Hidayatullah.com—Tentara Zionis ‘Israel’ mundur dari Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza, Senin lalu, setelah operasi militer dua minggu, dengan dalih memerangi pejuang Palestina di dalam kompleks medis paling penting di wilayah Palestina, yang sampai hari ini tidak ada bukti.
Misi yang dipimpin WHO akhirnya dapat mengakses rumah sakit pada hari Jumat, setelah beberapa upayanya gagal sejak 25 Maret, kata badan kesehatan PBB.
Rumah sakit mengalami kehancuran massal, selain pasien ditahan dalam kondisi parah selama pengepungan dan kebanyakan dari mereka meninggal.
Kru medis sedang berupaya untuk mengevakuasi ratusan jenazah yang tersebar di kawasan Al-Shifa, dengan sedikitnya 300 jenazah ditemukan sejauh ini, menurut Pertahanan Sipil Gaza. Sulit untuk menentukan jumlah pasti orang yang gugur, tambahnya, karena pasukan ‘Israel’ telah menguburkan mayat di dalam dan sekitar kompleks dan melibas jalan-jalan di dekatnya.
Raed al-Dahshan, direktur operasi Pertahanan Sipil Gaza, mengatakan kepada CNN bahwa “hampir tidak mungkin” ambulans mencapai rumah sakit karena jalan rusak di kota tersebut.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan stafnya yang mendapatkan akses ke sana melihat langsung dampak kehancuran di fasilitas tersebut.
Selain itu, mereka melihat pemandangan mengerikan ketika mayat yang hanya sebagian terkubur dengan anggota badan terlihat, dan bau mayat membusuk.
Seperti sebagian besar wilayah utara, Rumah Sakit Al-Shifa – yang pernah menjadi rumah sakit rujukan terbesar dan terpenting di Gaza – kini tidak berdaya setelah pengepungan terakhir.
Tidak ada pasien yang tersisa di fasilitas tersebut. Sebagian besar bangunan rusak parah atau hancur dan sebagian besar peralatan tidak dapat digunakan atau menjadi abu.
Tim WHO mengatakan bahwa skala kehancuran telah membuat fasilitas tersebut tidak berfungsi sama sekali, sehingga semakin mengurangi akses terhadap layanan kesehatan yang menyelamatkan jiwa di Gaza.
Memulihkan fungsi minimal sekalipun dalam jangka pendek tampaknya tidak masuk akal dan akan memerlukan upaya besar untuk menilai dan membersihkan lahan dari persenjataan yang belum meledak guna memastikan keselamatan dan aksesibilitas bagi mitra untuk membawa peralatan dan perbekalan.
Gedung gawat darurat, bedah, dan bangsal bersalin rumah sakit rusak parah akibat bahan peledak dan kebakaran. Dinding barat unit gawat darurat dan dinding utara unit perawatan intensif neonatal (NICU) telah dirobohkan.
Setidaknya 115 tempat tidur di unit gawat darurat telah terbakar dan 14 inkubator di NICU hancur, serta aset lainnya. Penilaian mendalam oleh tim insinyur diperlukan untuk menentukan apakah bangunan ini aman untuk digunakan di masa depan.
Dari 36 rumah sakit utama yang pernah melayani lebih dari 2 juta warga Gaza, hanya 10 yang masih berfungsi, dengan keterbatasan yang parah pada jenis layanan yang dapat mereka berikan.
Dalam kunjungan tersebut, staf WHO menyaksikan setidaknya 5 jenazah tergeletak sebagian tertutup di tanah, terkena panas. Tim melaporkan bau menyengat dari mayat-mayat yang membusuk memenuhi kompleks rumah sakit.
Menjaga martabat, bahkan dalam kematian, merupakan tindakan kemanusiaan yang sangat diperlukan.
Menurut penjabat Direktur Rumah Sakit, pasien ditahan dalam kondisi yang buruk selama pengepungan. Mereka mengalami kekurangan makanan, air, layanan kesehatan, kebersihan dan sanitasi, dan terpaksa pindah ke bangunan lain di bawah todongan senjata.
Setidaknya 20 pasien dilaporkan meninggal karena kurangnya akses terhadap perawatan dan terbatasnya pergerakan tenaga kesehatan.
“WHO dan mitra berhasil mengakses Rumah Sakit Al-Shifa yang pernah menjadi tulang punggung sistem kesehatan di Gaza, yang sekarang menjadi lapangan kosong dengan kuburan manusia setelah pengepungan terbaru,” tulis direktur jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dikutip AFP.
Dalam sebuah pernyataan, WHO mengatakan tidak ada pasien yang tersisa di rumah sakit, di mana banyak kuburan dangkal digali di luar departemen darurat, gedung administrasi dan bangsal bedah.
“Banyak mayat yang sebagian terkubur dengan anggota badan mereka terlihat,” katanya.
Di kawasan yang sama, banyak jenazah yang terkubur sebagian dengan anggota tubuh terlihat.
“Selama kunjungan mereka, staf WHO menyaksikan setidaknya lima mayat sebagian tergeletak di tanah, terkena panas.”
“Tim melaporkan bau mayat membusuk menyelimuti kompleks rumah sakit,” kata WHO.
Khader Al Za’anoun, seorang jurnalis dari kantor berita Palestina WAFA, mengatakan pemandangan di Al-Shifa setelah penarikan IDF seperti “film horor.”
“Buldoser menghancurkan banyak orang di sekitar dan di halaman rumah sakit,” kata Al-Za’anoun dikutip CNN.
Menurut Tedros, misi tersebut, yang dilakukan bekerja sama dengan badan-badan PBB lainnya dan penjabat direktur rumah sakit, menemukan bahwa skala kerusakan menyebabkan fasilitas tersebut benar-benar tidak berfungsi.
“Sebagian besar bangunan di kompleks rumah sakit hancur parah dan sebagian besar aset rusak atau berubah menjadi abu,” ujarnya.
“Faktanya, mengembalikan fungsi minimum dalam jangka pendek tampaknya tidak masuk akal.”
Usulan serangan militer ke Rafah hanya akan mengakibatkan semakin berkurangnya akses terhadap layanan kesehatan dan akan menimbulkan konsekuensi kesehatan yang tidak terbayangkan. Penghancuran layanan kesehatan secara sistematis harus diakhiri.
WHO mengulangi seruannya untuk melindungi pasien, pekerja kesehatan dan kemanusiaan, infrastruktur kesehatan, dan warga sipil. Rumah sakit tidak boleh dimiliterisasi, disalahgunakan, atau diserang.
WHO menuntut mekanisme dekonfliksi yang efektif, transparan dan dapat diterapkan, serta jaminan keselamatan, yang memastikan bahwa pergerakan bantuan di Gaza, termasuk melalui pos pemeriksaan, aman, dapat diprediksi, dan dipercepat.
WHO juga menyerukan tambahan penyeberangan darat untuk memungkinkan akses masuk dan melintasi Gaza dengan lebih aman dan langsung.
Ketika kelaparan mulai terjadi, wabah penyakit menyebar, dan cedera traumatis meningkat, WHO menyerukan akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan ke dalam dan di seluruh Jalur Gaza, dan gencatan senjata yang langgeng dan abadi.*