Hidayatullah.com– Pemerintah Korea Selatan melakukan penyelidikan atas kematian seorang wanita berusia 80-an setelah ambulans yang membawanya ditolak masuk di beberapa rumah sakit disebabkan aksi mogok kerja yang sedang berlangsung.
Pasien manula itu meninggal di ambulans setelah mengalami serangan jantung.
Sekitar 70% dokter muda mogok kerja sejak sepekan lalu guna memprotes rencana pemerintah untuk menghasilkan lebih banyak lulusan kedokteran.
Paramedis di kota Daejon hari Jumat berkeliling ke sekitar tujuh rumah sakit agar menerima wanita malang itu, tetapi mereka selalu ditolak disebabkan kurangnya dokter dan tempat tidur.
Nenek itu akhirnya dimasukkan ke sebuah rumah sakit universitas 67 menit setelah pertam kali dijemput ambulans, tetapi dia dinyatakan meninggal dunia setibanya di sana.
Hari Selasa (27/2/2024), pejabat pemerintah mengatakan mereka akan menyelidiki kasus itu, yang tersebar luas dikabarkan di media Korea Selatan.
Peristiwa itu diyakini sebagai kematian pertama berkaitan dengan aksi mogok para dokter, lansir BBC.
Lebih dari 9.000 dokter menolak untuk bekerja, sementara sekitar 10.000 dokter mengajukan pengunduran diri di ratusan rumah sakit di seluruh Korea Selatan.
Dokter muda dan dokter residen merupakan tulang punggung layanan darurat di rumah sakit sehingga ketidakhadiran mereka di tempat kerja sangat dirasakan. Pekan lalu negeri ginseng itu terpaksa menyatakan layanan kesehatan dalam status krisis tingkat tertinggi.
Hari Selasa, pemerintah mengancam akan menerapkan kewenangannya untuk mencabut izin praktik mereka apabila tidak kembali bekerja pada akhir bulan ini.
Presiden Yoon Suk-yeol menolak membatalkan rencana menaikkan jumlah lulusan kedokteran sebanyak 60% guna mengatasi kekurangan jumlah dokter sementara negara itu menghadapi masalah penuaan populasi.
Korea Selatan merupakan negara anggota OECD dengan rasio dokter-per-pasien paling rendah, hanya 2,5 per 1.000 orang, dan sangat kekurangan jumlah dokter spesialis kandungan dan dokter anak.
Sejak lama pemerintah yang berkuasa di Korea Selatan berusaha menambah lulusan kedokteran, tetapi selama itu pula senantiasa mendapatkan penolakan dari kalangan dokter sendiri.
Paravpakar kesehatan publik mengatakan para dokter melakukan aksinmogok demi kepentingan finansial mereka sendiri, karena mereka tidak ingin kekurangan jumlah pasien dan menghadapi persaingan kerja yang lebih berat.*