oleh: Rudi Agung
KETIKA deras desakan publik atas pengungkapan kasus Sumber Waras yang terindikasi melibatkan Ahok, KPK berdalih masih menyelidiki niat jahat kasus tersebut. Entah sejak kapan dan UU apa yang mengatur niat.
Awal April 2016 akan ada gerakan damai sejuta umat mendorong KPK mengungkap Sumber Waras yang diduga melibatkan Ahok. Namun belum juga kasus itu selesai, KPK menangkap Sanusi atas dugaan suap kasus reklamasi teluk Jakarta.
Bukankah ini blunder KPK? Kita ke Sumber Waras dulu.
BPK mengungkap enam penyimpangan kasus Sumber Waras. Penyimpangan pembelian lahan Sumber Waras sudah terjadi dari tingkat perencanaan. Rinciannya dari perencanaan, penganggaran, pembentukan tim pengadaan pembelian lahan, pembentukan harga, dan penyerahan hasil.
Transaksi Sumber Waras yang dilakukan akhir tahun juga sangat janggal. Apalagi Ahok telah disarankan BPK untuk membatalkan pembelian itu, tapi ditabrak juga. Lahan Sumber Waras masih sengketa antara Ciputra dan Kartini, Ketua Yayasan Sumber Waras. Ciputra telah membayar DP Rp 50 miliar.
Bahkan, lahan itu juga masih menunggak pajak. Bagaimana mungkin tidak ada niatan tertentu jika lahan tidak layak, bersengketa, dipanjer pihak lain, menunggak pajak, tapi masih dipaksakan dibeli Ahok. Apalagi melihat kejanggalan tiga Pergub soal NJOP, yang diterbitkan dalam waktu singkat. Ada apa? Publik semakin heran mengetahui notaris itu adalah adik ketiga Ahok, yakni Fify.
Simak penelusuran Aktualdotcom, 11/3/2016: dalam proses pembelian tanah Sumber Waras, Pemprov DKI awalnya menggunakan notaris bernama Fifi Lety Indra. Itu tercantum dalam audit yang dilakukan BPK terhadap APBD Pemprov DKI 2014. Namun di tengah proses pembelian, Pemprov justru mengganti Fifi sebagai notaris. Belum diketahui apa motif pergantian itu.
Nah apa latar Fifi, adik ketiga Ahok? Di blog Fifi tertulis: ia memulai karir sebagai praktisi hukum di LBH Jakarta, 1992-1993. Di tahun 2006, Fifi membangun kawasan wisata terpadu di Bukit Batu, Belitung Timur, seluas 40 ribu meter. Ini tercatat di blog pribadinya. Tahun 2008, Fifi sempat bertarung di Pilkada Pangkal Pinang, tapi nyungsep lawan incumbent.
Hal menarik, konsorsium jurnalis investigatif internasional atau ICIJ, mencatat Law Firm milik Fifi. Nama Fifi Lety Indra & Partner, ada di negara parkiran dana tax haven: BVI. Biasanya di British Virgin Islands ini hanya membuat bendera dengan operasionalnya dikuasakan ke pelbagai bank ternama di dunia dengan menggunakan fund invenstment sebagai vehicle. Semisal, UBS, Credit Suisse, Deutsche Bank.
Perusahaan rahasia tanpa kantor, tanpa pegawai, perusahaan yang hanya tercantum di atas secarik dokumen, kerap disebut perusahaan kertas atau paper company. Lantaran itu BVI dikenal sebagai tempat favorit penampungan pencucian uang dan uang haram. Selalu didamba para jiwa korup, pejabat dan pengusaha nakal. Sebab datanya rahasia.
Rekening Offshore dan Tax Haven
Investigasi ICIJ, Fifi Lety Indra & Partner ada di Portcullis TrustNet Chambers P.O. Box 3444 Road Town, Tortola British Virgin Islands. Negara tax haven, sangat seksi menjadi tujuan pelaku pengemplang pajak, pencucian uang, atau kejahatan finansial lainnya. Sila baca: Uang Pengemplang Pajak di Negara Tax Haven (Rol, 24/3/2016).
Lalu, Fify Lety Indra & Partner juga tercatat di laporan bertajuk: The Secret List of OffShore – Companies, Persons and Adresses, Part 72, Indonesia, yang dirilis Bernd Pulch, 2 Februari 2004. Selain Fify, ada sederet nama cukong Taipan dan perusahaan jumbo di Indonesia. Mulai perusahaan otomotif, migas, properti, sampai asuransi.
Kalau mau lihat siapa yang punya rekening offshore di negara tax haven, bisa Anda klik: http://offshoreleaks.icij.org/search, lalu pilih negara dan ketik nama yang mau dicari. Anda bisa juga cari dinasti, eh, keluarga Ahok atau pejabat Indonesia lain. Konglo Taipan jangan ditanya, nyaris semua ada. Nah kehadiran ICIJ, sangat ditakuti.
