Syeikh Usamah al-Rifai, tokoh oposisi dan Ketua Rabithah Ulama Syam bermazab Syafii diangkat kembali sebagai Mufti Agung Suriah
Hidayatullah.com | SYEIKH Usamah al-Rifai telah resmi diangkat kembali sebagai Mufti Agung Suriah, otoritas keagamaan tertinggi di negara itu, setelah jabatan tersebut dipulihkan oleh Presiden sementara Ahmad al-Sharaa.
Langkah ini diambil setelah jatuhnya rezim Assad pada Desember 2024, yang sebelumnya telah menghapuskan jabatan tersebut.
Al-Rifai, seorang ulama Islam terkemuka dan pendukung vokal revolusi Suriah, pertama kali diangkat sebagai mufti oleh oposisi pada tahun 2021 setelah mantan presiden Bashar al-Assad mencabut jabatan tersebut dan memberhentikan mantan Mufti Agung Ahmad Badr al-Din Hassoun.
Pada hari Jumat, pengangkatannya ditegaskan kembali oleh pimpinan baru Suriah sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk membangun kembali lembaga-lembaga nasional.
Dewan Fatwa baru yang dibentuk bersamaan dengan pengangkatan al-Rifai mencakup beberapa ulama yang disegani, seperti Abdul Fattah al-Bazm, Rateb al-Nabulsi, Wahbi Suleiman, Mazhar al-Wais, Abdul Rahim Atoun, Ibrahim al-Hassoun, Suhail Junayd, Muhammad Shukri, Anas Ayrout, Ibrahim Shasho, dan Naeem al-Arqsoussi.
Berbicara pada pengumuman tersebut, Presiden al-Sharaa menggambarkan pemulihan jabatan mufti sebagai hal yang penting untuk “membangun kembali apa yang dihancurkan oleh rezim yang jatuh”, menambahkan bahwa fatwa tersebut harus menjadi upaya kolektif yang diatur oleh Dewan Fatwa Tertinggi untuk memastikan bimbingan agama tetap berakar pada keaslian dan persatuan.
Kembalinya Al-Rifai ke peran tersebut memformalkan kepemimpinannya atas komunitas Islam Suriah pada momen penting transisi politik, saat negara tersebut berupaya mendefinisikan ulang lembaga-lembaga keagamaan, sosial, dan politiknya di era pasca-Assad.
Namun, pengangkatan kembali al-Rifai bukannya tanpa kontroversi. Sebelumnya, ia menuai kritik atas pandangan konservatifnya tentang peran gender dan peran organisasi internasional di Suriah yang dilanda perang.
Dalam khotbah yang disampaikan di kota Azaz yang dikuasai oposisi di barat laut, ia menuduh pekerja PBB dan LSM menyebarkan gagasan tentang pembebasan perempuan yang menurutnya mengancam nilai-nilai keluarga tradisional Suriah.
Kelahiran dan Perjalannya
Lahir di Damaskus pada tahun 1944, al-Rifai adalah putra dari ulama terkenal Syeikh Abdul Karim al-Rifai.
Ia belajar bahasa Arab dan ilmu-ilmunya di Universitas Damaskus, lulus pada tahun 1971. Ia kemudian menjadi imam masjid yang dinamai sesuai nama ayahnya di pinggiran kota Kafr Sousa, Damaskus.
Pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an, pengaruhnya di kalangan keagamaan membuatnya diawasi oleh pemerintah Suriah. Pada tahun 1981, ia meninggalkan Suriah ke Arab Saudi setelah bergabung dengan Ikhwanul Muslimin di tengah tindakan keras pemerintah terhadap kelompok-kelompok Islam.
Selama di Arab Saudi, ia melanjutkan kegiatan keagamaan dan ilmiahnya, dan kembali ke Suriah tahun 1993.
Setelah pembunuhan PM Lebanon Rafic Hariri tahun 2005, Suriah mengalami periode keterbukaan politik singkat, sebagian karena tekanan internasional.
