Hidayatullah.com– Penjajah ‘Israel’ secara resmi mengonfirmasi bahwa serangan udara terhadap sejumlah target strategis di Teheran, Iran, pada Jumat (13/6/2025) dini hari merupakan bagian dari operasi militer yang mereka sebut sebagai “Operasi Rising Lion.”
Dalam pernyataan yang disampaikan oleh Kementerian Pertahanan ‘Israel’, Tel Aviv menyebut operasi tersebut sebagai “tindakan pre-emptive” terhadap ancaman langsung dari program militer dan nuklir Iran yang dinilai sudah berada di titik kritis.
Juru bicara militer ‘Israel’, Laksamana Muda Daniel Hagari, dalam jumpa pers di Tel Aviv, mengatakan bahwa Iran tengah merencanakan “operasi militer berskala besar” terhadap kepentingan ‘Israel’ dan mitra-mitranya di kawasan.
Ia menyebut bahwa dinas intelijen ‘Israel’, Mossad, bersama militer, telah mengumpulkan bukti kuat bahwa sejumlah komandan Garda Revolusi Islam (IRGC) terlibat dalam perencanaan serangan lintas wilayah terhadap ‘Israel’ dan negara-negara Teluk.
“Operasi Rising Lion adalah tindakan pencegahan strategis untuk mencegah agresi langsung yang dirancang oleh elemen-elemen militer Iran,” kata Hagari, dikutip dari The Jerusalem Post.
Ia menyebut bahwa target utama dalam operasi ini adalah jaringan komando militer Iran, pusat kendali rudal jarak jauh, dan individu yang terlibat dalam pengembangan sistem senjata canggih, termasuk dua ilmuwan nuklir yang disebut berperan dalam program pengayaan uranium.
“Kami tidak menargetkan warga sipil. Semua target telah ditentukan secara cermat berdasarkan informasi intelijen yang kredibel. Tujuannya adalah melumpuhkan kapasitas ofensif Iran sebelum terlambat,” tambah Hagari, Haaretz.
Balasan Keras
Serangan ‘Israel’ menewaskan sejumlah tokoh penting Iran, termasuk Komandan IRGC Mayor Jenderal Hossein Salami, Komandan Markas Besar Pusat Khatam al-Anbia Mayor Jenderal Gholam Ali Rashid, serta dua ilmuwan nuklir senior Mohammad Mahdi Tehranchi dan Fereydoon Abbasi.
‘Israel’ menyebut mereka sebagai bagian dari lingkaran strategis yang “secara aktif mengoordinasikan ancaman terhadap keamanan regional.”
Dalam pernyataan tambahan, Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa ‘Israel’ “akan bertindak sendiri bila perlu” untuk menghentikan ambisi nuklir Iran. Ia menegaskan bahwa “masa diplomasi sudah cukup panjang, dan garis merah telah dilewati.”
“Iran tidak bisa dibiarkan menjadi negara dengan senjata nuklir. Dunia sudah terlalu lama bersabar,” ujar Netanyahu, dikutip Times of ‘Israel’.
Iran membantah keras tudingan tersebut dan menyatakan serangan itu sebagai tindakan agresi militer ilegal yang melanggar hukum internasional dan Piagam PBB. Pemerintah Iran menegaskan bahwa program nuklirnya murni untuk tujuan damai dan di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, langsung mengeluarkan pernyataan resmi pada Jumat pagi, menanggapi serangan brutal tersebut.
Dalam pesannya kepada rakyat Iran, Khamenei menegaskan bahwa ‘Israel’ akan menghadapi “hukuman yang berat” atas apa yang ia sebut sebagai “kejahatan nyata terhadap kedaulatan dan nyawa bangsa Iran.”
“Rezim Zionis harus mengantisipasi hukuman yang berat. Lengan kuat Angkatan Bersenjata Republik Islam tidak akan membiarkan mereka lolos begitu saja,” ujar Ayatollah Khamenei dalam pernyataan tertulisnya dikutip Tasnim News.
Komunitas internasional menyampaikan keprihatinan mendalam atas operasi tersebut. Sejumlah negara menyerukan investigasi independen atas serangan yang telah menyebabkan kematian warga sipil dan meningkatnya risiko perang terbuka di kawasan.
Amerika Serikat, yang sebelumnya mencoba mendorong perundingan nuklir baru dengan Iran, menyatakan bahwa pihaknya “tidak diberi informasi sebelumnya” soal operasi Rising Lion, namun mendukung “hak ‘Israel’ untuk membela diri” sebagaimana alasan yang sama saat genosida di Gaza.*