Hidayatullah.com– Kanada akan mendeportasi 700 mahasiswa asal India setelah pihak berwenang mengidentifikasi mereka menggunakan dokumen palsu untuk mendaftar di berbagai perguruan tinggi dan tinggal di negara Amerika Utara itu.
Canadian Border Security Agency mengeluarkan surat pemberitahuan deportasi kepada mahasiswa itu, yang kebanyakan tiba di Kanada melalui perusahaan jasa migrasi yang berbasis di Punjab, lapor koran Times of India Kamis (16/3/2023).
Dokumen-dokumen palsunitu baru diketahui ketika para mahasiswa mengajukan izin residensi permanen di Kanada. Dokumen masuk perguruan tinggi yang menyertai formulir permohonan mereka ternyata palsu.
Sebagian besar mahasiswa yang sekarang terancam deportasi, dilaporkan telah menyelesaikan pendidikan mereka, mengajukan dan menerima izin kerja, dan mengumpulkan pengalaman kerja yang diperlukan untuk mengajukan izin residensi permanen.
Semua 700 mahasiswa itu mengajukan visa pelajar usai menyelesaikan sekolah menengah atas (kelas 12) melalui sebuah firma Education Migration Services di Jalandhar, Punjab.
Perusahaan konsultansi migrasi lewat pendidikan yang dipimpin oleh Brijesh Mishra itu memasang tarif hampir $20,000 (INR 1.600.000) untuk setiap calon mahasiswa, konon untuk biaya pengurusan migrasi termasuk pendaftaran masuk Humber College, lapor Indian Express (TIE).
Biaya ini belum termasuk termasuk ongkos penerbangan (pesawat), yang paling rendah berbiaya $1.600 (INR 135.000) sekali jalan, dan besaran security deposits yang tidak diketahui.
Visa studi Kanada diberikan antara 2018 dan 2019 berdasarkan surat masuk perguruan tinggi yang sekarang diketahui ternyata palsu, lapor media di India.
Mengutip keterangan mahasiswa korban penipuan Times of India (TOI) melaporkan bahwa Mishra tiba-tiba memberi tahu mereka tentang perubahan perguruan tinggi dari Humber ke institusi yang kurang dikenal setelah mereka mendarat di Kanada.
Mahasiswa yang tidak menaruh curiga, yang mempercayai Mishra setelah dia mengembalikan uang pendaftaran Humber yang lebih mahal, kemudian didaftarkan ke sebuah sekolah alternatif untuk mengikuti kuliah diploma 2 tahun.
Laporan TOI menyebutkan bahwa Mishra, yang diduga melakukan aksi penipuan yang pelik ini, tidak menandatangani dokumen apa pun, termasuk aplikasi visa. Artinya, para mahasiswa tersebut dituding memalsukan dokumen itu sendiri, karena dalam dokumen tidak disebutkan adanya surat lamaran yang diajukan oleh sebuah agensi atau instansi.
Pemberitahuan deportasi dikeluarkan setelah para mahasiswa diberi kesempatan untuk mengajukan kasusnya ke pengadilan. Selain deportasi, tidak ada sanksi keuangan yang diberikan kepada mereka.
Mereka akan diberi kesempatan untuk mengajukan banding atas keputusan deportasi, meskipun prosesnya kemungkinan akan memakan waktu tiga sampai empat tahun dan ada biaya mahal untuk menyewa pengacara, lapor TOI.
Perusahaan Mishra kabarnya pernah digerebek oleh polisi lebih dari 10 tahun yang lalu. Dia ditangkap pada 2013 karena memalsukan dokumen untuk mengirim siswa ke luar negeri, lapor TIE. Kala itu dia memimpin perusahaan dengan nama berbeda, Easy Way Immigration Consultancy.
Anehnya, mengapa pemalsuan dokumen itu tidak terdeteksi ketika para korban mengajukan visa pelajar.
Migrasi lewat jalur pendidikan merupakan salah satu jalan alternatif bagi sebagian warga India untuk melepaskan diri dari kerumitan hidup di negaranya dan mencari peluang kehidupan lebih baik di negeri asing. Kanada dan Australia merupakan dua negara favorit tujuan mereka karena regulasinya dinilai relatif lebih mudah dibandingkan negara-negara lain yang berbahasa Inggris, bahasa asing yang sangat familiar bagi orang India.*