Sambungan artikel PERTAMA
Sebelum dihapuskannya Kesultananan Utsmani sesuai dengan perjanjian kaum intelektual dengan Barat, kekuasaan dikendalikan Freemasonry melalui CUP. Sehingga yang menempati jabatan penting dalam pemerintahan Turki Utsmani orang-orang Yahudi dan Negara-negara Barat (Kaum Kafir) berhasil menguasai secara total wilayah Islam setelah runtuhnya Kesultanan Utsmani, yang diistilahkan dengan al-‘Akalat ‘ila Qāṣ’atihā.
Adapun problem Tadā’a ‘alaikum al-umam ini, tidak hanya terjadi pada masa Turki Utsmani saja, sadar atau tidak problem ini bisa kita rasakan pada saat sekarang ini. Oleh sebab itu, menemukan sebab terjadinya problem tersebut dengan menggali makna teks hadits di atas sangat diperlukan untuk menemukan suatu solusi, adapun pembahasannya sebagai berikut.
Dua, al-Ghutsā’
Ketika Nabi Muhammad ﷺ menyampaikan suatu peristiwa dahsyat, bahwa kaum Kafir akan menjajah umat Islam bagaikan orang-orang yang menyerbu hidangan makanan. Mendengar hal tersebut, para Sahabat mengira bahwa problem tersebut disebabkan karena jumlah kaum Muslim yang sedikit, kemudian Nabi menjelaskan bahwa jumlah Muslim pada saat itu banyak, akan tetapi keadaan kalian seperti ghutsā’, terpecah tanpa kesatuan.
Artinya, sebab Barat berhasil menguasai wilayah Islam adalah persatuan dan kesungguhan mereka untuk menghancurkan Islam dan pada saat itu umat Muslim dalam keadaan tanpa kesatuan, bahkan bermusuhan satu sama lainnya. Hal demikian merupakan metode Barat untuk menghancurkan umat Islam yang diistilahkan dengan farriq tasud (pisahkan niscaya engkau akan menguasai).
Terpecahnya kelompok Muslim dan saling bermusuhan satu sama lain, Nabi menggabarkan dengan Istilah al-ghutsā’. Oleh karena itu ada beberapa makna yang tersirat pada teks al-ghutsā’, antara lain. Pertama, dedaunan pohon yang hancur dan usang yang apabila mengalir air dengan deras maka ia akan terlihat seperti buih. Artinya, suatu komunitas yang menjadi mayoritas namun tidak memiliki kekuasaan untuk meguasai. Kedua, sesuatu yang serupa dengan buih akibat masuk kedalam air yang deras dan benda tersebut tidak bisa dimanfaatkan sama sekali. (Lihat : Abu Bakr al-Adni, Manhaj al-Salāmah al-Wā’i Syarah Manẓūmah Dalīl al-Dā’I ila Afḍāl al-Masā’i. (Aden : Markaz al-Ibdā’ al-Tsaqāfi, 2006)). Artinya, buih sama sekali tidak memiliki kekuatan, pergi kemanah arah ombak menghantamnya.
Jadi, begitulah gambaran penyakit umat Islam dihantam dan dijajah oleh kaum kafir atau Barat, akibat perpecahan. Dalam makna teks al-ghutsā’ tersebut dapat kita pelajari, bahwa perpecahan adalah suatu tanda yang melahirkan permasalahan besar, yaitu dijajah dan dikucilkan oleh musuh.
Oleh karena itu, Barat melakukan kerjasama dengan para pejabat Kesultanan diberbagai wilayah Utsmani dan pejabat tersebut menjadi antek Inggris, (Muhammad Harb, al-Utsmāniyyūn fi al-Tārīkh wa al-Haḍārah,120) sehingga menyebabkan perpecahan internal. Adapun perpecahan di internal Utsmani dapat dilihat dari pemberontakan dan perselingkuhan pejabat Utsmani. (Ali hasun, Tarikh Tārīkh al-Daulah al-‘Utsmāniyyah wa ‘Alāqōtuhā al-Kharījiyyah, 369).
Kerjasama antara zionisme dan Fremasonry beserta Gerakan Turki Muda maupun Komite Persatuan dan Kemajuan sebuah bukti telah terpecahnya pihak internal, yang mana para intelektual tidak lagi bekerjasama dengan Sultan dan para ulama. Bahkan mereka berusaha untuk meruntuhkan Sultan Abdul Hamid II yang dekat dengan para ulama. (Muhammad Harb, al-Utsmāniyyūn fi al-Tārīkh wa al-Haḍārah.,89). Selain permasalahan itu, wilayah Utsmani di tanah Arab juga mengalami perpecahan yang tidak kalah hebatnya.
Sebagaimana di pusat Utsmani memiliki gerakan bawah tanah untuk menghancurkan Kesultanan, maka di Arab juga ada gerakan Qathaniyah yang bertujuan untuk memisahkan diri dari Kesultanan Utsmani, gerakan ini didirikan di Prancis pada tahun 1909, artinya gerakan ini tidak lepas dari pengaruh Eropa agar memudahkan mereka menguasai wilayah-wilyah Islam. (Ali bin Muhammad al- Shalabi, al-Daulah al-‘Utsmāniyyah ‘Awāmil al-Nuhūḍ Wa Asbāb al-Suqūt,,,Juz II, 106). Perpecahan antara Arab dan Turki Utsmani semakin kuat pada saat terjadinya perang dunia 1 (1914-1918), Arab lebih memilih berpihak kepada Inggris, Prancis, dan Rusia ketimbang dengan Kesultanan Utsmani.