Selama waktu ini, ia memulai proyek Maintain the Grace, sebuah upaya yang difokuskan pada bantuan kepada orang miskin di Damaskus. Proyek ini memperoleh popularitas tetapi menemui pembatasan pada tahun 2008, ketika pemerintah Suriah mulai membatasi kegiatan berbagai organisasi keagamaan dan sosial karena menegaskan kembali kendali politiknya.
Perang saudara Suriah
Al-Rifai menjadi pendukung aktif kelompok oposisi Suriah tahun 2011, dilaporkan menggunakan Masjid Abd al-Karim al-Rifai sebagai basis untuk kegiatan keagamaan dan politik, menyampaikan pesan perlawanan terhadap pemerintah Bashar al-Assad.
Pada tanggal 27 Agustus 2011, pasukan keamanan Suriah dan milisi dilaporkan menyerang masjid tersebut selama shalat Qiyamul Lail, melukai dirinya dan banyak jamaah lainnya.
Ia kemudian dirawat di rumah sakit, dan rekaman video pemulihannya yang dikelilingi oleh para pendukungnya beredar luas.
Setelah meninggalkan Suriah, al-Rifai pindah ke Turki pada bulan Juni 2012, di mana ia membentuk koalisi ulama Islam Suriah dan lainnya untuk memulihkan Dewan Ulama Syam (Rabithah Ulama Syam), sebuah kelompok yang didirikan pada tahun 1937 yang beroperasi secara rahasia hingga tahun 2011.
Rabithah Ulama Syam mencakup sekitar 40 badan dan organisasai Islam Sunni di dalam dan di luar Suriah, serta badan-badan syariah dari faksi-faksi Islam terbesar di seluruh Suriah.
Di Istanbul ia mengisi kajian setiap hari Jumat di masjid “Mihrima Sultan” di lingkungan Fathih.
Selama di Turki, ia mengelola lembaga pendidikan tingkat dasar dan universitas. Pada tahun 2014, ia ditunjuk oleh presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan sebagai kepala Dewan Islam Suriah di Istanbul.
Penunjukan ini merupakan bagian dari upaya Turki untuk menciptakan organisasi payung yang bertujuan untuk mengonsolidasikan para pemimpin agama dalam mendukung oposisi terhadap rezim Assad.
Syeikh al-Rifai dikenal mengecam “ideologi takfiri” dan menuduh al-Qaeda dan ISIS menganut ideologi tersebut.
Dia juga pernah menuduh Iran “memicu perselisihan sektarian” dan “menyabotase koeksistensi ” di wilayah, Suriah, Yaman dan Iraq.
Pada bulan November 2021, oposisi Suriah mengangkatnya sebagai Mufti Besar Suriah. Ia menjadi orang pertama yang memegang gelar tersebut sejak jabatan tersebut dihapuskan pada tahun 2021 oleh pemerintahan Assad.
Setelah jatuhnya rezim Assad pada bulan Desember 2024, ia diangkat sebagai Mufti Besar resmi pada tanggal 28 Maret 2025 oleh Presiden Ahmad al-Sharaa.
Ia dikenal ulama Sunni yang telah menjadi Mufti Besar Suriah sejak Maret 2025, otoritas keagamaan tertinggi di negara tersebut.
Syeikh Usamah al-Rifai adalah seorang ulama Sunni terkemuka di Suriah yang dikenal karena ketaatannya pada mazhab hukum Syafi’i dan aqidah Asy’ari.
Sebagai seorang ahli hukum Syafi’i, Syeijh al-Rifai mengikuti metodologi hukum yang ditetapkan oleh Imam Al-Syafi’i (w. 820 M).
Mazhab Syafi’i dipraktikkan secara luas di beberapa wilayah Suriah, khususnya di kalangan ulama dan lembaga keagamaan tradisional. Latar belakang Syeikh al-Rifai dalam mazhab ini membuatnya sejalan dengan tradisi ilmiah klasik di Damaskus.*