Hidayatullah.com – Kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah, menyebut pasukan “Israel” menggunakan Pasukan Penjaga Perdamaian PBB (UNIFIL) sebagai perisai manusia.
Hizbullah lantas memerintahkan para petempurnya untuk tidak menyerang pasukan “Israel” yang bermarkas di belakang Pasukan UNIFIL.
“Musuh Israel berusaha menggunakan pasukan UNIFIL sebagai perisai manusia untuk menutupi kegagalannya maju ke arah desa, terutama setelah berulang kali gagal maju ke arah Maroun al-Ras dan kehilangan puluhan tentaranya, baik yang terbunuh maupun yang terluka,” bunyi pernyataan Hizbullah pada Senin (07/10/2024).
“Ruang operasi Perlawanan Islam menginstruksikan para pejuang untuk menahan diri dan tidak terlibat dalam gerakan tersebut untuk melindungi nyawa tentara internasional,” imbuh pernyataan kelompok yang didukung Iran tersebut.
Sehari sebelumnya, UNIFIL memperingatkan bahwa operasi “Israel” di dekat posisi mereka di Maroun al-Ras merupakan “perkembangan yang sangat berbahaya.”
“Tidak dapat diterima untuk mengorbankan keselamatan pasukan penjaga perdamaian PBB yang sedang menjalankan tugas yang diamanatkan Dewan Keamanan,” kata UNIFIL. Pasukan yang sering disebut Topi Baja Biru mengingatkan semua pihak yang terlibat dalam konflik akan kewajiban mereka untuk melindungi personel dan properti PBB.
Pada hari Sabtu, UNIFIL menegaskan pasukan mereka tetap berada di semua posisi perbatasan meskipun “Israel” meminta mereka untuk pindah.
Menanggapi penolakan tersebut, penasihat kebijakan luar negeri AS Matthew Brodsky menyarankan dalam sebuah tulisan di X, “Israel harus mengebom wilayah Irlandia, lalu menjatuhkan Napalm di atasnya.”
Sejak pekan lalu, Hizbullah terus berupaya melawan invasi darat “Israel”.
Pada hari Senin, para petempur Hizbullah menyerang posisi pasukan “Israel” di Maroun al-Ras dengan roket, sementara tentara Israel mengatakan bahwa mereka telah mengerahkan divisi ketiga untuk berpartisipasi dalam operasi darat di Lebanon.
“Israel” mulai menjalankan manuver daratnya di Lebanon seusai melancarkan pemboman intensif sejak 23 September. Serangan udara “Israel” di Lebanon selatan, Lembah Bekaa, dan di sekitar Beirut, menewaskan lebih dari 1.110 orang sejak saat itu dan menyebabkan lebih dari satu juta orang mengungsi.
Hizbullah merilis sebuah pernyataan pada Senin, pada peringatan satu tahun Operasi Taufan Al-Aqsha, yang mengatakan bahwa Hamas dan rakyat Lebanon telah membayar “harga yang mahal” atas keputusannya untuk memasuki pertempuran melawan Israel dan membuka garis depan baru sebagai bentuk dukungan untuk Gaza.
“Musuh melanjutkan kejahatan dan agresinya tanpa batas, tapi kami yakin, jika Allah menghendaki, pada kemampuan perlawanan kami untuk mengusir agresi, dan pada rakyat kami yang hebat dan tahan banting untuk bertahan dan bertahan hingga bencana ini dicabut,” pernyataan itu menegaskan.*