Hidayatullah.com—Innalillahi Wainna Ilaihi Raajiun. Telah berpulang Aru Syeif Fachruddin Assadullah, seorang mantan wartawan senior majalah Media Dakwah yang diluncurkan pertama kali sejak 1978.
Kabar kepergian Aru, beredar di grup whatsapp dan kemudian bergulir secara online. “Innaalillaahi waainnaa ilaihi rooji’un… Telah wafat suami, bapak, kakek, kami Moh Aru Syeif Fachruddin Assadullah bin Moch Koen Syarwanie… hari Sabtu pukul 12.45 WIB di RS UI Depok, mohon dibukakan pintu maaf sebesar besarnya,” demikian kutipan berita whatsapp mengutip sang istri, Nilawati Ahmad (62 tahun).
Menurut sahabat Aru, Nuim Hidayat, Wakil Ketua Majelis Syura Dewan Dakwah Depok, Aru mengalami stroke sekitar satu setengah tahun. “Beliau mengalami stroke sudah sekitar satu setengah tahun, “ ujarnya.
Kuat Ingatan
Laki-laki berjenggot lebat ini wafat kemarin Sabtu 8 Juli 2023 di usia 70 tahun. Sejak bergabung di majalah Media Dakwah, Aru meninggalkan ribuan artikel.
Ia menulis artikel sejak masa Pak Natsir memimpin Dewan Dakwah. Media Dakwah, media yang diterbitkan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)saat itu dipimpin oleh Mohammad Roem, diplomat dan mantan perdana menteri.
“Sebelum wafat, sekitar dua tahun lalu, saya diberikan buku buku kecil peninggalan Buya Natsir. Ia memberikan juga satu bundel harian Suara Masyumi dan Majalah Media Dakwah edisi khusus wafatnya Mohammad Natsir, Maret 1993,” kenang Nuim Hidayat, teman semasa mengelola Media Dakwah.
Sebagaimana diketahui, majalah Media Dakwah sejak zaman Mohammad Natsir sampai Anwar Harjono, memang menjadi bacaan utama jamaah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) dan warga Muslim.
Para penulis tetap media ini adalah; Anwar Harjono, Hussein Umar, Ahmad Sumargono, KH Cholil Badawi, Hartono Mardjono, KH Cholil Ridwan, dan lain-lain.
Menurut Nuim, Aru bukan wartawan istimewa, dia dikenal bernas dan selalu menulis artikel yang sangat menarik. “Tulisan tulisannya senantiasa mencuri perhatian pembaca.”
Yang tak kalah menarik, dia memiliki kemampuan mengingat kuat. Bila ia mengikuti suatu acara atau wawancara dengan seseorang, ia jarang mencatat.
“Hafalan di otaknya langsung ia tuangkan dalam tulisan,” ujar Nuim.
Kader Masyumi
Aru Syeif Fachruddin Assadullah adalah putra dari tokoh Masyumi Madiun, Kiyai Koen Syarwani. Setelah tidak aktif di Majalah Media Dakwah, ia menulis beberapa buku.
Bukunya yang terakhir berjudul “Melawan Kezaliman”, “Sabetan Pedang Seorang Jurnalis”, “Ketika NKRI Telanjang Bulat”, “Ternyata Negara Kalah dan Gagal, Gesekan Islam Kristen yang Terus Membara”, “Perang dan Darah Dilekatkan Umat Islam”, “Teladan Presiden Syafruddin Prawiranegara” dan lain-lain.
“Buku itu ia cetak sendiri (mungkin ratusan) dan ia bagikan ke teman-temannya,” ujar Nuim. Kini kita kehilangan seorang wartawan Islam dan penulis yang hebat. Semoga di masa depan tumbuh kembali penulis-penulis pejuang yang hebat, yang membuat Islam di negeri ini bersinar kembali. Wallahu alimun hakim.*/