Hidayatullah.com– Mahkamah Konstitusi Thailand, hari Rabu (14/8/2024), memberhentikan Srettha Thavisin dari jabatan perdana menteri karena mengangkat seorang mantan pengacara yang pernah menjalani hukuman penjara ke dalam kabinetnya.
Srettha, seorang taipan real-estate yang terjun ke politik, menjadi PM Thailand keempat kurun 16 tahun yang diberhentikan dari jabatan oleh keputusan pengadilan, setelah dianggap melanggar konstitusi karena menunjuk seorang menteri yang tidak memenuhi standar etika, lansir Reuters.
Pencopotan Srettha itu dilakukan kurang dari setahun setelah dia mendapatkan jabatan PM.
Srettha bersikukuh bahwa pengangkatan Pichit Chuenban dilakukan secara terbuka. Dia adalah bekas pengacaranya Thaksin Shinawatra yang sempat mendekam di dalam penjara dengan tuduhan penghinaan terhadap pengadilan pada 2008 karena berusaha menyuap staf pengadilan. Namun, tuduhan penyuapan itu tidak terbukti dan Pichit mengundurkan diri pada bulan Mei.
Wakil PM Phumtham Wechayachai akan mengambil alih sementara tugas-tugas perdana menteri.
Perdana menteri berikutnya harus dicalonkan sebagai calon perdana menteri oleh partainya sebelum pemilihan umum tahun 2023, dengan Paetongtarn Shinawatra – putri Thaksin Shinawatra yang berusia 37 tahun – termasuk calon yang dipilih oleh partai Pheu Thai. Apabila berhasil, Paetongtarn akan menjadi anggota keluarga Shinawatra ketiga yang menjabat perdana menteri Thailand setelah ayahnya dan bibinya, Yingluck Shinawatra.
Kandidat potensial lainnya termasuk Menteri Dalam Negeri Anutin Charnvirakul, Menteri Energi Pirapan Salirathavibhaga dan Prawit Wongsuwan, mantan panglima militer berpengaruh yang terlibat dalam dua kudeta militer terakhir.
Pengadilan yang sama pekan lalu membubarkan Phak Kao Klai (Move Forward Party), partai anti-kemapanan dan oposisi yang sangat populer di Thailand. Pengadilan berpendapat partai itu mengancam tahta Kerajaan Thailand dan merusak monarki konstitusional. Mereka hari Jumat bersatu kembali dalam sebuah partai baru.*