Hidayatullah.com– Bertepatan “Hari Kemanusiaan Patani” hari Jumat (03/02/2017), para akademisi, aktivis, mahasiswa dan masyarakat Patani setempat mengadakan pertemua untuk menciptakan hari penting ini bagi ruang aksi simbolis kampanye tuntutan nasional Patani terhadap pesoalan krisis kemanusiaan yang dialami mereka.
Acara digelar dalam seminar bertema “Kemanusiaan Dengan Patani Yang Masih Hidup” oleh Persekutuan Mahasiswa Anak Muda dan Siswa Se-Patani (PerMAS) mengadakan di Kantor Patani Center, hari Sabtu, 4 Pebruari 2017.
Berdasarkan pada hari penting ini dapat menyatakan situasi masyarakat Patani saat ini berada dalam kondisi “peperangan” agar masyarakat dunia antara bangsa memberikan perhatian dan ketahuinya kondisi pelanggaran HAM Patani.
Persatuan Mahasiswa Islam Patani di Indonesia adakan Kongres
Pemerintah Thailand sendiri, dinilai perlu menggunakan peraturan perang yang ada berdasarkan peraturan undang-undang perang maupun hukum humanitarian atau Internasional Humanitarian Law (ISL) sebelumnya agar instansi pemerintah bisa menerima keadaan masyarakat Patani, bahwa Patani sedang di dalam kondisi konflik dan perselisihan antar pemerintah Thailand (khususnya konflik terhadap para pejuang yang menuntut hak kemerdekaan Bangsa Patani).
Seminar diadakan untuk saling memberikan pendapat dan solusi yang lebih baik dengan menghadirkan tiga narasumber; Abdulrahman Molo (Dosen ilmu politik), Suhaimi Dulasa (Patani Institute) dan Arifin Soh (Ketua PerMAS).
Zulkifli Mama, ketua pelaksaan acara seminar mengatakan, berbagai kejadian yang terjadi di Patani selama ini diakibatkan pihak instansi pemerintah belum menemukan solusi dalam upara proses penyelesaian masalah terhadap penduduk pribumi asli “Bangsa Patani”yang sesungguhnya.
Bangkit Melawan Lupa: Negeri Melayu Patani Dibawah Jajahan Thailand
Konflik yang berlaku di Patani telah terjadi sejak 1785 hingga sekarang telah dan mengakibatkan banyak korban penduduk sipil yang kurang perhatian masyarakat publik.
Sementara itu, pemerintah Thailand (khususnya militer) dinilai menjadikan kekuasaan secara berlebihan dan sering melakukan tindakan kekerasa terhadap masyarakat dengan melanggar HAM.
Di saat yang sama, para aktivis pemuda, akademika maupun pelajar mahasiswa Patani berkeinginan agar dunia internasional dapat berperan dan melindungi agar konflik yang berkepanjangan ada proses penyelesaian.
Dalam peringatan ‘Hari Kemanusiaan Patani’ kali pertama tahun ini berupaya menciptakan sebuah komunikasi yang secara langsung yang mendapat dukungan dari masyarakat luar seperti Lembaga Swadya Masyarakat (LSM) atau Civil Society Organizations (CSO), dan negara-negara yang anti pelanggaran hak asasi manusia demi melahirkan perdamaian masyarakat Patanidan kedamaian manusia universal.
Abdulrahman Molo, Dosen Ilmu Politik Universitas Hatyai dan aktif di Penelitian dan Pembangunan Memanusiaan (Patani Scholars of Institute for Research and Human Development/IPPIP) mengatakan bahwa jalan menuju tindakan sebenarnya, tentunya pihak dunia internasional lebih utama yang harus dilakukan mendapat persetujuan dari pemerintah dan pemerintah menerima dengan realitas atas kejadian ini.
“Maka pribadi saya menganggap, dengan situasi yang mengkhawatir dan membuat pemerintah memandang bahwa jika menyetujui akan menjadi persoalan yang menarik terlibat isu internasional, maka pemerintah mungkin tidak melakukannya atau bagaimana cara lain, tetapi dengan kondisi kekerasan akibat telah banyak menelan korban mencapai 6.000 jiwa dan situasi juga berlarut lebih dari 10 tahun, walau bagaimanapun organisasi internasional (PBB) tetap memantau terhadap situasi krisis kemanusiaan yang dialami Patani,” ujarnya.*/kiriman Abu M Fathon