Oleh: Naspi Arsyad
KENDATI pemberitaannya mereda, gempar rekaman pembicaraan ihwal tambang Freeport Indonesia masih belum usai. Selain karena melibatkan orang besar bahkan disebut ada pencatutan nama presiden dan wakil presiden, rekaman yang telah “menghebohkan negara” itu juga sempat memantik kegaduhan di ranah publik. Narasi murka tak pelak pun sempat mencuat.
Sedianya publik menginginkan sidang Majelis Kehormatan Dewan (MKD) memanggil tokoh-tokoh utama di balik rekaman tersebut digelar terbuka. Sayangnya, tidak saja sidang pertama digelar tertutup dinilai menyalahi prosedur, rangkaian sidang selanjutnya juga dianggap tak lebih substantif.
Muhammad Reza Chalid (dalam transkrip rekaman disingkat MR) yang disebut-sebut sebagai inisiator pertemuan, bahkan hingga hari ini tak jelas rimbanya. Aparat penegak hukum berjanji akan menelusuri kasus ini tapi nyatanya hingga kini publik bak menghitung bunyi tokek. Sarat ketidakpastian.
Nama yang disebut terakhir memang masih misteri. MR bahkan tercatat dua kali mangkir dari jadwal persidangan. MDK mengaku tidak bisa mengirimkan surat panggilan kepada MR. MKD mengaku kesulitan menemukan alamat rumah MR yang kabarnya jumlahnya lebih dari dua. Lalu kapan hari, tiba-tiba tersiar kabar, yang bersangkutan sudah lama di luar negeri.
Rupanya, tidak saja di dunia nyata. Di dunia maya sosok MR juga tak mudah dilacak. Umumnya orang hanya mengenal beliau sebagai pengusaha minyak dan katanya memiliki harta triliunan. Di mesin penelusuran daring, Google, tak banyak jejak yang bisa diikuti. Selebihnya, hanya seliweran beragam foto hasil olah digital sang saudagar mengenakan blankon dengan sorotan tajam matanya.
Barangkali karena figurnya yang sepi dari bidikan kamera media, banyak users yang akhirnya penasaran dengan sosok MR. Riset kecil-kecilan menggunakan Google Keyword Tool, diketahui cukup banyak ternyata masyarakat netizen yang memburu nama MR.
Saat kasus “Papa Minta Saham” baru kali pertama mencuat yang diawali pelaporan oleh Menteri ESDM Sudirman Said, ada sekitar 53.850 penelusuran nama Riza Chalid sepanjang bulan November saja.
Rasa ingin tahu publik wajar saja. MR adalah figur publik yang profil dan kiprah kebangsaannya boleh-boleh saja diketahui khalayak ramai. Sebelum bunyi-bunyi rekaman mencuat, penelusuran kata kunci “Riza Chalid” di Google tertinggi setiap bulan hanya ada di angka 5 ribu kali penelusuran semenjak setahun belakangan.
Menariknya, tren pencarian ingin mengetahui sosok wajar MR juga mengalami peningkatan signifikan antara sebelum dan sesudah heboh rekaman. Diketahui pada bulan November lalu sebanyak 49.540 penelusuran kata kunci “foto Riza Chalid”. Ini peningkatan yang cukup tinggi apabila dilihat dari tren pencarian sebelum-sebelumnya dimana setiap bulannya rata-rata hanya ratusan kali pencarian.
Penasaran Publik
Sajian data sederhana di atas hanya mencoba mengetengahkan rasa penasaran publik tentang lakon ihwal rekaman yang menyeret sejumlah nama besar ke dalam pusaran itu.
Rasa penasaran publik tentang sosok MR, sekali lagi, adalah satu hal yang wajar. Sebab publik juga berkepentingan menelaah beragam dinamika kebangsaan apalagi menyoal isu yang bersinggungan langsung dengan hak-hak fundamental warga Negara.
