Hidayatullah.com—Sebagai cara memanusiakan manusia, Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) dan Dewan Keamanan Nasional (MKN) menyarankan agar pernikahan pengungsi asing di negara tersebut didaftarkan.
Hal itu disampaikan melalui makalah usulan bersama yang melibatkan lembaga yang mengatur urusan agama Islam di Malaysia dan MKN dalam rapat Dewan Nasional Agama Islam (MKI) ke-72 baru-baru.
Menteri di Departemen Perdana Menteri (Urusan Agama), Datuk Dr Mohd Na’im Mokhtar mengatakan usulan tersebut diajukan setelah memperhitungkan keberadaan sekitar 190.000 pengungsi di negara tersebut, termasuk dari Rohingya, Suriah, dan Palestina.
Na’im mengatakan permasalahan muncul ketika para pengungsi menikah, namun mereka tidak memiliki dokumen apapun dan kemudian memiliki anak dan menetap di negara ini.
“Ini akan menimbulkan masalah sosial… oleh karena itu kami merasa ada kebutuhan untuk memastikan pernikahan mereka didaftarkan di Malaysia,” ujarnya.
“Jika perkawinan ini dicatatkan, maka orang-orang tersebut berhak mendapat keistimewaan,” ujarnya seperti dikutip Berita Harian.
Mohd Na’im mengatakan setelah memberikan komentar dan presentasi, MKI sepakat untuk menunda dan membawa usulan tersebut ke pertemuan berikutnya antara November atau Desember.
Perlu diketahui, tahun 2023, media memberitakan maraknya kasus warga Rohingya yang memilih menikah secara koboi atau lebih dikenal dengan pernikahan kilat di negara ini karena masalah kewarganegaraan.
Asisten Senior Komisioner Senior Divisi Hukum Keluarga Departemen Agama Terengganu (JHEAT), Moktar Salleh mengatakan, situasi tersebut terjadi saat pasangan tersebut bukan pemegang kartu Pengungsi PBB (UNHCR).
Faktanya, pernikahan koboi dipilih ketika masyarakat Rohingya ingin menikah dengan orang lokal karena lebih mudah dibandingkan cara hukum yang berbelit-belit dan memakan waktu.
Dia mengatakan tidak adanya status kewarganegaraan yang sah mempersulit otoritas agama negara untuk mengeluarkan surat nikah resmi kepada pasangan Rohingya.
Ketiadaan akta nikah resmi membuat anak sulit disalahartikan sehingga harus diberi nama bin atau binti Abdullah atau nama apa pun Asmaul Husna.
Selain itu, jika terjadi perceraian, mantan istri kehilangan hak menuntut nafkah karena perkawinan tersebut tidak dicatatkan dalam hukum syariah negara tersebut.
Sekitar 1,2 juta warga Rohingya mengungsi ke negara tetangga, Bangladesh dan tinggal di kamp pengungsi di sekitar kota Cox’s Bazar.
Pengungsian besar-besaran kelompok etnis Rohingya dimulai pada 25 Agustus 2017, setelah tentara Myanmar melancarkan operasi brutal terhadap populasi minoritas Muslim di wilayah utara negara tersebut.
Di antara mereka pengungsi di Malaysia.Menurut Channel News Asia pada 9 Februari 2023, 86 persen dari total 183.000 orang pencari suaka itu berasal dari Myanmar.
Sumber lain menyebutkan ratusan ribu pengungsi Rohingya tinggal di Malaysia hanya separuh saja yang terdaftar secara resmi.*