وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَاماً مَّحْمُوداً
“Dan bertahajudlah pada sebagian malam sebagai tambahan bagimu (Muhammad). Mudah-mudahan Tuhanmu memberikan kedudukan yang terpuji kepadamu.” (QS: Al-Isra’: 79)
“Abadikan momen spesialmu!” Ungkapan itu sering didengar dari iklan di berbagai media masa. Tampak beberapa orang yang berkumpul dengan gaya unik lalu dijepret! Jadilah foto yang indah. Meski tanpa keterangan, tetapi selembar foto itu menyimpan selaksa kenangan. Foto itu pun dicetak dan disimpan rapi. Sepuluh atau dua puluh tahun kedepan tetap berharga. Betul kata pepatah, “Picture can speak more than thousand word.”
Banyak manusia yang mencari saat-saat terindah. Berlibur ke luar negeri mengunjungi tempat-tempat eksotik dan terkenal. Ke Paris, Jepang, dan Amerika. Rela merogoh kocek sedalam mungkin demi mencari tempat-tempat eksotik dan menikmati saat-saat indah seraya diabadikan dalam selembar foto. Foto itu lalu dipasang di mana-mana: media sosial—Facebook, twitter, instagram, line, dan dipajang di dinding rumah.
Foto itu menjadi ekspresi sekaligus indentitas kepuasan dan kebahagiaan. Itu ditandai dengan rekahan senyum yang tergambar di wajah di selembar poto itu. Mereka berburu mencari saat-saat indah. Seperti saat matahari terbenam (sunset). Pergi ke pinggir pantai menikmati debur ombak dan hembusan angin yang membelai tubuh seraya menikmati matahari yang beringsut pelan ke peraduan. Sang surya dengan tampak indahnya dibalut mega-mega merah yang merona. Dan….jepret! Momen itu diabadikan.
Tak sedikit yang mencari momen langka nan indah dengan mendaki gunung tinggi. Rela berjalan mendaki gunung melewati berbagai rintangan demi mencapai puncak dan menikmati saat-saat indah dan berharga di atas gunung. Berusaha agar dapat mencapai puncak sebelum matahari terbit (sunrise). Konon, saat-saat matahari terbit itulah momen yang indah. Ada kepuasan tiada terkira. Dapat mencapai puncak gunung melihat matahari terbit dan melihat awan-awan yang berjalan indah.
Ya, saat-saat indah itulah yang diburu dan dikejar banyak orang. Tak peduli peluh dan lelah yang keluar. Tak peduli sebarapa banyak uang yang keluar. Tak peduli seberapa lama waktu yang dihabiskan. Asalkan dapat mendapatkan dan menikmati saat-saat indah dengan orang tercinta. Menikmati momen langka dan mahal. Demi saat-saat indah itu mereka rela melakukan apapun. Apa yang didapatkan?
Bagaimana dengan Allah Subhanahu Wata’ala Sang Pencipta alam jagad raya ini? Adakah saat-saat spesial yang kita sediakan untuk-Nya? Adakah waktu yang dikhususkan untuk bersaman-Nya? Padahal, ‘kebersamaan’ dengan-Nya jauh lebih indah dari apapun. Jauh lebih asyik daripada melihat sunset dan sunrise dari puncak Gunung Himalaya. Jauh lebih menyenangkan dari sekadar menikmati eksotisme Menara Eifel di Paris. Jauh lebih indah daripada melihat bangunan bersejarah dunia Taj Mahal di India.
Lalu…
Kapankah saat-saat spesial yang bisa digunakan untuk ‘bersaman-Nya?’ Momen indah itu tidak lain ketika di sepertiga malam. Saat penghuni bumi terbuai mimpi. Manusia larut dalam tidur mereka. Nah, pada saat itu, Allah Swt menunggu siapa-siapa di antara hamba-Nya yang bangun, bersujud, dan bermunajat kepada-Nya. Lihatlah bagaimana mesra dan penuh kasih sayang Allah Swt saat memanggil nabi-Nya untuk menunaikan shalat tahajud. Seperti yang tertera pada surah Al-Muzammil ayat pertama, Allah memanggil nama Nabi Muhammad dengan ungkapan “Yaa ayyuhal muzammil.”
Al-Muzammil artinya orang yang berselimut. Penggunaan kata ini sebagai bentuk kedekatan dan kasih sayang Allah kepada Nabi-Nya. Orang Arab, biasanya jika memanggil orang lain dengan julukan sesuai dengan keadaanya. Ketika Ali bin Abi Thalib tertidur di masjid dan badannya dipenuhi dengan debu, maka Rasulullah memanggilnya dengan panggilan yang mesra, “Berdirilah wahai aba turab” –orang yang dipenuhi debu.
Makna al Muzammil sendiri bisa berarti berselimut dengan kain karena kedinginan atau juga bermakna kiasan: berselimut beban dakwah yang luarbiasa di pundah Nabi Muhammad. Maka dari itu, orang-orang yang berselimutkan masalah dalam hidup ini, sudah seharusnya bangun shalat malam dan mengadu kepadanya. Tidak mungkin menghadapi persoalan hidup dengan menggandalkan kekuatan sendiri. Harus melibatkan Allah Subhanahu Wata’ala. Dan, waktu yang paling tepat untuk mengundang keterlibatan-Nya untuk mengatasi segala persoalan hidup adalah ketika shalat tahajud.
Bacalah ayat Al-Qur’an ini. Betapa indahnya gambaran orang-orang yang menyediakan saat-saat spesial mereka di sepertiga malam untuk beribadah kepada-Nya. “Dan orang-orang yang bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka pada waktu malam.” QS. Al-Furqon: 64).
Bagi orang beriman momen terindah mereka adalah saat di waktu hening mereka tenggelam dalam kesyahduan beribadah kepada Allah: menikmati sujud-sujud panjang dengan derai air mata keinsyafan atas dosa yang telah dilakukan. Sengantuk dan selelah apapun mereka akan berusaha bangun. Menyingkirkan selimut dan membasuh wajah mereka dengan air wudhu dan mendatangi sajadah. Waktu tidur mereka sedikit dan lebih banyak menghabiskannya untuk beribadah, bermunajat, dan memohon ampunan-Nya.
Bacalah ayat Al-Qur’an ini. Betapa indahnya gambaran orang-orang yang menyediakan saat-saat terindah bersama-Nya. “Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam, dan pada waktu sahur mereka memohon ampun.” (QS. Adz-Dzariyat: 17-18).* (bersambung)