Hidayatullah.com– Regulator siaran televisi dan radio Turki, yang dikenal dengan sebutan RTUK, menjatuhkan hukuman denda atas tiga kanal televisi terkait laporan mereka yang bersifat kritis terhadap penanggulangan bencana gempa yang belum lama ini mengguncang negara itu.
Hari Rabu (22/2/2023), RTUK menghukum denda Halk TV, Tele 1 dan Fox TV Turkiye atas laporan-laporan mereka yang mengkritisi upaya penanggulangan bencana oleh pemerintah usai dua gempa merenggut nyawa lebih dari 42.000 orang, lansir Arab News.
RTUK mendenda Fox TV dan Halk TV sebesar 3 persen dari pendapatan iklan bulanan mereka disebabkan jurnalis kedua media itu mengatakan respon pascagempa pemerintah lambat dan tidak efektif.
Halk TV didenda sebesar 5 persen dari pendapatan iklan bulanan mereka dan program-programnya dihentikan lima kali karena menayangkan komentar Ahmet Sik, seorang anggota legislatif dari Partai Pekerja Turkiye.
Tele 1 dikenai sanksi yang sama karena jurnalisnya mengomentari pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan dan kebijakan-kebijakannya.
Sanksi-sanksi itu dipandang sebagai upaya Erdogan menjegal suara-suara oposisi menjelang pemilihan umum bulan Mei.
Sebagaimana diketahui, Halk TV memiliki keterkaitan dengan Partai Rakyat Republik, oposisi utama di Turki.
Ilhan Tasci, seorang anggota RTUK dari partai CHP, mengatakan hukuman denda itu bermotif “politik” merupakan “pengkhianatan terhadap kerja jurnalisme”.
“Sementara mereka yang yang mendistorsi dan menyensor kebenaran ditepuk-tepuk punggungnya, mereka yang mengejar kebenaran dibungkam,” kata Ilhan Tasci.
Pakar-pakar media lokal dan internasional serta serikat-serikat jurnalis juga mengecam denda tersebut.
Pengamat media Committee to Protect Journalists (CPJ) menyeru agar otoritas Turki mencabut keputusan tersebut dan mengawal kebebasan media di negara itu.
“Jurnalisme kritis di masa berkabung atas kehilangan nyawa puluhan ribu orang akibat gempa mungkin kelihatannya kasar, tetapi itu juga dapat membuka jalan menuju keadilan bagi para korban dan regulasi yang lebih baik guna menyelamatkan banyak nyawa di masa mendatang,” kata Carlos Martinez de la Serna, direktur program CPJ, seraya mendesak agar otoritas Turki membatalkan denda dan menahan diri untuk tidak membungkam kritik terhadap pemerintah dan institusinya.
Pada tahun 2022, Turkiye menempati peringkat ke-149 dari 180 negara dalam indeks kebebasan pers terbaru yang disusun organisasi Reporters Without Borders
Oposisi, para pakar dan kelompok-kelompok peduli hak internasional menuding RTUK menggunakan undang-undang media yang kontroversial untuk menghukum media independen dan RTUK justru berfungsi sebagai instrumen dari rezim otoriter Erdogan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sejak 6 Februari, menyusul gempa, pihak berwenang Turkiye sudah menangkap 78 orang yang dituduh menimbulkan ketakutan dan kepanikan sdengan membagikan konten-konten terkait gempa di media sosial.
Awal tahun ini, Turkiye memblokir akses Twitter selama 12, dengan alasan platform media sosial itu dipakai untuk menyebarkan informasi yang menyudutkan pemerintah terkait penanggulangan bencana.
Tentu saja tindakan itu mengundang protes masyarakat, yang menggunakan Twitter untuk mencari kabar tentang sanak keluarganya yang menjadi korban gempa.
Blokir kemudian dibuka setelah kepala hubungan global Twitter, John Hughes, dan direktur kebijakan publik Twitter di Turki, Ronan Costello, bertemu dengan para pejabat Turki hari Rabu (8/2/2023), lapor CNBC.*