Hidayatullah.com– Sebanyak empat fatwa terkait haji dibahas oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam rangkaian Musyawarah Nasional X, Kamis (26/11/2020). Selain 4 fatwa bahasan sekaligus tentang haji, ada pula satu fatwa terkait human deploit cell.
Empat fatwa terkait haji itu adalah pertanyaan yang diajukan (istifta’) Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) dan Kementerian Kesehatan. Munas X memang menjadi momentum Komisi Fatwa untuk menggelar sidang fatwa tersebut.
Adapun keempat fatwa terkait haji itu adalah Fatwa Masker bagi yang sedang Ihram, Fatwa Pendaftaran Haji saat Usia Dini, Fatwa Pembayaran Setoran Awal Haji dengan Utang dan Pembiayaan, dan Fatwa Penundaan Pendaftaran Haji bagi yang Sudah Mampu.
“Ada 4 fatwa sekaligus yang terkait dengan haji,” ujar Pimpinan Sidang Komisi C Munas X MUI, KH Sholahuddin Al Aiyub, pada Sidang Pleno Agenda Komisi di arena Munas X MUI, di Hotel Century, Jakarta, Kamis (26/11/2020).
Pada awalnya, kata Kiai Aiyub, Komisi Fatwa mendaftar sembilan masalah. Tapi kemudian mengerucut menjadi lima setelah melewati diskusi dan pembobotan. “Ada proses yang kemudian direspons, kemudian disaring, kemudian dlihat bobot masalahnya. Saat ini setidaknya ada lima masalah sebagaimana saya sebutkan tadi,” ujarnya.
Kiai Aiyub sebagaimana keterangan MUI menguraikan terkait keempat fatwa tentang haji tersebut. Katanya, tata cara manasik haji pada kondisi pandemi Covid-19 saat ini menimbulkan pertanyaan. Ketika haji terjadi kerumunan, maka bagaimana tetap menjaga protokol kesehatan perlu dipastikan seperti penggunaan masker. Padahal dalam kondisi sedang berihram, hukum menutup wajah tidak diperbolehkan.
“Begitu juga untuk perempuan, dia itu syaratnya harus membuka penutup mukanya, dalam konteks seperti ini (pandemi Covid-19), dalam hal pelaksanaan aturan terkait manasik,” tambah Wakil Sekjen Bidang Fatwa MUI periode 2015-2020 ini.
Kemudian, fatwa tentang haji kedua yaitu terkait rencana pendaftaran haji oleh haji muda. Idenya bagaimana agar dengan antrean haji yang semakin lama bisa diantisipasi dengan pendaftaran di usia dini. Sehingga meskipun antrean lama, seorang Muslim masih berkesempatan menjalankan ibadah haji.
“Mungkin ketika masih muda belum memiliki istitha’ah (kemampuan), sedangkan ketika mereka sudah mampu, umurnya sudah agak uzur. Ditambah lagi dengan problem semakin panjangnya antrean sehingga waktu berangkat kondisinya sudah sepuh. Bagaimana agar pendaftarannya dimulai sejak usia kecil?” ujarnya.
Adapun fatwa ketiga terkait Pembayaran Setoran Awal Haji dengan Utang dan Pembiayaan muncul karena banyaknya umat yang tidak punya dana likuid berlebih. Dana likuid itu dibutuhkan untuk pendaftaran haji. Sedangkan masyarakat umumnya cenderung memiliki aset dalam bentuk tanah maupun sejenisnya.
“Boleh atau tidak menggunakan dana talangan haji. Ini diungkit kembali dana talangan haji. Kebijakan Kementerian Agama dalam hal ini tidak membolehkan, ini mustafti (pemohon pertanyaan fatwa) nya adalah BPKH,” sebutnya.
Munas X MUI mengangkat tema “Meluruskan Arah Bangsa dengan Wasathiyatul Islam, Pancasila, dan UUD NRI 1945, secara Murni, dan Konsekuen.” Munas X MUI akan membahas sejumlah agenda penting antara lain fatwa, rekomendasi, dan pergantian kepengurusan dan puncak pimpinan MUI untuk periode 2020-2025.
Munas X MUI berlangsung di Hotel Sultan Jakarta, 25-27 November 2020. Munas digelar secara luring dan daring. Peserta luring adalah pengurus MUI Pusat dan perwakilan daerah, sementara peserta daring adalah para pengurus daerah.*