Hidayatullah.com–“Ghazwul Fikri itu ternyata bukan sekedar perang, tapi benar-benar perang yang perlu persiapan dan perencanaan matang dalam melawan pemikiran musuh, dan cara melawannya harus dengan kata-kata yang sesuai ilmu,” tutur Nazura, salah seorang peserta Sekolah Pemikiran Islam (SPI) yang saat ini sedang menempuh ilmu di Ma’had Utsman bin Affan, Cipayung, Jakarta Timur, setelah mengikuti kuliah kedua SPI Rabu malam (04/09/2019).
Pemateri malam itu, Akmal Sjafril, menjelaskan bahwa Ghazwul Fikri bukan hanya berarti perang tanpa senjata atau perang menggunakan akal, akan tetapi di dalamnya ada elemen-elemen penting seperti konfrontasi yang terencana, punya tujuan penaklukan, dan memanfaatkan sumber daya manusia yang dimiliki.
“Ghazwul Fikri menyerang cara berfikir kita terhadap suatu hal, masuknya bahkan begitu halus hingga umat Islam sendiri pun tidak menyadarinya,” imbuh Akmal.
Salah seorang peserta SPI yang lain, Wafda Ardhian Latansyadiena, mengatakan bahwa belajar Ghazwul Fikri merupakan suatu hal yang baru baginya. Mahasiswi S2 FKM UI ini mengatakan, “Selama ini aku hanya punya konsep (terkait ghazwul fikri) bahwa negara-negara Barat itu memanfaatkan bangsa Indonesia yang baik nan lugu. Tetapi semakin kesini agaknya lebih tepat barat menyerang Islam. Indonesia ‘kan mayoritas Islam.”
Dalam kuliah tersebut, Akmal, yang pernah mengenyam bangku kuliah di jurusan Teknik Sipil ITB ini menjelaskan bahwa ada banyak contoh Ghazwul Fikri dalam kehidupan sehari-hari, yakni dalam sektor media massa, pendidikan, dan hiburan.
“Contoh paling nyata misalnya di sinetron. Ada tokoh perempuan sholihah yang tersakiti berkali-kali seolah ia tidak pernah belajar dari kesalahannya,” pungkasnya disambut gelak tawa peserta SPI. Hal ini, menurut Akmal lagi, merusak pemahaman orang terhadap keshalihan seorang muslimah.
Saat ditanya tentang contoh nyata berdasarkan pengalaman pribadi, Nazura, yang sehari-harinya menggunakan cadar, bercerita, “Aku pernah dilirik salah seorang dosen agama dari kampus swasta Islam, kesannya seolah-olah tidak suka dengan ini (penggunaan cadar).”
Lain halnya dengan Wafda yang saat ini sedang menempuh studi master di jurusan Kesehatan Reproduksi. “Di zaman ini banyak remaja yang terlibat free sex, alhasil banyak juga ‘tuh yang kena HIV. Bukan preventif yang dijadikan solusi, kontrasepsi yang diberikan untuk remaja. Padahal Islam sudah mengajarkan untuk jangan mendekati zina,” tukasnya.
Terkait bagaimana respon umat Islam menyikap perang pemikiran, Akmal menuturkan bahwa umat Islam harus memberikan perlawanan. “Jika belum bisa melalui ayat Al-Qur’an, bisa menyampaikan dengan Sirah Nabawiyah atau sejarah, karena sejarah itu fakta. Perluas wawasan keilmuan,” ujarnya. Akmal pun menambahkan, “Muslim yang menang dalam Ghazwul Fikri akan menjadi terhormat, sementara yang kalah akan menjadi budak.”
Wafda mengakui bahwa perang pemikiran ini merupakan dinamika sosial yang belum banyak disadari oleh umat Islam. “Padahal (perang pemikiran) ini penting, urgen, sudah otak-atik akidah. Semoga kita bisa menebar dan mengajak kepada kebaikan yang benar,” pungkasnya. Hal yang sama pun diamini Nazura, “Umat Islam tidak boleh berpangku tangan untuk melawan serangan pemikiran!”*/Rabiana Nur Awalia