya “Yang paling dekat itu kematian, yang paling jauh itu masa lalu, yang paling besar adalah nafsu, yang paling berat adalah amanah, yang paling ringan adalah meninggalkan sholat, yang paling tajam adalah lidah”.
Kematian bisa datang kapan saja, mau itu muda ataupun tua, sedang sehat ataupun sakit, hendaknya kita mempersiapkannya sesegera mungkin, berbenah menjadi pribadi yang lebih baik, menjadi pemuda yang siap membela bangsa dan agama, bukan yang menjadi budak hawa nafsunya sendiri.*
Mahasiswa