Jadi, perpecahan umat Islam sangat terlihat nyata dan tidak bisa ditutupi, ironisnya pada saat sekarang ini perpecahan itu dapat dirasakan, yang mana perpecahan tersebut didukung dan dibantu oleh musuh-musuh Islam sendiri. (Lihat, Muhammad Rasyid Ridho al-Husaini, Tafsīr al-Qur’ān al-Hakīm Tafsīr al-Manār, ( Kairo : al-Khai’at al-Meṣriyyah al-‘Amah li al-Kitāb, 1990 M), Juz 7, 413).
Kemudian, dengan jelas problem umat Islam sampai pada tahap dimangsa serta dijajah oleh Barat merupakan karena perpecahan dan saling mencekal sesama Islam. Karena Barat tidak akan berhasil menjajah umat Islam selama umat Islam tidak terpecah dan saling berperang sesamanya. Hal tersebut telah disampaikan oleh Nabi Muhammad ﷺ lewat haditsnya dalam shahih Muslim no hadits 2889 :
” إِنَّ اللهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ، فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا، وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا، وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ، وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي أَنْ لَا يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ، وَأَنْ لَا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ، فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ، وَإِنَّ رَبِّي قَالَ: يَا مُحَمَّدُ إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لَا يُرَدُّ، وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ أَنْ لَا أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ عَامَّةٍ، وَأَنْ لَا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ، يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ، وَلَوِ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا – أَوْ قَالَ مَنْ بَيْنَ أَقْطَارِهَا – حَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا، وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا ”
“Sesungguhnya Allah menghimpun bumi untukku lalu aku melihat Timur dan Baratnya dan sesungguhnya kekuasaan ummatku akan mencapai yg dihimpunkan untukku, aku diberi dua harta simpanan; merah & putih, dan sesungguhnya aku meminta Rabbku untuk ummatku agar tak dibinasakan oleh kekeringan menyeluruh, agar Ia tak memberi kuasa musuh untuk menguasai mereka selain diri mereka sendiri lalu menyerang perkumpulan mereka, dan sesungguhnya Rabbku berfirman: ‘Hai Muhammad, sesungguhnya Aku bila menentukan takdir tak bisa dirubah, sesungguhnya Aku memberikan untuk umatmu agar tak dibinasakan oleh kekeringan menyeluruh, Aku tak memberi kuasa musuh untuk menyerang mereka selain diri mereka sendiri lalu mereka menyerang perkumpulan mereka meski mereka dikepung dari segala penjurunya hingga sebagaian dari mereka membinasakan sebagaian lainnya dan saling menawan satu sama lain.] (Muslim bin al-Hajaj Abu al-Hasan al-Qusyari al-Naysaburi, al-Musnad al-Ṣahīh bi naqly al-‘Adl ‘an al-‘Adl ila Rasūlillah, (Beirut : Dār Ihyā’ al-Turāts al-‘Araby ), Juz. 4 , 2215).
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Jadi, apa yang telah dikabarkan Nabi pada hadits istibāqiyyah di atas dapat kita lihat kejadiannya lewat sejarah (tārīkh). Bahwa kekuasaan Islam terbentang dari Barat sampai Timur pada masa kejayaan Kesultanan Utsmani. (Herdiansyah, Deden A, Jejak Kekhalifahan Turki Utsmani Di Nusantara, Pro-U Media, 2017). Barat tidak akan berhasil menguasai wilayah Islam kecuali adanya perpecahan umat dan menjadikannya berkelompok-kelompok. Maka oleh karena itu, mengingat pentingnya persatuan, Imam al-Juwainy (419-478 H) mengatakan :
” أن الغرض من الإمامة جمع الآراء المشتتة وارتباط الأهواء المتفاوتة ”
[Bahwa sesungguhnya tujuan utama dari kepemimpinan adalah menyatukan perpecahan dan mengikat percerain.] (dalam Abdulmalik bin Abdullah al-Juwainy, Ghiyāts al-‘Umam wa al-Tiyāts al-ẓulam, (Iskandariyah : Dār Da’wah, 1979), 126).
Oleh karena itu, problem yang menyebabkan umat Islam terpecah tanpa kesatuan (al-ghutsā’) merupakan sesuatu hal yang urgen untuk diketahui penyebabnya. Menelaah secara dalam dengan melihat siyāqu al-kalām, ketika Nabi menyampaikan antum ghutsā’ ka ghutsa’ al-saīl yulqā ‘alaikum al-wahn. Maka, secara langsung kita dapat mengetahui penyebab umat Islam seperti ghutsā’ adalah wahn, yaitu merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena mecintai dunia dan takut akan kematian.*
Asatidz Tafaqquh Study Club, Pekanbaru