Hidayatullah.com—Pakar Keamanan Siber dari Vaksincom Alfons Tanujaya meminta masyarakat waspada kekerasan seksual menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI).
Hal itu lantaran, dengan kecerdasan buatan dapat memudahkan untuk melakukan manipulasi bagian tubuh seseorang.
“Dengan lAI seseorang dengan mudahnya mencopot wajah orang lalu diganti dengan wajah orang lain. Apakah itu dengan busana atau tanpa busana,” kata Alfons dalam perbincangan bersama Pro3 RRI, Ahad (1/12/2024).
Menurutnya, kondisi ini menjadi suatu keprihatinan. Apalagi, teknologi kecerdasan buatan ini semakin hari semakin canggih.
“Celakanya AI ini makin hari makin bagus. Jujur saja, kami yang berkecimpung dalam bidang ini kesulitan untuk membedakan, apalagi orang awam,” ujarnya.
Ia mengatakan, penggunaan kecerdasan buatan ini bertujuan merugikan seseorang. Seperti dilakukan untuk memeras atau merugikan citra seseorang.
“Kalau yang merugikan citra ini banyak terjadi di dunia politik atau selebriti. Ingin menjatuhkan citra seseorang,” ucapnya.
Menurutnya, tujuan penggunaan kecerdasan buatan ini untuk memeras untuk mendapatkan keuntungan berupa uang. Untuk itu, masyarakat juga perlu berhati-hati dan jangan mudah tertipu dan dikelabui.
“Ini harus menjadi perhatian maasyarakat. Sehingga tidak mudah tertipu,” ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyoroti dampak penyalahgunaan kecerdasan buatan (AI) terhadap kasus kekerasan seksual. Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati mengatakan, AI dapat disalahgunakan untuk merekayasa, mengkamuflase korban kekerasan seksual.
Teknologi AI dapat digunakan untuk merekayasa foto, suara, hingga video korban sedemikian rupa. Baginya, hal ini merupakan contoh kasus Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE).
“Kalau bicara dampak kekerasan seksual yang timbul dari pengaruh teknologi digital, enggak bisa dipungkiri. Teknologi ada dua sisi, ada positif dan negatifnya,” kata Ratna dalam acara bertajuk “Kampanye 16 Hari Antikekerasan Terhadap Perempuan: Lindungi Semua, Penuhi Hak Korban, Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan” di Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Menurutnya, pelaku KSBE dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). “Irisannya dengan UU ITE,” ujar Ratna.
Ia mengingatkan, pasal 14 ayat (1) UU TPKS melarang perekaman, pengambilan gambar, tangkapan layar bermuatan seksual tanpa persetujuan. Orang yang menjadi objeknya harus setuju terlebih dahulu, jika tidak itu termasuk kasus KSBE. (Intern/Merlina Aryanti)