BELAKANGAN viral berita yang menyiarkan ungkapan Menko Polhukam Mahfud MD perihal masjid-masjid pemerintah untuk tidak menyiarkan ceramah-ceramah adu domba.
Sebagian rakyat terutama warganet cenderung melihat berita sebatas judul, tanpa membaca dengan seksama langsung membagikan melalui beragam media sosial. Sebagian yang lain pun melakukan hal yang sama, bahkan ada yang langsung memberikan komentar tanpa membaca secara utuh dan menyeluruh.
Detik.com, pada 25 Oktober 2019 pada pukul 14:16:27 WIB menerbitkan berita berjudul “Menko Mahfud MD Minta Masjid Pemerintah Tak Siarkan Ceramah Adu Domba.”
Pada kutipan langsung, ternyata kalimat Mahfud MD bisa dikatakan positif alias biasa saja.
“Pesan saya ke masjid, agar masjid-masjid Pemerintah itu dikelola secara baik sebagai pembawa pesan agama. Apa pesan agama paling pokok? Membangun kedamaian di hati, membangun persaudaraan sesama umat manusia,” kata Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (25/10/2019).
Pada penghujung berita, kembali dikutip pernyataan mantan Ketua MK itu.
“Tidak boleh mengadu domba, tidak boleh bersifat takfiri, menganggap orang lain kalau tidak sepakat dengan dia berarti musuh, adalah kafir dan sebagainya. Di negara Pancasila ini, kehidupaan keberagamaan dijamin sepenuhnya. Masjid-masjid dikelola dengan baik untuk tidak menimbulkan bibit-bibit permusuhan hanya karena perbedaan pandangan, perbedaan paham dalam kehidupan beragama,” sambung Mahfud MD.
Jika ditelisik dengan beberapa ayat Al-Qur’an, ungkapan Mahfud MD tersebut masih relevan, karena memang di dalam Islam, bersatu dan bersaudara di atas tali iman adalah perintah penting, bahkan ini bisa dikatakan sunnah utama yang sampai saat ini masih diperjuangkan oleh kaum Muslimin.
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat [49]: 10).
Jadi, kalimat Mahfud MD untuk umat Islam yang berada di masjid pemerintahan memiliki sikap toleran sesama Muslim, tidak terdorong mengadu domba saling menuduh kafir adalah kalimat yang normal dan wajar.
Di sini, umat Islam yang aktif di media sosial harus cermat di dalam mendapatkan informasi, jangan pernah tergesa-gesa untuk memberikan respons dan tindakan apapun sebelum benar-benar melakukan check dan rechek (tabayyun).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.” (QS. Al-Hujurât [49]:6).
Kata tabayyanu menghendaki umat Islam teliti, cermat, dan hati-hati. Bahkan Ath-Thabari memaknainya dengan sebuah penerapan yang lebih jelas yakni endapkan dulu, sampai paham betul mengenai duduk soal dan kebenarannya, jangan terburu-buru menerima secara bulat-bulat apalagi mengeluarkan vonis atau minimal tuduhan.
Langkah di atas adalah perintah Islam dimana umat Islam mesti menjalankannya. Terlebih Mahfud MD juga pejabat negara yang beragama Islam, mengedepankan prasangka baik terhadapnya adalah bentuk manivestasi iman kita terhadap sesama Muslim.
Bahwa dalam sepakterjangnya selama ini, Mahfud MD secara politik terkesan berseberangan dengan pandangan mayoritas umat misalnya, maka itu hendaknya tidak menjadi dasar dalam kita menilai, merespons, atau pun apriori dengan seluruh statement-stament-nya.
Perlu kedewasaan berpikir, kebijaksanaan bertindak, dan yang paling penting diamalkannya ajaran agama dalam merespons apapun dan dari siapapun.
Salah Fokus
Ketika satu sisi umat Islam harus cermat dalam mengkonsumsi berita berupa statement pejabat negara mengenai segala hal yang berhubungan dengan kehidupan umat Islam seperti masjid, kedamaian, dan persatuan, maka hendaknya pejabat negara juga tidak gagal fokus di dalam memaknai itu semua.
Posisi Mahfud MD sebagai Menko Polhukam yang bertanggung jawab masalah keamanan di negeri ini hendaknya tidak langsung pertama kali mengulas soal masjid. Terlebih tidak begitu banyak data dan bukti yang dapat dihadirkan perihal masjid sebagai sumber perpecahan.
Apalagi masjid-masjid di lingkungan kantor pemerintahan. Justru yang secara empiris terjadi, terutama belakangan ini, kerusuhan, ketidakamanan itu timbul karena kesenjangan ekonomi, ketidakadilan hukum, serta lemahnya aparat penegak hukum di dalam menjalankan fungsi dan tugas utamanya. Jadi, bukan pengajian, ceramah atau kegiatan apapun yang dilakukan di dalam masjid. Andai pun ada, apakah itu bisa dikatakan semua masjid?
Di saat yang sama, umat Islam pada periode pertama pemerintahan Joko Widodo kerap mendapatkan perlakuan tidak memuaskan yang hingga saat ini tidak ada sistem penjelas yang memadai diberikan pemerintah.
Jadi, strategi komunikasi pejabat negara penting juga diperhatikan, jangan melulu mengarah pada umat Islam bahkan agama Islam. Seperti kehadiran Menteri Agama dalam Kabinet Indonesia Maju yang kata pertama dimunculkan soal radikalisme, hal itu sangat tidak produktif, karena seakan-akan ingin menyebutkan agama berperan strategis dalam melahirkan manusia-manusia radikal.
Ketika pejabat negara memahami hal ini maka insya Allah dalam mengemban amanah strategis dalam memajukan bangsa dan negara para pejabat, terutama para menteri baru di Kabinet Indonesia Maju ini tidak akan mengalami salah fokus.
Sisi politik, hukum, dan keamanan sumber yang paling menuntut segera diatasi adalah pemerataan ekonomi, komunikasi politik yang jelas dan tegas, serta penghentian stigmatisasi dan kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh agama.
Kemudian sisi keagamaan, bukan radikalisme yang sekarang menghantui negeri ini, tetapi lemahnya keimanan, sehingga perilaku korup, suka berbohong, cinta dunia dan menghalalkan segala cara menjadi tabiat sebagian dari penduduk NKRI.
Tugas Menteri Agama adalah bagaimana membangkitkan gairah beragama penduduk NKRI untuk terus meningkatkan iman dan taqwa mereka, sehingga perilaku korup, kegemaran bermaksiat, dan tidak jujur bisa ditekan secara signifikan. Mestinya fokus di situ, bukan malah salah fokus. Allahu a’lam!* Imam Nawawi