Hidayatullah.com – Keputusan kontroversial Swiss yang melarang penutup wajah di tempat umum, dikenal sebagai “larangan burqa”, secara resmi akan berlaku pada 1 Januari.
Dikutip Reuters, pengumuman tersebut disampaikan pada pekan lalu oleh Dewan Federal Swiss. Para pelanggar undang-undang tersebut dapat dikenakan denda hingga 1.000 franc Swiss (sekitar Rp 17.901.110).
Organisasi-organisasi Muslim dan kelompok HAM telah mengkritik habis-habisan keputusan tersebut, yang disahkan dalam referendum nasional tahun 2021.
Langkah ini diusung oleh kelompok politik yang sama yang mengusulkan pelarangan pembangunan menara masjid baru di Swiss pada tahun 2009.
Pemerintah Swiss menjelaskan bahwa larangan burqa akan diterapkan di sejumlah tempat publik. Menurut Reuters, beberapa tempat publik akan dikecualikan dari larangan tersebut:
- Berdasarkan lokasi: pesawat terbang, tempat diplomatik, tempat ibadah dan tempat-tempat suci.
- Berdasarkan tujuan: penutup wajah akan diizinkan untuk alasan medis, kondisi berbahasa, dan cuaca ekstrem.
- Berdasarkan budaya dan penggunaan artistik: penutup wajah yang terkait dengan tradisi budaya, hiduran atau iklan akan diizinkan.
- Kebebasan berekspresi: penutup wajah yang digunakan saat protes atau pertemuan publik dapat disetujui oleh pihak berwenang .
Pemerintah berdalih meskipun melarang burqa yang menutupi hidung, mulut dan mata di ruang publik dan bangunan pribadi yang dapat diakses publik ini bertujuan untuk menyeimbangkan keamanan publik dengan kebebasan individu.
Latar belakang pelarangan burqa di Swiss
Proses disahkannya larangan burqa telah mengalami sejumlah perdebatan. Pada September 2022, majelis rendah Parlemen Swiss memutuskan dengan jumlah yang menentukan, dengan 151 anggota mendukung dan 29 menentang.
Hal ini terjadi setelah referendum tahun 2021, di mana para pemilih Swiss dengan suara tipis menyetujui larangan tersebut, yang tidak hanya menargetkan penutup wajah religius seperti niqab dan burka, tetapi juga masker ski dan bandana yang sering dikenakan oleh para pengunjuk rasa.
Larangan tersebut diusulkan oleh partai sayap kanan, Partai Rakyat Swiss dan ditentang keras oleh partai sentris dan Partai Hijau. Para kritikus berpendapat bahwa undang-undang tersebut secara tidak adil menargetkan Muslimah. Para pendukung undang-undang tersebut mengklaim bahwa hal ini diperlukan untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan memastikan keamanan publik.
Negara-negara dengan larangan serupa
Dua kanton Swiss, Ticino dan St Gallen telah menerapkan larangan yang serupan. Sedangkan negara-negara seperti Belgia dan Prancis juga telah menerapkan larangan serupa, yang menuai kritik internasional dan memicu perdebatan mengenai kebebasan beragama dan integrasi budaya.
Peran referendum dalam demokrasi Swiss
“Larangan burqa” mencerminkan sistem demokrasi langsung khas Swiss, di mana suara publik mempengaruhi kebijakan-kebijakan nasional yang penting. Warga negara dapat mengajukan amandemen konstitusi dengan 100.000 tanda tangan atau menggugat undang-undang parlemen dengan 50.000 tanda tangan, yang berujung pada referendum nasional mengikat.
Dalam beberapa tahun terakhir, isu-isu referendum terkenal lainnya termasuk pembelian jet tempur baru dan pembatasan penutup wajah. Penerapan larangan yang akan datang menandai babak baru yang sangat memecah belah dalam politik Swiss, dengan implikasi signifikan terhadap kebebasan beragama dan identitas budaya di negara tersebut.*