Oleh: Muhammad Karim
Hidayatullah.com | Hadits-hadits Nabi yang menceritakan perpecahan dan kehancuran umat Islam dan bangsa banyak bertebaran. Salah satunya yang membahas masalah ini ada di kitab Sunan Abi Daūd, bab Fi Tadā’a al-Umam ‘Ala al-Islām.
“يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا”. فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ “بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ. “فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ : “حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ” وفي رواية :” أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيْرٌ وَلَكِن تَكُوْنُوْنَ غُثَاء كَغُثَاءِ السَّيْلِ يـنتزِعُ الْـمَهَابَةَ مِنْ قُلُوْبِ عَدُوِكُمْ” وفي رواية : “كَيْفَ أَنْتَ يَا ثَوْبَانَ إِذَ تَدَاعَتْ عَلَيْكُمْ الأُمَمُ كَتَدَاعَيكُمْ عَلىَ قَصْعَةِ الطَّعَامِ يُصِيْبُوْنَ مِنْهُ “. قَالَ ثَوْبَانَ : بِأَبِي وَأُمِّي يَا رَسُوْلَ الله أَمِنْ قِلَّةٍ بِنَا؟ قَالَ : “لَا أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيْرٌ وَلَكِنْ يُلْقَى فِي قُلُوْبِكُمُ الْوَهنُ”.
[Hampir saja seluruh umat manusia siap memangsa kalian seperti orang-orang rakus yang mengerubuti makanan dalam wadahnya.” Salah seorang sahabat ada yang bertanya, “Apakah waktu itu jumlah kami sedikit, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Tidak, bahkan jumlah kalian saat itu sangatlah banyak, tetapi kalian seperti buih di lautan. Dan Allah akan sungguh akan mengangkat dari dada musuh-musuh kalian akan rasa rakut dan Allah akan memasukkan kedalah hati kalian penyakit wahn”. Dan sahabat bertanya lagi “Apakah wahn itu, wahai Rasulullah.?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan benci kematian”. ( Abu Daud Sulaiman Bin al-Asy’ats al-Sijistani, Sunan Abi Daūd, (Beirut : Dār al-Kitab al-‘Araby, tt ), Juz 4, 184).
Dalam riwayat yang lain: “Kalian pada saat itu dengan jumlah yang banyak akan tetapi kalian menjadi ghutsā’seperti buih, lalu diangkat dari hati musuh-musuh kalian akan rasa rakut”. (Ahmad bin Hanbal al-Syaibani, Musnad al-Imām bin Hanbal, ( Kairo, Mu’assah Qarṭbah, tt), Juz 2 , 539. No Hadits : 8698).
Di dalam riwayat yang lain disebutkan: “Bagaimana dengan mu wahai Tsauban, jika orang-orang kafir memangsa kalian, seperti orang-orang yang yang memangsa makanan-makanannya di dalam bejana. Kemudian Tsauban menjawab, “ demi ayah dan ibuku wahai utusan Allah, apakah saat itu jumlah kami sedikit?”. Nabi ﷺ menjawab, “tidak, pada masa itu kalian sangat banyak, akan tetapi di dalam hati-hati kalian masuk penyakit wahn]. [1] (Ahmad bin Hanbal al-Syaibani, Musnad al-Imām bin Hanbal, (Kairo, Mu’assah Qarṭbah, tt), Juz 2 , 539. No Hadits : 8698).
Penjelasan Hadits tentang Perpecahan Umat Islam
Hadits di atas terdapat dalam kitab Sunan Abi Daūd, bab Fi Tadā’a al-Umam ‘Ala al-Islām, Abdul Muhsin al-‘Abbad ( menerangkan maksud Fi Tadā’a al-Umam ‘Ala al-Islām di dalam kitabnya Syarah Sunan Abi Daūd:
“أن الكفار يتداعون على المسلمين، ويكون لهم القوة والغلبة، ويكون المسلمون معهم كالطعام الذي يتداعى عليه الأكلة من كل جانب”[2]
[Bahwa orang-orang kafir akan menyerang orang-orang Muslim, dan mereka memiliki kekuatan dan mendominasi, sedangkan kaum Muslim keadaan mereka seperti makanan, yang diserbu oleh pemakan dari setiap sisi.]
Dalam keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa akan terjadi suatu masa kaum kafir akan menyerbu umat Islam dan pada saat itu kaum kafir memiliki kekuatan yang sangat dahsyat. Sehingga Nabi Muhammad ﷺ mengumpamakan orang Islam seperti makanan yang diserbu pada setiap sisi atau sudut.
Adapaun problem yang disampaikan oleh Nabi ﷺ terjadi dari fase ke fase, di saat kehancuran Abbasiyyah yang diserang oleh bangsa Mongol, runtuhnya Andalusia dan dikuasainya Falestina oleh musuh, dan sangat jelas sekali terlihat saat-saat kemunduran Kesultanan Utsmani, bahkan dapat juga dirasakan pada dewasa ini.
