Hidayatullah.com — Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin memperingatkan bahwa ancaman teroris di Eropa dan Prancis adalah terorisme Islamis Sunni.
Peringatan Darmanin disampaikannya saat berkunjung ke Amerika Serikat pada Jumat lalu dalam rangka “memperkuat kerja sama kontraterorisme Prancis-Amerika” sebelum Olimpiade Paris 2024.
Darmanin sendiri telah banyak disebut sebagai tokoh “otoriter” dalam pendekatannya terhadap hukum dan ketertiban. “Kami datang untuk mengingatkan mereka (AS) bahwa bagi orang Eropa dan Prancis bahaya utama adalah terorisme Islamis Sunni dan bahwa kolaborasi anti-teroris antara badan intelijen sangat penting,” ujar Darmanin, lansir The New Arab (23/05/2023).
Menteri Prancis bertemu dengan pejabat penegak hukum AS dan Sekretaris Keamanan Dalam Negeri Alejandro Mayorkas.
Dia mengkritik apa yang dia sebut sebagai “visi nasional” ancaman keamanan AS dan fokusnya pada supremasi kulit putih dan ahli teori konspirasi. Dia memohon AS untuk “tidak melupakan apa yang tampak bagi kami sebagai ancaman utama … terorisme Sunni”.
Tanpa menyebut ancaman spesifik, Darmanin menyoroti apa yang disebutnya sebagai “ancaman eksogen” terhadap Prancis dan Eropa dari terorisme Islam.
Pernyataan Darmanin kemungkinan akan membuat khawatir populasi Muslim Prancis yang besar, yang sebagian besar adalah Sunni. Pemerintah Presiden Prancis Emmanuel Macron telah dituduh dengan sengaja mendorong Islamofobia dan mempersekusi umat Islam atas nama sekularisme dan kontraterorisme.
Darmanin, sebagai menteri dalam negeri, adalah tokoh utama dalam pengesahan undang-undang “anti-separatisme” tahun 2021, yang dikecam oleh para aktivis karena menargetkan warga Muslim di negara itu, membatasi kebebasan dasar mereka, dan mengkriminalkan Islam di bidang masyarakat sipil.
Bersamaan dengan itu, Darmanin telah memimpin gerakan untuk menutup badan amal berorientasi Muslim atas nama “kontraterorisme”. Prancis di bawah pemerintahan Macron secara luas terlihat mendekati UEA dalam pandangan garis keras mereka tentang “Islam politik”, yang telah menargetkan badan amal dan LSM Muslim lainnya sebagai organisasi “teroris”.
Pendekatan pemerintah Prancis ini telah dikritik karena gagal membangun nuansa antara Muslim arus utama dan ekstremis.
Pemerintah Prancis dituduh mengobarkan ekstremisme sambil mengklaim memeranginya dengan melembagakan diskriminasi anti-Muslim dan mencabut hak Muslim.*