Sambungan artikel PERTAMA
Perbedaan Pluralitas dan Pluralisme Agama
Sebagian umat Islam masih bingung membedakan antara pluralitas agama dan pluralisme agama. Pluralitas agama merupakan fakta adanya keragaman dan perbedaan agama di dunia ini.
Pluralitas adalah ketentuan Allah sunnatullah, oleh karena itu merupakan sesuatu yang tidak dapat diingkari. Sedangkan pluralisme agama adalah pandangan, pemikiran, sikap dan pendirian seseorang terhadap realitas kebhinekaan dan fakta perbedaan tersebut.
Secara khusus pluralisme agama adalah pandangan, fikiran, keyakinan bahwa agama-agama yang berbagai dan berbeda-beda itu mempunyai kesamaan dari segi ontologi, soteriologi dan epistemologi. Seperti dikemukakan Peter Byrne, professor di King’s College London UK, pluralisme agama merupakan persenyawaan tiga tesis.
Pertama, semua tradisi agama-agama besar dunia adalah sama, semuanya merujuk dan mengisyaratkan kepada suatu realitas tunggal yang transcendent dan suci. Kedua, semuanya sama-sama menawarkan jalan keselamatan. Dan ketiga, semuanya tidak ada yang final. Artinya, setiap agama mesti senantiasa terbuka untuk dikritik dan diteliti kembali.
Perbedaaan Pluralisme Agama dan Toleransi Agama
Pluralisme agama juga tidak berarti toleransi beragama. Islam memang agama yang toleran dan mengajarkan toleransi kepada umatnya sejak awal. Bahkan Islam sama sekali tidak mempermasalahkan toleransi beragama.
Yang menjadi masalah dalam Islam adalah ketika ajaran toleransi Islam dikaitkan dengan pluralisme agama, maka akan disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kesetaraan semua agama dan menganggap semua agama benar.
Anggapan bahwa pluralisme agama adalah sama dengan toleransi agama adalah anggapan yang subjektif, sangat semberono dan kurang cermat berpunca daripada kegagalan seseorang untuk memahami hakikat doktrin pluralisme agama. Malah, tanggapan ini ditolak mentah-mentah oleh pakar dan pendukung pluralisme agama sendiri.
Sebagai contoh, Diana L. Eck, pengarah The Pluralism Project di Universiti Harvard, Amerika Syarikat dalam penjelasan resmi berjudul “What is pluralism?” dan diulangi dalam “From Diversity to Pluralism”, menyajikan empat karateristik utama untuk mengidentifikasi ajaran pluralisme agama secara terperinci. Dalam karakter yang kedua, ia mengatakan “pluralism is not just tolerance, but the active seeking of understanding across lines of difference. Tolerance is a necessary public virtue, but it does not require Christians and Muslims, Hindus, Jews and ardent secularists to know anything about one another. Tolerance is too thin a foundation for a world of religious difference and proximity. It does nothing to remove our ignorance of another, and leaves in place the stereotype, the half-truth, the fears that underlie old patterns of division and violence. In the world in which we live today, our ignorance of one another will be increasingly costly”.[2]
Dalam perkara ini, Eck secara terus terang mengatakan bahwa “pluralism is not just tolerance” yang bermakna “pluralisme bukanlah sekadar toleransi semata-mata”. Tetapi pluralisme adalah pencarian aktif untuk pemahaman yang melampaui perbedaan antar agama.
Implikasi Pemikiran Liberalisme dan Pluralisme Agama terhadap Umat Islam
- Menyebabkan kelonggaran kepada batas-batas yang menjejaskan iman
Antara implikasi terbesar pemikiran liberalisme agama adalah meniadakan sama sekali hukum-hakam yang boleh menggelincirkan iman seseorang. Ia adalah berdasarkan faham siapapun yang membenarkan dalam hati dan mengaku dengan lidah, maka ia dianggap kekal beriman dengan sempurna walaupun orang tersebut tidak melakukan sebarang amal perbuatan seorang muslim separti shalat, zakat, puasa dan haji. Bahkan jika dia melakukan kemungkaran yang dapat menyebabkan kekafiran seperti menyembah berhala dan sujud ke matahari, dia masih dianggap beriman selama dia masih tidak percaya dengan perbuatan itu di dalam hatinya.
Di antara kebatilan liberalisme agama adalah menafikan hukum syar’I berkenaan kaidah menentukan hukum ke atas manusia secara dzahir iaitu:
نحن نحكم بالظواهر والله يتولى بالسرائر
“Kita berhukum secara zahir, manakala bagi diserahkan perkara-perkara tersembunyi.” (Lihat Talkhis al-Habir fi Ahadith al-Rafi‘i al-Kabir, 4/192).
- Mengubah Islam menjadi agama kepercayaan semata-mata
Pemikiran liberalisme agama dapat menjadi sumber isi Islam yang mencakup berbagai aspek kehidupan manusia dihilangkan. Akibatnya, Islam akan menjadi agama iman semata.
Hanya dengan beriman dalam hati dan mengucapkan dua kalimat syahadat, maka ia dianggap sebagai mukmin yang sempurna. Pemahaman ini menyebabkan fakta bahwa agama yang dibawa oleh para Rasul a.s., pesan kitab suci dan bentrokan yang terjadi antara orang-orang yang beriman dan orang-orang kafir tidak ada artinya. Hal ini karena ia tidak memperjuangkan konsep “menyerah” sebagai pihak yang terkandung dalam makna Islam itu sendiri, melainkan hanya menerima ucapan syahadat sebagai penilai kesempurnaan keimanan seseorang.
