Hidayatullah.com—Salah satu pendiri Partai Islam Belgia dijatuhi hukuman percobaan penjara enam bulan dan denda karena diskriminasi gender.
Dilansir Euronews Jumat (10/5/2019), Redouane Ahrouch tampil dalam sebuah acara debat politik yang di stasiun televisi Belgia RTL-TVI, tetapi dituding menolak melakukan kontak mata dengan pembawa acaranya Emmanuelle Praet. Ahrouch juga dikabarkan menolak berjabat tangan dengan Praet karena dia wanita dan tidak memperbolehkan seorang wanita penata rias mempersiapkanya sebelum tampil dalam acara televisi tersebut.
Praet lantas melayangkan gugatan pidana terhadap Ahrouch. Pengadilan di Brussels menyatakan tindakan politisi Muslim itu termasuk diskriminasi gender dan memerintahkannya membayar kompensasi 5.000 euro (seikitar 80,7 juta rupiah) kepada jurnalis TV tersebut. Dia juga dijatuhi hukuman percobaan penjara enam bulan.
Ahrouch, 49, mengatakan kepada Euronews bahwa kasus itu mengubah hidupnya menjadi mimpi buruk.
“Mereka merenggut pekerjaan saya, saya sudah bekerja sebagai sopir truk selama 25 tahun,” katanya. “Mereka merenggut kehidupan politik saya. Ini adalah konspirasi terhadap saya. Mereka melakukan segala cara guna memastikan saya tidak akan terjun ke politik lagi. Mereka mengatakan saya ‘tidak mengikuti nilai-nilai yang demokrasi di Belgia’. Saya tidak bisa mendapatkan pengacara yang bersedia membela saya di pengadilan. Bahkan pengacara keluarga meninggalkan saya sendiri.”
“Bahkan orang-orang sekarang terus menyerang saya disebabkan apa yang saya katakan atau bagaimana saya berperilaku. Saya yakin apabila hal seperti ini berlangsung terus, maka saya akan dipenjarakan karena mereka tidak menyukai saya,” imbuhnya.
“Sulit sekali bagi saya untuk mencari pekerjaan dikarenakan catatan [kriminal] saya. Saya yakin Belgia akan menghadapi masalah besar seperti ‘rompi kuning’ di masa depan dikarenakan mereka tidak memperbolehkan orang-orang Muslim hidup sebagaimana yang mereka inginkan,” kata Ahrouch, merujuk aksi demonstrasi ‘rompi kuning’ di Prancis yang sudah memasuki bulan keenam.
Marc Uyttendaele, dari Institute for Equality of Women and Men yang mewakili Praet, memuji keputusan pengadilan tersebut sebagai kemenangan. Aktivis pria itu juga membantah pernyataan Ahrouch yang menyebut ada konspirasi.
“Keputusan itu membuat kami bahagia,” ujar Uyttendaele. “Itu merupakan keputusan yang sangat penting bagi demokrasi kita. Kita tidak bisa mentoleransi diskriminasi terhadap wanita. Itu merupakan langkah penting dalam melindungi kesetaraan antara wanita dan pria. Dalam sebuah masyarakat demokrasi anda tidak dapat menolak wanita yang menata rias wajah, anda tidak bisa menolak untuk memandang wajah wanita. Itu merupakan tindakan pidana.”
Uyttendaele yang merupakan pengacara untuk Praet menambahkan bahwa Ahrouch sangat paham dengan proses hukum yang ada dan dia tidak dapat membela diri di pengadilan dengan pengacara yang berganti-ganti.
“Dia pemilih untuk membela dirinya sendiri di pengadilan,” kata Uyttendaele.
Partai Islam, yang didirikan tahun 2012, mendulang 4% suara dalam pemilu pertama yang diikutinya. Partai itu memenangkan kursi di dewan legislatif sejumlah daerah di Brussels, Anderlecht dan Molenbeek. Partai itu diliputi kontroversi ketika meminta agar diberlakukan tempat duduk berbeda bagi laki-laki dan perempuan di dalam bus.*