Pada titik ini, perlu ditekankan bahwa publik mestinta mendapat akses yang lebih luas yang seiring dengan itu kita ingin masalah ini dapat terus diproses sehingga rakyat dapat melihat sendiri fakta yang sebenarnya.
MR memang tak cukup banyak mendapat sorotan dalam kasus “papa minta saham” ini. Tren pergunjingan dirinya khususnya di linimasa virtual memang mengalami peningkatakn signifikan. Tapi faktanya popularitas perbincangan terhadap dirinya itu tak seramai dengan apa yang kemudian segera menjadi fokus pemberitaan -yang maaf- boleh jadi mungkin sudah menjadi bagian dari agenda media setting.
Kelihatannya publik nampak lebih disita perhatiannya pada pemberitaan SN yang sebelum kasus ini merebak pun telah memantik tumbuhnya apatisme yang salah satunya karena dipicu perseteruan dua kubu di tubuh Beringin yang sampai hari ini malah semakin menjadi-jadi.
Namun, satu hal yang perlu diingat bahwa MR belum sekalipun muncul mengkonfirmasi berbagai tudingan dan selentingan negatif yang mengarah padanya. Karenanya, bagaimanapun, publik tetap harus adil memposisikan Riza dan pihak-pihak lainnya yang belakangan ikut terkena dampak yang memuat perbincangan rahasia tingkat tinggi itu.
Apalah daya, publik sudah terlanjur disuguhi drama rekaman Freeport yang memang mencengangkan dan memuat hal-hal yang sama sekali tak terduga.
Harapan publik kemudian kasus ini tidak lekas menguap lalu menghilang begitu saja. Celakanya, jika kasus diabaikan, dikhawatirkan akan memunculkan demotivasi upaya pengusutan yang berpeluang menggiring bangsa tercinta ini terus berada dalam kerunyaman dan kedukaan mendalam.
Anti Korupsi
Dalam pada itu, pemuda sejatinya memiliki funsgi strategis dalam membangun kesadaran moral bahwa betapa sangat mendesaknya mengeleminir berbagai abnornalitas yang tanpa disadari merebak bagaikan wabah epidemi.
Tidak saja dalam soal melawan “budaya” korupsi dan kolusi, pemuda juga menjadi penentu bagaimana nasib masa depan bangsa ini secara konfrehensif. Karena itu, setidaknya ada beberapa yang kiranya perlu menjadi perhatian bersama.
Pertama, mendesaknya kesinambungan penguatan pondasi ketahanan moral anak-anak bangsa melalui aksi-aksi pembinaan berkala baik melalui pelatihan, sarasehan, halaqah, dan sebagainya. Kedengarannya mungkin terlalu moralis, tapi harus diakui ini penting dalam menegakkan muruah bangsa, sehingga anak-anak muda bangsa ini tidak saja sibuk berkoar tapi di waktu yang sama sibuk membangun kontrol diri .
Kedua, pemuda perlu didorong memaksilkan saluran transmisi virtual untuk sebagai wadah campaign anti korupsi dan persekongkolan busuk lainnya yang berpotensi merugikan negara. Mengutip temuan perusahaan riset Ooredoo New Horizons belum lama ini bahwa 95 persen responden terhadap 1.400 anak muda Indonesia berusia antara 18 s/d 30 tahun, percaya bahwa internet adalah kunci dari masyarakat modern yang tidak semata mahir menciptakan dan mengoperasikan fitur-fitur teknologi tapi juga berempati terhadap masalah kebangsaan.
Terakhir, publik ingin tahu fakta sebenarnya di balik rekaman “Papa Minta Saham”. Kita tidak ingin kasus rekaman semakin berlarut-larut tanpa ada upaya penyelesaian yang serius. Kita tak ingin kasus ini terus menambah turbulensi dan memantik laku eksesifitas sosial yang pada puncaknya bisa jadi akan meruntuhkan kepercayaan publik terhadap aparat pemerintah dalam penegakan hukum yang berkedilan. Tajam ke bawah. Tumpul ke atas.*
Ketua Umum PP Pemuda Hidayatullah