ICIJ, International Consortium of Investigative Journalists, organisasi media di Amerika ini bekerjasama dengan Le Monde serta mitra media lain guna mengekspos penggunaan perusahaan abal-abal nakal yang disimpan di rekening offshore. Kartini Muljadi juga pernah diungkap ICIJ dalam kasus Swissleak yang menghebohkan.
Jangan lupa, lahan Sumber Waras masih aset Pemda yang berakhir HGB nya 2018, artinya tanpa dibeli pun, secara otomatis lahan itu kembali menjadi milik Pemprov DKI. Kenapa Ahok nekat membeli?
Nah, adakah kaitan Sumber Waras dengan Kartini, Ahok dan adiknya, si Fify? Pihak terkait perlu jeli. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia mengajukan sidang praperadilan Sumber Waras. DPR bilang ini kasus korupsi besar. Asyik bila Dirjen Pajak telisik.
Blunder Reklamasi
Pengungkapan kasus reklamasi berhasil menjerat anggota Dewan Sanusi dan Presiden Direktur Agung Podomoro Land Tbk Ariesman Widjaja. Penangkapan ini membuat Ahok jumawa dan seolah mengaburkan Sumber Waras. Tapi bukankah penangkapan ini makin memperjelas dugaan keterlibatan Ahok?
Polemik reklamasi menghabiskan energi bangsa ini. Publik disajikan perselisihan antara Menteri Susi dengan Ahok. Mereka berselisih soal izin reklamasi yang berada di ranah masing-masing. Susi bilang itu wilayah pusat. Ahok bilang itu wilayahnya.
Izin pun dikeluarkan Ahok melalui Keputusan Gubernur Provinsi DKI Nomor 2238 2014 tertanggal 23 Desember 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra, anak perusahaan Podomoro. Izin itu mendapat kecaman keras dari pelbagai pihak. Dari masyarakat, menteri sampai DPR.
Sindonews.com melansir, Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi meminta Ahok membatalkan izin reklamasi Teluk Jakarta. Menurutmya, Jakarta merupakan kawasan strategis nasional yang diatur Pemerintah Pusat melalui UU, Perpres, PP, Permen, bukan diatur oleh Pergub (Sindonews, 6/4/2015).
DPR berencana akan membentuk panja untuk menyelidik kejanggalan keluarnya izin reklamsi yang telah dikeluarkan oleh Ahok (Tribunnews, 14/4/2015). Wajar protes itu keras karena dengan dikeluarkannya izin pelaksanaan reklamasi tersebut, PT Muara Wisesa Samudera, entitas anak Agung Podomoro, mulai dapat melaksanakan kegiatan reklamasi Pulau G atau Pluit City.
Podomoro memperoleh tiga pulau dengan luas 500 hektare, sedangkan Pembangunan Jaya empat pulau seluas lebih dari 1.000 hektare. Dana proyek ini disebut-sebut mencapai puluhan triliun!
Ahok dulu sering berkoar, dirinya hanya memperpanjang izin yang dikeluarkan mantan Gubernur Fauzi Bowo. Padahal, Foke di 2012 hanya mengeluarkan persetujuan prinsip, sedangkan Ahok mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi, dua jenis izin yang sangat jauh berbeda.
Ahok juga beralibi mendasarkan izinnya pada Keputusan Presiden Nomor 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Keputusan lawas yang diteken penguasa Orde Baru, Soeharto.
Padahal, Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau- Pulau Kecil Sudirman Saad menilai Ahok sudah mengangkangi wewenang menteri kelautan dan perikanan. Teluk Jakarta sudah masuk kawasan strategis nasional menurut sejumlah aturan baru seperti UU No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir serta Peraturan Presiden Nomor 122 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Aroma Kolusi di Balik Reklamasi, Sindonews, 7/5/2015).
Maka pengungkapan kasus reklamasi yang menjerat Sanusi dan Ariesman Widjaja, semakin memudahkan KPK untuk membuka kotak pandora dinasti Ahok. Tak hanya dalam kasus Sumber Waras dan reklamasi ini. Melainkan kasus Trans Jakarta.
Bagaimana mungkin 180 busway yang tidak laik jalan, kini dihancurkan. Padahal baru beberapa bulan. Berapa kerugian negara bila satu bus saja dihargai Rp 3,7 miliar. Padahal, Aceh bisa memiliki bus serupa yang lebih mewah dan lebih murah. Kemana uangnya? Rakyat menanti keseriusan KPK. Adalah naif kalau Ahok bisa lolos.
Untuk menutup tulisan ini, mari kita kutip pengakuan Zengweijian, salah satu tim sukses Fify-Yugo, Fify adik ketiganya Ahok yang kalah telak di Pilkada Pangkal Pinang. Dalam pengakuannya yang tercatat di blognya, Zengweijian menulis, “Ahok ingin jadi Presiden. Ahok minta aku bikin blue-print strategi presidency.”
Tulisan itu dibuat 21 Juni 2014 dari Rutan Salemba. Dulu ia juga aktif di CDT 31, lembaga yang didirikan Ahok. Ia dipenjara lantaran rekayasa kasus narkoba. Itu juga ditulis dalam blog pribadinya.*
Wartawan, Tim Tujuh Kaltara