Seorang yang memiliki profesi sebagai Guru harus memiliki keterampilan edukatif, kemampuan komunikasi, retorika dan mampu menjadi uswah, dan tauladan, untuk para siswa
Oleh: Mohammad Iqbal
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS: Al Mujadilah:11).
Hidayatullah.com | PENDIDIKAN dalam terminologi sosiologi, adalah proses belajar individu untuk mengenal dan menghayati norma-norma, serta nilai-nilai sosial, sehingga terjadi pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Proses pembelajaran ini berlangsung secara bertahap dan berkesinambungan, sejak berada dalam lingkungan keluarga (sosialisasi primer), sekolah dan pergaulan (sosialisasi sekunder), hingga masyarakat (sosialisasi tersier).
Tahapan proses sosialisasi dimulai sejak masa awal kehidupan dalam rahim/pra dan pasca kelahiran (prepatory stage), masa kanak-kanak (play stage), masa remaja (game stage), masa dewasa (generalized others) dan masa senior/manula (significant others).
Media pembelajaran atau sosialisasi antara lain adalah keluarga, teman bermain, institusi sekolah, lingkungan kerja dan media massa. Metode, pola atau teknik dalam sosialisasi, secara umum terbagi menjadi dua, yakni pola memaksa (repressive socialization) dan melibatkan (participatory socialization).
Pendidikan penting bagi individu karena merupakan salah satu mekanisme atau saluran untuk meningkatkan status sosial melalui proses mobilitas sosial. Lembaga pendidikan memiliki 3 tipe, yakni pendidikan formal (sekolah), non formal (kursus) dan informal (pelatihan).
Dalam pendidikan, sebagai elemen sentral guru amat berperanan, dalam proses hingga hasil akhir pendidikan, yakni output berupa siswa berkarakter unggul dengan ilmu dan akhlak sebagai indikator keberhasilannya.
Menurut Abdurrahman an-Nahlawi, pendidikan Islam menuntut hadirnya kurikulum yang dibangun di atas landasan konsep Islam tentang alam semesta, kehidupan dan manusia itu sendiri (kemanusiaan).
Kurikulum pendidikan Islam yang ideal, menurutnya, adalah kurikulum terpusat dan terkait, yang disempurnakan oleh aktivitas non-formal (extra kurikuler), sehingga terwujudlah tujuan-tujuan pendidikan di bawah panji Islam yang ditata dengan norma-norma Islami.
Dalam lingkungan Pondok Pesantren Hidayatullah, pendidikan dengan konsep integral,yang memadukan antara ilmu umum dengan ilmu diniyyah, dengan menggunakan Sistematika Nuzul Wahyu (SNW), merupakan basis paradigma dan metode operasional kurikulum di dalamnya.
Guru sebagai Profesi
Peradaban bangsa mana pun, termasuk Indonesia, profesi guru bermakna strategis karena penyandangnya mengemban tugas sejati bagi proses kemanusiaan dan pembangun karakter bangsa.
Makna strategis tentang profesi guru tersebut melahirkan Undang-Undang No. 14 tahun 2005.
Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Implikasi dari UU No. 14/2005 ini, adalah bahwa seorang guru harus menjalani proses sertifikasi, untuk mendapatkan sertifikat prendidik, dalam rangka profesionalisme di bidangnya.
Guru yang dimaksud harus memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1/D-IV dan bersertifikat pendidik. Jika seorang guru telah memiliki keduanya, statusnya diakui oleh negara sebagai guru profesional, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008.
Jati Diri
Guru merupakan profesi yang menuntut banyak hal, sementara dirinya sendiri sebagai pribadi memiliki banyak kekurangan sebagaimana lazimnya manusia yang dho’if.
Seorang guru idealnya memiliki 3 karakter berikut untuk dapat dikatakan kredibel di bidangnya sebagai pendidik (teacher) dan bukan sebatas sebagai pengajar (educator).
Karena itu seorang guru harus memiliki pengetahuan, memahami ilmu yang akan diberikan kepada siswanya, dan dapat memberikan wawasan sehingga membuat siswa terbuka pemikirannya dan terbentuk menjadi siswa yang berbakat.
Siswa bukanlah gelas kosong, akan tetapi juga bukan sebuah motherboard komputer yang siap pakai. Tugas guru adalah membimbing, membangkitkan potensi siswa, sesuai dengan bidang keilmuan yang ditekuni dalam mata pelajaran yang diasuhnya.
Yang cukup berat tanggung jawabnya adalah bahwa seorang guru harus mampu tampil sebagai uswah, figur, tauladan, yang dapat dicontoh, oleh khususnya para siswa.
Guru haruslah berakidah lurus, bertauhid kuat, dan berakhlaqul karimah. Dirinya juga harus mampu untuk menampilkan sosok sebagai orang tua yang mengayomi, ilmuwan yang mempuni, serta idola yang dikagumi.
Sang guru dituntut untuk selalu berpenampilan rapi, rajin dan cekatan. Ia juga harus dapat menjadi orang yang dapat dikeluhkesahi siswa apabila anak didiknya yang berusia remaja dan penuh gejolak itu sedang menemui permasalahan.
