Oleh: Sholeh Usman
Hidayatullah.com | KOMUNIKASI adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku komunikan. (cangara, 2017). KH. Abdullah Said adalah komunikator yang memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk karakter para aktivis dakwah di Nusantara ini.
Sejak masa kecilnya di Sulsel berkecimpun di pemuda Muhammadiyah, sudah nampak sebagai sosok yang berbakat dalam multi talenta. Beliau selain kutubuku, ahli ibadah, juga sangat kuat dalam mengelola tugas-tugas tarbiyah dan dakwah di lapangan.
Dalam kondisi umur masih belasan tahun sudah aktif dalam komunikasi publik melalui khutbah Jumat dan majelis taklim di wilayah kota makassar dan sekitarnya. Kekuatan spirit yang dimiliki lewat ibadah, wawasan luas yang didapatkan lewat kekuatan membaca literasi, secara lengkap menyatu dalam etos kerja dan semangat juang yang tinggi dalam mewujudkan cita-cita besarnya membangun peradaban islam.
Obsesi besar KH.Abdullah Said dalam mewujudkan tatanan masyarakat islam terus menggelora. Tak kenal lelah, malam hari bangun shalat tahajjud, membangun komunikasi transcendental kepada Allah swt, memohon petuntuk. Di siang hari dioptimalkan untuk melakukan komunikasi secara horizontal, mengajak manusia untuk terlibat dalam mewujudkan cita-cita besar ini.
Membangun peradaban Islam, istilah beliau, tidak semudah membalik telapak tangan. Cita-cita agung ini ternyata membutuhkan pengorbanan yang tinggi baik secara lahir maupun batin. KH.Abdullah Said terus menjajaki peluang dan memilih tempat yang strategis untuk bisa menyatukan potensi dari berbagai kalangan dalam rangka mewujudkan tatanan hidup yang bernuansa islami.
Beliau sangat menyadari bahwa idealisme yang dimilikinya sangat sulit untuk diwujudkan dalam realitas kehidupan tanpa melibatkan khalayak, terutama dukungan para tokoh, dan yang lebih utama lagi adalah dukungan pemerintah.
Pada akhir tahun 1969, beliau menetapkan pilihan untuk mewujudkan harapannya itu di Balikpapan Kaltim. Di sinilah beliau melakukan pola kumunikasi yang lebih moderat, membuka ruang koneksi yang lebih besar dengan khalayak. Sebagai sosok komunikator yang handal, KH.Abdullah Said selalu menjadikan komunikasi transcendental kepada Allah swt sebagai basis kekuatan spiritual, yang pada gilirannya menjadi washilah untuk menemukan solusi terhadap kompleksitas persoalan yang dihadapi. Hal ini tentunya didasari oleh hadits rasulullah saw bahwa:
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman:
يا عبادي ! كلكم جائعٌ إلا من أطعمتُه . فاستطعموني أُطعمكم . يا عبادي ! كلكم عارٍ إلا من كسوتُه . فاستكسوني أكْسُكُم
“Wahai hamba-Ku, kalian semua kelaparan, kecuali orang yang aku berikan makan. Maka mintalah makan kepadaku, niscaya aku akan berikan. Wahai hamba-Ku, kalian semua tidak berpakaian, kecuali yang aku berikan pakaian, Maka mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya akan aku berikan.” (HR: Muslim).
Beliau mengajarkan santrinya selalu menjadikan Allah swt sebagai tempat bergantung segala urusan, tempat bersandar dalam segala situasi. Setiap saat beliau berkomunikasi dengan Allah lewat munajat dan doa, tanpa kenal waktu.
Di mata santrinya, beliau sangat masyhur dengan ahli tahajjud yang waktunya cukup lama. Sering memulai shalat malam pada jam 00.00 samapai jam 04.00, benar-benar menikmati ibadahnya.
Dalam beberapa momen KH.Abdullah Said sangat tegas, menyatakan bahwa jangan pernah melakukan dakwah, ceramah, kalau tidak mengamalkan shalat tahajjud. Beliau meyakini, prespektif komunikasi secara horizontal dengan khalayak, harus dilalui dengan membagun komunikasi secara vertikal kepada Allah swt.
Para santri dan warga tidak hanya dididik untuk menata komunikasi kepada Allah swt melalui ibadah mahdhah. KH. Abdullah Said juga sangat peduli terhadap lingkungan sekitar.
Setiap saat para warga dan santri selalu dihimbau untuk menata halaman masjid, halaman sekolah, dan halaman rumah para warga agar selalu nampak bersih dan tertata tapi dengan hiasan taman yang indah. Dan yang lebih spesifik, instruksi beliau melestarikan hutan lindung yang ada dalam lingkungan pondok pesantren.
Beliau bahkan melarang seluruh warga dan santri untuk masuk di area tersebut, demi menjaga kelestarian tumbuhan dan habitat binatang yang ada di lingkungan itu. Apa yang dilakukannya adalah sesuatu yang sejalan dengan prinsip komunikasi lingkungan hidup.
Pakar komunikasi menjelaskan bahwa defenisi komunikasi lingkungan hidup adalah penggunaan pendekatan, prinsip, strategi dan teknik-teknik komunikasi untuk pengelolaan dan perlindungan lingkungan.( Alexander & Cangara, 2018).
Karena itulah, jerih payahnya ini, pada tahun 1984, Kiai Abdullah Said dipanggil ke istana negara untuk menerima Tropy Kalpataru. Sebuah penghargaan tertinggi dari Presiden Republik Indonesia karena Pesantren Hidayatullah yang dirintisnya terpilih sebagai kelompok penyelamat lingkungan hidup.
Hal ini sangat mengejutkan bagi sosok KH.Abdullah Said. Tidak pernah terbayang sebelumnya, bahwa suatu saat akan dipertemukan oleh orang yang paling berpengaruh di negeri ini. Pertemuan presiden Soeharto (almarhum) menjadi angin segar bagi beliau sebagai dukungan publik dalam mewujudkan harapan besarnya.
Beliau sadar betul bahwa cita-cita membangun peradaban Islam tidak mungkin terwujud tanpa dukungan banyak orang, terutama para tokoh. Alhamdulillah sejak pertemuan dengan kepala negara yang berkuasa selama 32 tahun itu, khalayak sebagai komunikan sang komunikator KH.Abdullah Said memberi respon dan apresiasi yang sangat tinggi terhadap Pondok Pesaantren Hidayatullah.
Visualisasi pertemuan Kiai Said dengan Presiden RI menjadi pintu gerbang komunikasi horizontal yang terbuka lebar. Hampir semua tokoh dari pemerintahan, tokoh agama, dan tokoh masyarakat umum memberikan perhatian serius terahadap derap langkah Pesantren Hidayatullah yang di bawah pimpinannya.
Hidayatullah saat ini sudah berumur 50 tahun. Apa yang telah dicapai dari berbagai prestasi saat ini adalah hal yang takterpisahkan dengan warisan pola komunikasi yang telah ditata oleh KH.Abdullah Said semasa hidupnya.
Para kader selalu diarahkan untuk cerdas dalam menata komunikasi kepada semua pihak. Baik dengan pemerintah maupun masyarakat secara umum. Kesemuanya itu dilakukan dengan penataan komunikasi vertikal transcendental melaui munajat dan doa, yang kemudian akan melahirkan kecerdasan dalam komunikasi secara horizontal kepada semua khalayak. Wallahu ta’aala a’lam.*
Sholeh Usman, Ketua Departemen Perkaderan DPP Hidayatullah