Hidayatullah.com—Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jabar bersikap tegas dan menilai kegiatan keagamaan di pondok Al-Zaytun milik AR Panji Gumilang menyimpang. Rekemondasi masalah hukum yang diselenggarakan di PP Pesantren Hidayatut Tholibin di Indramayu ini juga menyebutkan haramnya orang tua memondokkan anak di Pondok Pesantren Al-Zaytun.
Sebagaimana diketahui, Bahtsul Masail tersebut mengangkat tema seputar kontroversi penyimpangan ajaran di pondok pesantren Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat. Lajnah Bahtsul Masail (Lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan) dalah tradisi pesantren NU dalam mengambil keputusan pada masalah baik terkait dengan diniyah yang bersifat maudhuiyah.
Dalam pembahasan itu, Bahtsul Masail mengangkat tema seputar kontroversi penyimpangan ajaran di Ponpes Al-Zaytun di Indramayu, Jawa Barat. Salah satunya pembahasan adalah pelaksanaan sholat yang tidak lumrah dilakukan umumnya umat Islam.
Sebelumnya, dalam unggahan video yang viral, pimpinan Al Zaytun AR Panji Gumilang mengklaim tata cara sholat Ied di tempatnya yang kontroversi berlandaskan pada surat Al-Mujadalah ayat 11 yang artinya “Berlapang-lapanglah dalam suatu majlis‟.
Menanggapi penafsiran ayat ini, Forum Bahtsul Masail menyebutkan penafsiran Al-Zaytun terhadap Surat Al Mujadalah ayat 11 dianggap menyimpang dari paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) dan dianggap sebagai penafsiran Alquran yang sangat serampangan di mana ancamannya adalah api neraka.
“Istidlal pihak Al Zaytun tidak memenuhi metodologi penafsiran ayat secara ilmiah, baik secara dalil yang digunakan ataupun madlul (makna yang dikehendaki),” kata Bahtsul Masail PWNU Jabar, Jumat (16/6/2023).
Penyimpangan istidlal Al-Zaytun dalam konteks ini antara lain, makna “Tafassahu” dalam ayat bukan memerintahkan untuk menjaga jarak dalam barisan sholat, namun merenggangkan tempat untuk mempersilahkan orang lain menempati majlis agar kebagian tempat duduk.
Hal ini dinilai sangat bertentangan dengan hadits shahih yang secara tegas menganjurkan merapatkan barisan shalat dan bertentangan dengan ijma ulama perihal anjuran merapatkan barisan sholat.
Forum juga membahas adanya sosok perempuan berada di shaf pertama dan seorang non-muslim dalam jamaah shalat Idul Fitri. Dalam unggahanya di YouTube, Panji Gumilang mengatakan, apa yang dilakukan mengikuti Madzhab Bung Karno, yang dinilai Bahtsul Masail sebagai haram karena telah tidak menyandarkan argumen fikih tidak kepada ahli fikih yang otoritatif.
“Tidak sesuai dengan tuntunan beribadah Aswaja dan statemen Bapak Panji Gumilang perihal di atas hukumnya haram,” bunyi pernyataan Bahtsul Masail.
Sedang kontroversi AR Panji Gumilang lain yang dibahas adalah; saat Perayaan 1 Muharram di mana Panji Gumilang dalam sambutannya mengajak undangan dan santri menyanyikan lagu kebangsaan umat Yahudi.
Forum menilai menyanyikan lagu umat agama lain juga dihukumi haram, karena dianggap menyerupai dan mensyiarkan tradisi agama lain, mengajarkan doktrin yang dapat berpotensi hilangnya konstitusi syariat perihal fikih “mengucapkan salam” kepada non-muslim.
Haram Menyekolahkan Anak di Ponpes Al-Zaytun
Atas kajian ini, Bahtsul Masail menyatakan haram hukumnya orang tua menyekolahkan anak ke Ponpes Al-Zaytun, sebab hal ini sama saja membiarkan anak didik berada di lingkungan yang buruk.
Menurut forus tersebut, memilihkan guru yang salah bagi pendidikan anak sama halnya memperbanyak jumlah keanggotaan kelompok menyimpang. Karena itu kewajiban orang tua memilihkan pesantren yang jelas sanad keilmuan serta masyhur kompetensinya di bidang ilmu agama.
“Secara kajian ilmiah yang sudah kami bahas, memondokkan anak di Pesantren Al Zaytun hukumnya haram,” kata Ketua PWNU Jabar, Juhadi Muhammad.
Tiga Rekomendasi
Hasil kajian ilmian PW LBMNU Jabar perihal polemik Mahad Al Zaytun disampaikan 3 hal kepada pemerintah. Pertama, pemerintah agar menindak tegas Mahad Al Zaytun dan tokohnya atas segala penyimpangan yang telah terbukti berdasarkan kajian ilmiah Bahtsul Masail PW LBMNU Jabar.
Kedua, stakeholder agar memproteksi masyarakat dari bahaya penyimpangan Mahad Al Zaytun. Ketiga, masyarakat agar tetap tenang dan menyerahkan penindakan atas polemik yang terjadi kepada pihak yang berwenang.
Bahtsul Masail ini menghadirkan mushohih yakni KH Ubaidillah Harits, KH Juhadi Muhammad, KH Ahmad Baidhowi, KH Ahmad Yazid Fattah, KH Ghufroni Masyhuda, KH Masqsudi Marfu, Kh Abu Bakar Sidiq, dan KH Mutohar. Sedangkan perumus adalah KH Zaenal Mufid, KH Umar Faruq, K Khozinatul Asror, K M Mubasysyarum, KH MNA Syamil Mumtaz, K Abdul Hamid, K Afif Yahya Azis.*