Di samping itu, ia juga selayaknya, dapat dicontoh penampilannya, memiliki kelebihan yang menjadi ciri khasnya, misalnya suka humor, senang menulis, olahragawan dan lain sebagainya. Sang guru juga dituntut untuk dapat menjalin hubungan harmonis dengan lingkungan sekolah, maupun masyarakat.
Ini semua dalam rangka menumbuhkan sifat-sifat tauladan pada diri siswa, sehingga kelak dirinya akan menjadi orang berguna bagi masyarakat.
Di balik segenap tuntutan di atas, banyak permasalahan pada diri guru pada saat ini, yang dapat menimbulkan tidak optimalnya sosok Umar Bakrie ini dalam melaksanakan amanahnya.
Berlawanan denga hal-hal di atas:
Pertama, banyak guru yang berasal dari latar belakang kurang relevan dengan bidang studi ajar. Kedua, kurang mampu secara retoris (balaghoh), kurang baik komunikasi verbalnya.
Ketiga, tidak bisa dicontoh karena moralnya rendah. Kesemuanya ini menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan antara profesi dan tuntutan pada diri guru sebagai tauladan, tidak hanya bagi siswa tapi juga bagi masyarakat.
Guru profesional yang berkarakter unggul, muncul dari motivasi yang mendasari perilaku guru tersebut. Motivasi meliputi kebutuhan (need) dan dorongan (impuls).
Perbedaan kemauan kerja seseorang dengan yang lain tergantung pada motivasinya, sedangkan motivasi tergantung pada kekuatan motivasi itu sendiri, sehingga menimbulkan dorongan dan berusaha untuk mencapai tujuan, baik sadar maupun tidak.
Dari sinilah timbul tingkah laku yang mengendalikan dan menetapkan arah yang harus ditempuh. Sedangkan tujuan adalah sesuatu yang berada di luar individu dan hendak dicapai.
Bisa diartikan sebagai suatu harapan untuk mendapatkan penghargaan sebagai suatu arah yang dikehendaki oleh motivasi itu sendiri. Tujuan adalah akhir dari suatu lingkaran motivasi yang mengandung semua kegiatan untuk mencapainya.
Guru berkarakter amat menentukan keberhasilan hasil studi, yakni siswa lulusan yang unggul di bidang keilmuan, keorganisasian, sekaligus berwawasan integral – mengacu pada konsep pendidikan Hidayatullah yang berbasis tauhid.
Ketercapaian hasil studi di mana alumni yang banyak diterima pada lembaga pendidikan lanjut yang unggul, merupakan indikator utama. Namun keberhasilan utama yang amat menentukan, adalah bagaimana bentuk perilaku dan akhlaq para alumni setelah lulus dari sekolah, baik di rumah, di lingkungan pendidikan lanjutan, maupun masyarakat kelak.
Karakter ideal yang relevan dan diperlukan bagi guru masa depan, yang pertama adalah memiliki pengetahuan keilmuan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, termasuk memiliki latar belakang akademis yang linear di bidangnya.
Kedua, memiliki keterampilan edukatif; memahami metode dan falsafah ilmu kependidikan (paedagogiek), serta mampu untuk berkomunikasi dengan baik secara verbal (retorika). Ketiga adalah mampu tampil sebagai uswah, figur, tauladan, yang dapat dicontoh, oleh khususnya, para siswa.
Guru harus berakidah lurus, bertauhid kuat, dan berakhlaqul karimah. Guru masa depan yang berkarakter unggul, amat menentukan keberhasilan hasil studi, yakni siswa lulusan yang unggul di bidang keilmuan, keorganisasian, sekaligus berwawasan integral – mengacu pada konsep pendidikan Hidayatullah yang berbasis tauhid.
Keberhasilan utama yang amat menentukan dalam proses pendidikan, adalah bagaimana bentuk perilaku dan akhlaq para alumni setelah lulus dari sekolah, baik di rumah, di lingkungan pendidikan lanjutan, maupun masyarakat kelak.
Sayangnya, di lapangan banyak guru-guru yang masih memiliki persoalan, khususnya dalam upaya mewujudkan guru profesional.
Pertama, banyak guru yang berasal dari latar belakang kurang relevan dengan bidang studi ajar. Kedua, kurang mampu secara retoris (balaghoh), kurang baik komunikasi verbalnya.
Ketiga, tidak bisa dicontoh karena moralnya rendah. Maka perlu dilakukan reformasi struktural dalam kelembagaan guru dalam lingkungan tempat mengajarnya.
Tidak sedikit guru yang tidak linear antara latar belakang akademisnya dengan bidang studi yang diasuh. Karenanya, diperlukan adanya pembinaan secara khusus secara institusional sebagai bentuk dari pengembangan profesi.
Tidak sedikit pula guru yang tidak patut akhlaqnya. Hal ini diperlukan tindakan preventif dalam bentuk pencegahan bahkan sanksi disiplin keorganisasian dari korp guru jika diperlukan.
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَ فِى سَبِيلِهِۦ صَفًّا كَأَنَّهُم بُنْيَٰنٌ مَّرْصُوصٌ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS: Ash Shaf:4).*
Penulis adalah guru Luqmanul Hakim Surabaya