Konsep ibadah juga tidak akan mempunyai arti apapun Ini karena ia hanya mementingkan pengakuan hati dan lidah sedangkan ibadah meliputi berbagai amalan zahir yang menjadi lambang ketundukan, kehinaan dan ketaatan manusia sebagai hamba Allah SWT. Ibadah shalat, zakat, puasa dan haji, kesemuanya adalah ibadah zahir yang wajib dilakukan oleh setiap hamba bagi membuktikan keimanan mereka kepada Allah SWT.
Ia adalah sasaran dan tujuan mereka diutuskan di muka bumi ini. Firman Allah SWT dalam surah al-Dhariyyat ayat 56 :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan (ingatlah) Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk mereka menyembah dan beribadat kepada-Ku.” (Surah al-Dhariyyat :56)
- Mengubah Persepsi umat Islam terhadap dosa dan azab Neraka
Liberalisme agama mencoba menjadikan iman itu tidak akan sekali-kali tergugat dengan dosa dan maksiat yang dilakukan oleh anggota badan. Faham ini adalah amat bertentangan dengan nas-nas al-Qur’an dan hadits berkenaan dosa dan maksiat.
Nas-nas syarak telah menetapkan bahwa dosa syirik dan kekufuran tidak sekali-kali akan diampunkan oleh Allah SWT di hari akhirat kelak. Manakala dosa selain kedua-duanya, telah dijanjikan Allah SWT dengan balasan tertentu di dunia dan di akhirat berdasarkan kecil atau besarnya dosa tersebut.
Karena itu, siapapun yang mengatakan seorang mukmin atau muslim yang berdosa tidak sekali-kali akan diazab di akhirat kelak, ia adalah kenyataan yang membohongi Allah SWT dan Rasul-Nya ﷺ.
Antara ayat-ayat al-Qur’an yang menunjukkan balasan Allah SWT terhadap mereka yang melakukan dosa-dosa kecil adalah kesemua ayat yang menyebut tentang balasan Allah SWT terhadap perbuatan manusia secara umum.
Sebahagian ayat-ayat tersebut adalah separti berikut :
لَّيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلَا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ ۗ مَن يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِن دُونِ اللَّـهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا
“(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.” (Surah al-Nisa’ : 123)
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
- Menghapuskan eksklusiviti kebenaran pada agama Islam dan meletakkan agama Islam seriring dengan kedudukan agama lain
Secara ringkas beberapa implikasi buruk yang bakal menimpa sekiranya pengaruh pluralisme agama dibiarkan hidup di dalam negara atau di seluruh dunia yaitu:
- Penghapusan agama itu sendiri disebabkan usaha untuk menyeragamkan semua agama dan menolak setiap tumpang tindih yang terjadi yang melibatkan perbedaan pemahaman atau keyakinan.
- Pluralisme skeptik yang menjurus kepada kesangsian dan keraguan terhadap kewujudan agama dan kepercayaan.
- Ancaman ke atas Hak Asasi Manusia terutama hak untuk mengamalkan agama atau kepercayaan masing-masing.
- Kedudukan Islam sebagai agama resmi di negara akan terkikis sedikit demi sedikit demi memenuhi tuntutan mereka yang menafikan kelebihan atau keistimewaan mana-mana agama.
- Agama akan menjadi tidak lebih melainkan urusan pribadi masing-masing dan mustahil untuk dijadikan sebagai undang-undang (syariah) karena ketika itu yang wujud hanyalah etika dan moral yang diakui bersama.
- Agama akan menjadi sesuatu yang boleh dipermain-mainkan, setiap individu berhak untuk masuk atau keluar daripada agama sesuka hatinya akibat hilangnya kekudusan atau kesucian sebuah agama.
- Wujudnya agama baru yang mengajak manusia supaya tidak beragama, walaupun golongan pluralisme menafikan tetapi dari sudut teori dan praktik ini bakal akan berlaku sekiranya pluralisme diterima masyarakat dunia.
Pertahanan Akidah
Berdasarkan paparan di atas, tuntasnya kami simpulkan bahwa liberalisme dan pluralisme agama adalah serangan pemikiran yang merupakan strategi Barat paling ampuh guna melumpuhkan pertahanan akidah umat Islam dari luar. Ia berlaku dengan memasukkan ideologi-ideologi ciptaan mereka secara halus dan tanpa disadari.
Ideologi-ideologi yang ditawarkan dengan jelas boleh memberi kesan langsung terhadap akidah dan syariah Islam. Bahkan ia terbukti telah meninggalkan dampak yang amat besar sehingga mengujudkan masyarakat Islam yang hilang jati diri dan nilai keimanan.
Justeru, kami menyeru agar umat Islam membenteng diri daripada terpengaruh dengan ideologi-iedologi tersebut dan senantiasa dikurniakan petunjuk dan hidayah Allah SWT untuk membedakan antara yang haq dan yang batil.*
Mufti Wilayah Persekutuan. Bahan diambil dari Bayan Linnas Siri ke-203: Bahaya Serangan Pemikiran, https://muftiwp.gov.my