Hidayatullah.com–Tekad memiliki masjid Indonesia di Frankfurt, salah satu kota metropolitan Jerman, bukanlah perkara mudah, terutama biaya yang besar untuk menyewa ruangan.
Meski demikian, keinginan masyarakat Muslim Indonesia di Jerman untuk memiliki masjid sendiri terus menguat. Oleh karenanya, semua cara asalkan halal dan legal terus ditempuh oleh masyarakat muslim Indonesia (MMI) di Frankfurt, salah satunya menggalang dana dari menjual handphone bekas dan alat elektronik bekas lainnya.
Adalah Herry Kurniawan, mahasiswa Administrasi Bisnis Universitas Applied Science Giesen, Jerman, yang diberi amanah proyek gala dana untuk pengadaan masjid Frankfurt melalui pengumpulan handphone dan alat elektronik bekas dari masyarakat Muslim Indonesia.
“Ide tersebut bukan tanpa alasan, karena seringnya pengguna gadget banyak yang menjadikan handphone sebagai bagian dari gaya hidup. Bila ada handphone tipe baru muncul di pasar, yang bekas seringnya ditinggalkan,” ujar Herry.
Tidak mengherankan, sejak tahun 2007 lebih dari 1 Milyar handphone terjual.
Diprediksi, tahun 2020 jumlahnya bisa lebih dari delapan kali lebih banyak dari jumlah handphone saat ini. Sangat sayang sekali apabila barang elektronik bekas yang tidak terpakai tidak diolah agar menjadi bernilai ekonomis.
Karena volume limbah elektronik cukup besar ini, maka ada beberapa perusahaan Jerman yang bergerak untuk penelitian dan pengolahan daur ulang alat alat elektronik.
Misalnya, lembaga riset lingkungan Öko-Institut e.V Freiberg Jerman telah mengindetifikasi berbagai bahan baku berharga di barang-barang elektronik seperti TV, komputer/notebook dan handphone.
Hasilnya, bahan-bahan baku berharga menarik untuk didaur ulang, seperti Cobalt, Gallium, Indium, Niobium, Tantalum, Platinum, Lanthanium, Palladium, perak dan emas.
Ke depan, panitia pengadaan masjid Indonesia Frankfurt sudah mengambil ancang-ancang untuk bekerja sama dengan perusahaan Jerman yang bergerak dalam recycling (didaur-ulang) alat-alat elektronik bekas.
Panitia akan menerima sumbangan alat elektronik bekas yang nantinya uang penjualannya akan digunakan untuk menambah biaya operasional masjid serta untuk lebih menunjukkan kepedulian Muslim terhadap lingkungan.
Satu gram emas dari 35 handphone bekas
Umumnya, untuk memperoleh berbagai logam mulia dari tambang yang diperlukan untuk keperluan industri ataupun perhiasan pribadi, biasanya penambangan dilakukan dengan menggali bahkan ribuan meter terowongan jauh di dalam bumi.
Akan tetapi,seiring semakin meningkatnya keperluan akan logam mulia, masalah kemudian muncul manakala sumber daya alam dari pertambangan semakin terbatas serta peraturan lingkungan dan keselamatan tambang semakin ketat.
Keterbatasan inilah yang mendorong inisiatif pengembangan teknologi yang dikenal sebagai “urban mining“, mengambil mineral dan logam berharga dari limbah per kotaan.
Diharapakan, dengan teknik urban mining ini diperkirakan lebih dari 40 juta ton peralatan elektronik dunia bisa di-recycling menjadi bahan baku industri yang bernilai jual tinggi dan mengurangi penceramaran lingkungan.
Bahkan, Rudiger Kuhr dari Universitas PBB (UNU/United Nations University ), Bonn, menyatakan bahwa daur ulang akan secara signifikan meningkatkan sumber daya bahan baku .
Hasil bahan baku berharga berkali-kali lebih besar diperoleh daripada apa yang diperoleh dari pertambangan konvensional.
Kajian Öko-Institut e.V menunjukkan bahwa tiap satu buah smartphone bekas mengandung Cobalt (6,3 g), perak (0,3 g), emas (0,03 g), dan Palladium (0,011 g). Itu artinya, bila untuk mendapatkan satu gram emas, perusahaan pertambangan harus mengolah satu ton bijih tambang, maka dengan teknologi urban mining yang ada saat ini, satu gram emas dapat diperoleh dari daur ulang sekitar 35 smartphone bekas dengan energi dan risiko lingkungan jauh lebih kecil dibanding pertambangan konvensional.
Masjid 1 Euro
Selain aksi gala dana melalui handphone dan alat elektronik bekas, panitia masjid juga sudah mengagendakan aksi penggalangan dana dalam program “Masjid 1 Euro“.
Program ini digulirkan untuk membangun semangat kebersamaan Muslim di Jerman dan dimanapun. Uang satu euro seharunya bukanlah jumlah yang besar.
Tetapi bila masyarakat Muslim memiliki kepedulian yang sama, maka beban yang besar akan menjadi ringan bila dipikul bersama masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai negara Muslim terbesar dunia.
Panitia membuka ladang amal seluas-luasnya bagi Muslim untuk dapat berpartisipasi melalui infak dimanapun kapanpun melalui infak online www.masjid-frankfurt.de.
Diharapkan, program “Masjid 1 Euro“ ini berhasil menjangkau seluas-luasnya masyarakat muslim di manapun sehingga cita-cita masyarakat Muslim Indonesia memiliki masjid di Frankfurt bisa tercapai. Amiin.*/Hendra, Panitia Pengadaan Masjid Indonesia Frankfurt, Jerman