Oleh: Amri Fatmi MA
MUNCULNYA kemarahan Muslimin Palestina selama 20 hari ini mengejutkan penjajah Israel. Fenomena penusukan dengan pisau terhadap warga Yahudi Israel telah membuat penduduk Israel ketakutan, mulai dari Al Quds sampai Tel Aviv.
Ada beberapa catatan penting dari Intifada kali ini yang membuat Israel ciut.
Para pelaku Intifada ke-3 (menurut sebutan sebagian pengamat, atau Intifada al-Quds) adalah anak-anak Muslimin Palestina yang lahir tahun 90-an, yaitu setelah terjadinya perjanjian Oslo antara Israel-Palestina tahun 1993. Mereka adalah pemuda rata-rata berumur 20 tahun ke bawah.
Ini membuktikan bahwa dugaan pengamat Israel, bahwa generasi yang lahir setelah perjanjian Oslo akan mudah untuk berdamai dan hidup berdampingan dengan pemukim Israel dan mudah diatur dengan hukum negara penjajah Israel, dugaan yang meleset jauh.
Selanjutnya, kemarahan untuk Intifada ke-3 ini dimulai di daerah Al Quds bagianTimur yang secara geografis terletak di daerah yang telah di kepung oleh pemukim Israel.
Melalui hukum yang dibuat, Israel telah menancapkan pengaruh dan kekuasaannya secara paksa terhadap warga Palestina.
Sebagaimana diketahui, Al Quds Timur juga tidak dikuasai oleh faksi perjuangan Palestina, baik Fatah, Hamas, Jihad Islami dan lainnya.
Bahkan Benyamin Netanyahu berkeyakinan, anak Palestina generasi baru dari Al Quds bagian Timur akan mudah tunduk-hina dalam kekuasaan Israel.
Namun, ternyata apa yang terjadi mengubur dalam-dalam keyakinan dan prediksi itu. Dan hal itu menyisakan kekecewaan mendalam pada politikus dan pengamat negara Zionis.
Dengan kata lain, sesungguhnya pisau mereka sebelum menusuk dada dan perut pemukim penjajajah Zionis, telah menusuk lebih dulu dada para pemangku jabatan pemerintah.
Para generari perlawanan ini bukanlah dari Gaza atau Tepi Barat, tapi mereka bergerak dari dalam wilayah dikuasai Israel sendiri. Bahkan sebagian besar pelaku Intifada membawa identitas negara Israel. Ini membuat Zionis betul-betul dibuat bingung.
Rakyat Israel mulai sadar bahwa anak Palestina jiwanya begitu melekat dengan tanah Palestina dan tidak bisa menerima penghinaan dari Zionis sedikit pun.
Batu dan tanah yang mereka lempar telah menyatu dengan darah mereka. Dan mereka masih tetap memandang bahwa kekuatan yang selama ini memaksa mereka agar tunduk adalah penjanjah yang harus dilawan.
Intifada ini dimulai sejak terjadi dipicu oleh pembakaran rumah beserta keluarga Palestina rumah Sa’ad ad-Dawabisyah di Desa Doma, Nablus sampai seorang bayi terbakar hidup-hidup. Kasus Sa’ad membuat seluruh keluarganya meninggal akibat luka bakar serius, kecuali satu anak. [Baca Zionis Bakar Bayi Mungil..]
Kemarahan makin berlanjut ketika para tentara penjajah melarang Muslimin memasuki Masjid Al Aqsha, sementara pemukim Yahudi dibiarkan masuk ke Mesjid bahkan dikawal polisi Israel.
Rakyat Palestina menyadari penjajah Israel mulai membagi kunjungan ke Masjid Al Aqsha berdasarkan waktu antara Muslimin dan Zionis Yahudi.
Selanjutnya pihak penjajah Zionis menyusun rencana untuk membagi tempat Masjid Al Aqsha antara Yahudi dan Muslimin. Hal ini samasekali tidak diterima oleh umat Islam Palestina dan dunia tentunya.
Intifada dan Muqawamah
Intifadha apa artinya? Apa perbedaan dengan muqawamah (perlawanan)?
Intifada berbeda dengan muqawamah karena intifada dianggap sebagai aksi protes bukan aksi perlawanan teroganisir dalam waktu lama.
Ia merupakan kondisi rakyat yang terjadi secara spontan saat mengekspresikan perasaan mereka dengan berbagai macam cara seperti demonstrasi,menutup jalan, pembakaran, melempar batu dan menulis di dinding-dinding dandsebagainya.
Senjata yang dipakai pun adalah senjata ringan yang terdapat di mana saja. Dan dalam Intifada kali ini adalah pisau dan batu. [Baca: Gadis-gadis Palestina Kobarkan Intifada dengan Batu dan Pisau]
Sedangkan perlawanan (muqawamah), jelas. Aksi lebih teroganisir daripada Intifada, dan lebih membuat kerugian besar bagi Israel karena memakai senjata berat. Namun Intifada adalah aksi satu-satunya yang mampu dilakukan rakyat bawah saat para politikus tidak mampu memberikan solusi apa-apa. Apalagi saat ini, saat pejabat tinggi Palestina dianggap tidak punya kekuatan apa-apa di depan Israel.
Saat terjadi penistaan Masjid Al Aqsha, rakyat Tepi Barat dan Gaza tidak bisa membela langsung. Maka penduduk Muslim Al Quds menyatakan kemarahan dengan Intifada.* (BERSAMBUNG), sejarah Intifada
Penulis adalah mahasiswa peserta program doktoral Universitas Al Azhar Kairo