Oleh: Dr. Khaled M. Batarfi
SETELAH tiga minggu melakukan tur Asia, akhirnya Raja Salman bin Abdulaziz al Saud dan rombongannya baru saja mengakhiri turnya ke Asia, Sabtu (18/3), meninggalkan China untuk kembali ke Arab Saudi pulang ke Arab Saudi.
“Jadi, apa yang begitu penting tentang Indonesia?” Beberapa teman saya bertanya. “Ada apa dengan semua perayaan disini, di Arab Saudi dan juga disana, tentang kunjungan kerajaan? Berapa banyak bisnis yang ada antara kedua negara? Neraca perdagangan memberitakan sekitar 8 miliar dolar. Hal tsb kurang dari jumlah yang dihabiskan seorang turis dan seorang investor di dubai!”
Saya mengatakan kepada teman-teman barat tersebut bahwa cerita nya lebih panjang, lebih kaya, dan penuh dimensi untuk sekedar dijadikan cerpen dalam dolar dan sen. Kami, orang Arab dan orang Indonesia, melebihi cerpen tersebut. Sejak berabad-abad yang lalu.
Tidak seperti Persia, India, Bukhara, China, dan bagian Asia lainnya, Islam mencapai tenggara benua tersebut melalui pedagang Arab. Mereka datang ke pantai pulau-pulau tersebut, dari selatan Arab, menggunakan kapal layar. Sekedar membawa sedikit barang dagangan, namun dengan pikiran cerdas dan kebaikan hatinya.
Baca: Pentingnya Kunjungan Raja Salman bagi RI dan Arab Saudi
Menetap dan mendirikan toko, sehingga, dengan segera, mereka menjadi bagian terhormat dalam kehidupan sosial disana. Mereka tidak berkhutbah, tapi menawarkan sikap bertetangga yang ramah, jujur, baik, toleran, dan hidup berdampingan secara damai. Memimpin dengan contoh. Hal ini menjadikan mereka dipilih sebagai pemimpin dalam tatanan masyarakat saat itu dan diberi status yang terhormat.
Para pedagang Arab mengajarkan Islam secara sederhana, sebagai bentuk yang paling murni. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam. Jutaan penduduk negara tersebut mengikuti jalan yang benar kepada Allah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, sebagai pilihan dan keyakinan. Mereka membawa nilai yang sama, yaitu kejujuran, kebaikan, dan toleransi yang diajarkan nenek moyang nya.
Saat ini, ada 225 juta orang Indonesia dan jembatan mereka menuju Arab Suadi dikuatkan oleh sejarah, budaya, perdagangan, dan agama. Jalan sutera, rute laut, dan, sekarang, pesawat udara, telah membawa mereka lebih dekat ke tanah suci. Dari tahun ke tahun. Saat ini, ratusan ribu muslim Indonesia datag setiap tahun untuk menunaikan haji, perdagangan, pendidikan, dan bekerja. Sekitar 160.000 orang Arab Saudi mengunjungi Indonesia setiap tahunnya untuk berbisnis dan berlibur. Banyak keluarga Arab yang memiliki asal usul Indonesia.
Kami membutuhkan yang serupa.. mungkin lebih! Kunjungan Raja Salman ke Indonesia merupakan kunjungan pertama Raja Saudi selama lebih dari 45 tahun. Dia disambut dengan euforia. Orang-orang antri berbondong-bondong di bawah hujan lebat untuk menyambutnya. Seluruh negeri penasaran tentang rincian program perjalanannya. Bukan hanya umat Islam, penganut agama lain juga, senang mendengar tentang pertemuannya dengan para pemimpin mereka dan pesannya tentang koeksistensi damai, menyerukan toleransi, cinta dan kerjasama.
Ada lima agama besar di Indonesia. 87,2% dari mereka adalah Muslim, 9,95 Kristen, 1,7% Hindu, 0,7% Buddha, dan 0,2% Konghucu. Mereka tinggal di 13.466 pulau dan terdiri dari 300 kelompok etnis pribumi yang berbeda. Bahasa mereka termasuk Bahasa Indonesia, Slang, Bahasa Inggris, sebagai tambahan dari 740 dialek lokalnya.
Kelompok etnis terbesarnya adalah Jawa, yang terdiri 42% dari populasi dan dominan baik secara politik dan budaya. Etnis Sunda, Melayu, dan Madura adalah kelompok non-Jawa terbesar.
Untungnya, rasa kebangsaan Indonesia hadir (selaras) berdampingan dengan identitas regional yang kuat tersebut. Mereka hidup dalam harmoni, menikmati kebebasan dan persamaan hak di bawah demokrasi.
Setelah pengunduran diri Presiden Soeharto pada tahun 1998, struktur politik dan pemerintahan Indonesia telah mengalami reformasi besar. Empat amandemen UUD 1945 di Indonesia telah dirubah secara eksekutif, yudikatif, dan legislatif.
Ratusan perusahaan, besar, menengah dan kecil, bekesempatan bertemu saat kunjungan Raja Salman, perjanjian bernilai miliaran dolar berhasil ditandatangani. Untuk sebuah negara di mana lebih dari 90% dari ekonominya dihasilkan oleh usaha kecil, ini menjadi kabar baik bagi banyak orang yang bekerja keras.
Dan untuk Arab Saudi, dapat belajar banyak dari pengusaha Indonesia. “Visi 2030” kami memberi banyak perhatian kepada perusahaan kecil dan menengah, serta industri pariwisata, industri, teknologi, kesehatan dan petrokimia.
Penjaga dua Masjd Suci dan tuan rumah, Presiden Widodo, membahas, diantaranya 11 pakta, menandatangani perjanjian untuk mengurangi hambatan perdagangan, dan membuat perjanjian baru antara perusahaan energi negara Saudi, Aramco, dan Pertamina. Membangun 6 triliun dolar plan eksisting untuk memperluas kilang minyak terbesar Indonesia tersebut.
Baca: Raja Salman Shalat Sunnah di Istiqlal, Disambut Ribuan Umat Islam
Ratusan ribu orang Indonesia tinggal dan bekerja di Arab Saudi. Mencatatkan diri sebagai 4,19% dari 9 Juta orang asing di kerajaan Saudi diantara 27 juta penduduknya. Sebagian besar merupakan pekerja kasar (buruh), namun tidak sedikit juga merupakan spesialis di rumah sakit, hotel, sekolah, perusahaan konstruksi, jasa haji dan pariwisata. Mereka juga dihargai untuk dedikasi dan etika kerjanya yang baik.
Untuk mereka yang tidak mengerti tentang gegap gempita ini, dan mengapa orang-orang dari kedua negara sangat bersemangat dan gembira tentang kunjungan Raja Salman, mereka perlu melihat kedalam dan kekuatan hubungan historis antara orang-orang Arab dan Indonesia.
Umat muslim mempunyai harapan tinggi tentang solidaritas Islam dengan adanya tur Penjaga Dua Masjid Suci ke dunia Muslim ini. Indonesia adalah negara yang sangat penting dalam umat kami. Negara ini termasuk dalam 20 negara ekonomi utama dan merupakan negara Muslim terbesar dengan seperempat miliar orang. Kami memerlukan masing-masing Anda, saudara-saudara kami!*
Dr. Khaled M. Batarfi adalah seorang penulis Saudi yang berbasis di Jeddah. Twitter @kbatarfi. Artikel diambbil dari Saudigazette Maret 2017, diterjamahkan oleh Khawlah bint al-Azwar