Hidayatullah.com | MUJAHID dan mujahidah siber. Istilahnya bombastis. Namun maknanya sangatlah sederhana: Sebarkan tulisan, gambar atau pesan lewat dunia maya!
Kita tahu saat ini abad digital. Berkat internet, penyebaran informasi begitu mudah dan masif di media sosial: Mengapa kita harus menjadi Mujahid dan Mujahidah Siber?”
Karena keburukan pun bisa disebarkan dengan mudah melalui Facebook, Twitter dan WA oleh para penyebar keburukan. Ada yang menjadi ‘ustadz parodi’. Hobinya mencerca ulama, membelokkan hadits nabi dan menjungkirbalikkan pesan ayat-ayat suci.
Anehnya, ‘jamaahnya’ banyak. Ada aktivis-aktivis gelap di dunia maya. Tugasnya membuat berita miring tentang umat Islam, tokoh Islam atau ormas dan partai Islam. Ia senang memojokkan ustadz, habaib dan tokoh-tokoh Islam & aktivis Islam.
Ada selebriti media sosial. Kesukaannya nyinyir terhadap nasehat-nasehat agama dan ulama Islam.
Kita menyaksikan tibaa-tiba muncul para komedian menghina ulama dan habaib.
Baru-baru muncul sekelompok orang yang dengan tiba-tiba memnela penjajah Israel. Rupanya, sudah mulain banyak bermunculan ‘Yahudi pesek’ dan “Yahudi Nusantara”.
Mereka dengan gencar membela penjajah, menafikkan pembantaian dan penjajahan di tempat suci Baitul Maqdis, yang diberkahi.
Inilah fenomena saat ini yang sedang terjadi. Begitulah era digital. Semua orang bebas dari asuh dan asuh, baik yang membangun maupun yang merusak.
Sekarang paham apapun bisa disebar. Menyebarkan informasi begitu mudah, seperti orang meludah.
Sayangnya umat Islam masih ketinggalan dalam memanfaatkan kemajuan era digital. Infrastruktur informasi seperti portal berita banyak dimanfaatkan untuk merusak.
Alhasil, orang tidak baik dan perusak Islam justru lebih mampu mempengaruhi persepsi publik. Dalam teori komunikasi, siapa yang menguasai informasi, dialah yang akan menjadi pemenang.
Era virtual juga belum mengikuti tradisi berkemajuan oleh umat Islam. Contoh, jika masa lalu tradisi gosip dilakukan ibu-ibu sambil mencari kutu, kini dipindah ke WA. Smartphone yang seharusnya menghasilkan “smart society”, malah melahirkan “gossip society”.
Facebook, Twitter, Telegram bahkan Instagram juga masih banyak digunakan untuk hiburan, pamer menu makanan, pamer barang-barang mahal, nampang selfie dan chit chat perkara yang remeh-temeh.
Dunia virtual adalah area dakwah dan penyebaran berita dan pesan-pesan Islam. Karena itu, milikilah akun di media sosial.
Jangan karena alasan bahwa media sosial banyak mudharat, Anda tidak memiliki akun. Kalau orang-orang baik seperti Anda tidak aktif di dunia maya, siapa yang mau memberika pesan-pesan.
Rupanya pepatah ‘diam berarti emas” itu tidak bisa selamanya. Saat ini, orang baik harus berbicara. Jika semua orang diam seperti Ansa, siapa yang mau meng’counter ‘para penyebar keburukan?
Dakwah virtual sebenarnya lebih dahsyat dari dakwah tatap muka. Tatap muka begitu terbatas waktu dan kesempatannya. Di dunia maya, kita bisa kapan saja memberlakukan pesan-pesan ayat suci dan ajaran Nabi. Orangpun dengan mudah membaca, melihat dan mendengar pesan-pesan petunjuk arah kita.
Ayo Sobat Muslim! Jadilah mujahid dan mujahidah siber. Tulislah pesan-pesan Islam. Jika menulis dirasa sulit, sebarkan meme, gambar, video, poster, foto, dan yang yang haq.
Ingat tugas dakwah bukan hanya para da’i, kyai, syaikh, habaib atau ustadz saja. Tugas dakwah dibebankan kepada setiap individu Muslim.
Saatnya kita berdakwa walaupun di Medsos.
بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” (HR: Bukhari Sanad Shohih).*/Abu Fayadh Muhammad Faisal, aktivis anti-pemurtadan dan aliran sesat. Berdomisili di Bekasi Kota dan Kabupaten (Babelan City), Jawa Barat