Hidayatullah.com– Lonjakan harga energi yang disebabkan invasi Rusia ke Ukraina telah menyebabkan standar kehidupan masyarakat Jerman menurun sejak Perang Dunia Kedua dan pelemahan output ekonomi setara dengan krisis finansial 2008.
Kegagalan untuk melindungi industri Jerman dari lonjakan harga energi kemungkinan menjadikan era 2020-an sebagai “dekade yang hilang bagi Jerman” dab semakin menyuburkan popularitas partai rasis kanan-jauh Alternative für Deutschland (AfD), kata kedua penyusun ulasan yang dipublikasikan oleh Forum for a New Economy.
Isabella Weber, seorang associate professor bidang ekonomi di Universitas Massachusetts, mengatakan, “Di era konflik, krisis iklim dan geopolitik, kebangkitan AfD merupakan suatu peringatan. Ambruknya standar kehidupan yang dialami masyarakat Jerman saat ini belum pernah terjadi sebelumnya sejak Perang Dunia Kedua.”
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa sementara ada banyak faktor di luar ekonomi yang mendorong kebangkitan AfD, tetapi tidak dapat dipungkiri penurunan standar kehidupan masyarakat Jerman kemungkinan beriringan dengan populasi kelompok-kelompok kanan-jauh, lansir The Guardian Senin (18/3/2024).
Weber duduk dalam sebuah komisi pakar tingkat tinggi yang ditugaskan oleh pemerintah Jerman untuk merancang mengerem harga energi bagi perusahaan dan rumah yangy pada 2022. Rekannya, Prof Tom Krebs, merupakan penasihat senior di Kementerian Keuangan era Olaf Scholz, yang sekarang menjabat kanselir Jerman.
Paparan mereka menunjukkan bagaimana negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di Eropa itu masih terseok-seok akibat lonjakan harga energi yang merupakan dampak serangan Rusia ke Ukraina sejak Februari 2022. International Monetary Fund (IMF) memperkirakan perekonomian Jerman pada 2024 dan 2025 lebih rendah dibandingkan negara-negara ekonomi maju kecuali Argentina.
Ekonomi Jerman menurun 0,3% di tiga bulan terakhir 2023 dan diperkirakan akan berkontraksi lagi pada kuartal pertama 2024. Dua kuartal berturut-turut penurunan ekonomi suatu negara dianggap sebagai resesi teknis.
Menurut pengamatan Weber dan Krebs dua lonjakan dukungan terhadap AfD pada musim panas 2022 dan 2023 bertepatan dengan ketidakpastian pemerintah Jerman tentang bagaimana mengatasi dampak lonjakan harga energi terhadap standar kehidupan masyarakat.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Mereka menghitung bahwa gaji riil dibandingkan dengan perkiraan pra-krisis anjlok 4% dari April 2022 sampai Maret 2023, sementara output menurut 4,1%. Begitu kerusakan output akibat krisis Covid usai, output sebenaydi akhir 2023 sekitar 7% lebih rendah dibandingkan tren pra-krisis. Gaji riil 10% lebih rendah dibandingkan tren pra-krisis pada 2023.
Kedua pakar ekonomi itu menilai pengereman laju harga energi yang diberlakukan pemerintah koalisi pimpinan Kanselir Scholz pada akhir 2022 merupakan kebijakan yang tepat. Namun, penundaan pelaksanaannya, di saat harga gas meroket, membuat simpati masyarakat terhadap AfD menguat pada musim panas setelah Rusia melancarkan invasi ke Ukraina.*