Oleh karenanya, menemukan asal usul masalah ini dan mencari solusinya tidak dapat menggunakan logika saja dengan membaca sejarah tanpa memahami hadits istibāqiyyah. Maka oleh karena itu, dibutuhkan pengajian yang dalam terhadap teks dengan cara pendekatan bahasa, agar hadits tetap berlaku sebagai petunjuk dan solusi untuk keluar dari problem-problem umat di masa sekarang. Karena teks-teks Islam merupakan petunujuk yang berlaku sepanjang masa. Oleh sebab itu, perlu mengkaji sejarah dengan menggunakan kaca mata hadits.
Mengkaji sejarah dengan mengunakan hadits merupakan sesuatu yang sangat rumit, maka pendekatan bahasa dalam hadits sangat penting sekali untuk menambah wawasan dan pemahaman terhadap sejarah atau kejadian yang telah berlaku atau yang akan terjadi, sehingga mampu memberikan solusi terhadap permasalahan umat Islam.
Oleh sebab itu, ada beberapa teks hadits di atas yang sangat perlu untuk dipahami. Pertama, tadā’a yang memiliki makna, saling bertemu dan mengajak satu sama lain. Kedua, qaṣ’ah yang bermaknakan, mangkuk yang dimakan sampai berkarat di dalamnya, biasanya sering dibuat dari kayu. Ketiga, al- ghutsā’ yang beratikan, sesuatu yang dibawa oleh arus dari pada buih dan dari remukan sesuatu hal yang ada di muka bumi. Keempat, al-saīl yang memiliki makna, air yang sangat banyak serta bergerak dengan kuat. Kelima, al-haibah yang bermakna, barang siapa yang memuja sesuatu, niscaya dia akan memujanya ketika dia ditakuti dan disegani. Keenam, al-umam, yang mana dalam teks hadits tersebut berartikan, kelompok orang kafir, atau Barat. Ketujuh, wahn, sangat lemah dalam pemikiran, pekerjaan dan begitu juga dalam menyelesaikan suatu perkara. Adapun sebab kelemahan tersebut adalah karena mencintai dunia dan takut akan kematian. (Muhammad Syams al-Haq al-‘Aẓim, ‘Aun al-Ma’būd Syarah Sunan Abi Daūd., Juz 11, 272).
Jadi, pemahaman teks hadits tersebut sangat penting sekali untuk menambah wawasan lebih luas lagi dalam memahami konteks yang terjadi dalam sejarah Islam dengan cara mengkaitkan (irtibāṭ) atau menghubungkan dengan situasi yang telah berlaku (subtillitas applicandi). Adapun point-point penting dalam teks hadits di atas, untuk menambah wawasan secara dalam (ta’ammuq), sehingga mampu memberikan solusi terhadap problem umat dewasa ini, adalah :
Satu, Tadā’a ‘alaikum al-umam
Jika diteliti lebih dalam, problem yang sangat berbahaya untuk kemajuan negara-negara Islam adalah tadā’a ‘alaikum al-umam, yaitu Barat menjajah wilayah Islam, kelompok tesebut akan berkumpul dan membahas cara untuk menyerang umat Islam dan menguasai negara, harta-harta, dan seluruh yang dimiliki orang Islam. (Lihat juga : al-Mala Ali al-Qory, Mirqāt al-Mafātih Syarah Miyskat al-Maṣābih, (al-Maktabah al-Syamilah), Juz.15, 309).
Makna teks tersebut dapat dirasakan, salah satunya ketika Kongres Berlin (Juni-Juli 1878 M) yang dihadiri oleh negara Eropa (Inggris, Prancis, Austria, dan Italia), berdasarkan hasil rapat tersebut Kesultanan Utsmani kehilangan dua perlima dari wilayahnya dan seperlima penduduknya di Balkan dan Anatoliya Timur, tidak hanya itu Utsmani juga merelakan Siprus dan Mesir sebagai jajahan Inggris, dan Tunisia diduduki oleh Prancis. (dalam Eugene Rogan, The Fall Of The Khilafah,4-5). Kelompok kafir atau Barat yang membagi wilayah Islam bagaikan makanan merupakan suatu bencana besar bagi umat Islam.
Oleh karena itu, Sultan Abdul Hamid II mengambil kebijakan Pan-Islamisme untuk melindungi wilayah Islam dari jajahan Barat yang ambisius. Abdul Hamid II mampu mempertahankan kesatuan wilayahnya dari ancaman Barat, namun sebuah gerakan bawah tanah, disebut dengan CUP yang dikendalikan oleh Freemasonry dan Barat berhasil menumbangkan Abdul Hamid II dari kekuasaannya. (BERSAMBUNG) >>> halaman 2 <<<<<