Hidayatullah.com—Pengasuh Lembaga Pengembangan Da’wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah Yahya Zainul Ma’arif, yang lebih akrab disapa Buya Yahya menerima gelar profesor kehormatan bidang hukum Islam di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), hari Rabu (19/1/2023).
“Hari ini Fakultas Hukum Unissula menambah satu guru besar baru di bidang hukum Islam. Sehingga Fakultas Hukum Unissula saat ini memiliki 13 profesor,” ujar Rektor Unissula Prof Dr Gunarto SH MH dalam sambutanya.
“Mewakili Mendikbudristek sebagaimana amanah dalam pasal III Permendikbudristek No 38 tahun 2022 tentang pemberian gelar guru besar kehormatan. Hari ini kami mengukuhkan profesor kehormatan kepada Prof Dr Yahya Zaenul Muarif Lc MA PhD. Semoga Allah SWT merahmati,” ungkap Gunarto dikutip akun Facebook resmi Universitas Islam Sultan Agung (Unissula).
Ia menambahkan secara keseluruhan saat ini Unissula memiliki 29 guru besar. “Saat ini Unissula telah memiliki 29 guru besar merupakan jumlah guru besar terbanyak diatara perguruan tinggi swasta di Jawa Tengah,” pungkas Gunarto.
Menurutnya, Buya Yahya merupakan profesor kehormatan ke tujuh Fakultas Hukum Unissula. Adapun enam tokoh nasional lainnya yang mendapat gelar serupa yakni Prof (HC) Dr Anwar Usman, Prof (HC) Dr Dedi Prasetyo, Prof (HC) Dr Edi Slamet Irianto, Prof (HC) Dr Widhi Handoko, Prof (HC) Yeheskiel Minggus Triyanda dan Prof (HC) Dr Maruf Cahyono.
Sementara itu Drs Azhar Combo mengharapkan Buya Yahya dapat terus menjadi ulama pemersatu umat. “Mudah mudahan Prof Buya Yahya bisa tambah semangat dalam membimbing umat. Bisa terus menjadi tokoh pemersatu umat dan semakin memperkokoh ukhuwah islamiah,” ungkapnya.
Sementara Buya Yahya dalam pidatonya mengatakan seorang ahli fikih harus mawas diri dan mengetahuhi batas yang tidak boleh dilampaui. “Seorang ahli fikih harus mengetahui batas yang tidak boleh ia lampaui. Jika sudah sampai batasanya, ia harus mempercayakan keputusan hukum kepada pakar disiplin ilmu yang lainnya,” ungkap pria yang meraih pendidikan S1 dan S2 di Universitas Al-Ahgaf, Hadramaut, Yaman ini dalam sambutan pengukuhannya sebagai guru besar kehormatan bidang hukum Islam di Unissula.
Lebih lanjut pria yang pernah nyantri di Pondok Pesantren Darullughoh Wadda’wah (Dalwah) Bangil – Pasuruan selama 8 tahun di bawah asuhan Habib Hasan Bin Ahmad Baharun ini menjelaskan ahli fikih harus mampu berkomunikasi efektif dengan para pakar disiplin ilmu yang lain begitu juga sebaliknya.
Menurutnya, dengan komunikasi yang baik, membuat produk hukum yang dihasilkan akan menjadi solusi besar problematika umat. Ia mencontohkan seorang ahli fikih yang tidak tahu permasalahan bayi tabung harus duduk dan bertanya panjang lebar kepada dokter yang mengerti urusan tersebut.
Dan pembahasannya pun tidak hanya seputar bayi tabung dari segi kedokteran saja, akan tetapi ada pembahasan lain yang mengiringi proses pelaksanaan bayi tabung.
Pembahasan lain yang dimaksud seperti adanya kemungkinan sperma suami yang ditukar dengan sperma orang lain. Hal itu bisa saja terjadi karena ketidakjujuran dokter atau rumah sakit yang hanya mementingkan prestasi rumah sakit sehingga tidak memerhatikan sisi syariatnya.
“Berdasarkan hal tersebut, komunikasi pakar fikih dengan ahli kebidanan dan kandungan akan menghasilkan suatu produk pelestari semesta yang luar biasa. Terwujudnya rumah sakit yang islami dan ditangani oleh pakar medis yang handal dengan melibatkan ahli fikih yang mumpuni,” ungkap pengasuh Pesantren Al Bahjah tersebut.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut Ketua Bidang Pendidikan YBWSA Drs Tjoek Subhan Sulchan beserta pengurus yayasan lainnya. Hadir pula pimpinan 11 Fakultas di Unissula.
Adapun rapat senat pengukuhan guru besar tersebut di buka oleh ketua Senat Unissula Prof Dr Anis Masdurohatun SH MHum.*