Hidayatullah.com–Kepolisian Filipina Rabu (18/6) mengatakan bahwa mereka berhasil menahan sekurang-kurangnya lima pria asal Indonesia di Filipina Selatan dengan tuduhan membaha bahan peledak.
Tiga dari pria WNI itu ditangkap Selasa di kota pelabuhan Jenderal Santos. Bersama mereka ditemukan satu tas kulit berisi bahan peledak bom yang dibungkus dengan plastik, kata Kombes Rodolfo Tor, kepala polisi wilayah.
WNI tersebut yang berusia antara 19 dan 20 tahun ditahan di satu tempat di dekat terminal bus setelah dilakukan pengintaian beberapa hari, kata Inspektur Senior George Aquisap, kepala polisi kota.
Seorang pria lainnya ditangkap di tempat lain di kota itu dalam kelanjutan operasi Selasa malam, kata Aquisap. Seorang petugas intelijen polisi mengatakan tersangka kelima juga berhasil terjaring.
Petugas intelijen mengatakan kelima pria Indonesia itu -semuanya kelahiran Filipina- memiliki keluarga berdarah Filipina dari ayah berkebangsaan Indonesia dan ibu berkebangsaan Filipina.
Aquisap mengatakan tidak diketahui pasti apakah para tersangka berencana untuk memasang bom di Jenderal Santos atau membawanya ke Davao. Terminal bus hanya digunakan oleh bus yang berangkat menuju Davao.
“Kemungkinan bahwa mereka akan menempatkan bahan peledak tersebut di bus yang akan pergi ke Davao atau mereka hanya akan meninggalkannya di sana di stasiun Bulaong,” kata Aquisap kepada The Associated Press. “Semua itu baru kemungkinan.” Lanjut ke hal 2 kol. 2
Komplotan pemboman itu muncul ketika kelompok separatis Front Pembebasan Islam Moro (MILF) dan pemerintah kelihatannya akan menjajaki kemungkinan pembukaan kembali perundingan damai yang terhenti.
Mereka berasal dari kelompok Islam garis keras. Kelimanya “memiliki bahan peledak yang dimodifikasi seperti kepala granat berpeluncur roket anti-personel,” kata Wakil Kepala Staf Angkatan Bersenjata Filipina, Letjen Rodolfo Garcia.
Kelima tersangka komplotan pembom itu adalah Yustinos Barahama, 18, Alan Panggilawan, 19, dan Mark Panggilawan, 18, yang ditangkap di stasiun bus Selasa, kata jenderal itu kepada para wartawan. Berdasarkan informasi dari mereka, polisi menggerebek desa dekat tempat kejadian dan menangkap dua orang lainnya, Charlito Panggilawan, 18, dan Jun Parida, katanya.
Polisi sedang melakukan penyidikan apakah warga Indonesia itu anggota jaringan Jamaah Islamiyah (JI) yang dituduh melakukan serangkaian pemboman di Indonesia, ujarnya.
Pemerintah Filipina juga ingin mengetahui apakah para pemuda belasan tahun itu memiliki peran dalam sejumlah serangan pemboman mematikan di pulau Mindanao, Filipina Selatan, di mana hampir 100 orang tewas sejak Maret lalu, kata Garcia kepada para wartawan.
Sebelumnya Rabu, juru bicara Front Pembebasan Islam Moro (MILF), Eid Kabalu membantah tuduhan bahwa kelompoknya yang bermarkas di Mindanao telah melatih para anggota JI di kamp-kamp tempat latihan organisasi itu di pulau tersebut.
MILF telah melakukan perang gerilya selama 25 tahun untuk mendirikan satu negara Islam di wilayah selatan Filipina yang penduduknya terbesar ketiga beragama Katholik Roma di dunia.
Bantah latih pembom Indonesia
Kelompok gerilyawan Muslim yang beroperasi di wilayah Filipina Selatan Rabu membantah tuduhan bahwa mereka telah melatih anggota JI yang saat ini sedang diadili karena melakukan pemboman di Indonesia.
Front Pembebasan Islam Moro (MILF) juga membantah bahwa mereka memiliki hubungan dengan Abubakar Baashir yang dituduh sebagai pemimpin JI dan saat ini sedang menjalani proses pengadilan di Jakarta.
“Kami membantah adanya keterlibatan atau kontak dengan JI,” kata jurubicara MILF Eid Kabalu melalui saluran TV ABS-CBN. “Tidak ada kebutuhan bagi MILF untuk membina hubungan dengan sejumlah organisasi lain,” kata Kabalu. MILF yang diyakini didukung sekitar 12.500 orang itu, sejak 25 tahun lalu mengangkat senjata terhadap pemerintahan pusat di Manila untuk memperjuangkan suatu negara yang terpisah di Filipina selatan.
Beberapa tahun lalu, kepolisian Filipina juga menangkap dua aktifis Islam asal Indonesia, Tamsil Limrung dan Agus Dwikarna dengan tuduhan yang sama. Seperti diakui Tamsil di beberapa surat kabar dan media massa, tuduhan atas penangkapannya itu diakui sebagai rekayasa intelijen.
Sebab menurut Tamsil, beberapa menit setiba dirinya turun dari pesawat terbang, beberapa orang tidak dikenal lantas memasukkan beberapa barang ke dalam kopornya yang kemudian menjadikannya dituduh sebagai pembawa bom.
Filipina, merupakan salah satu negara di Asia yang mengatakan diri sebagai saudara kandung Amerika Serikat (AS). Semenjak AS dipimpin Geroge W Bush, Filipina nampaknya sejalan dengan AS untuk memberangus gerakan Islam. (ap/wpd/cha)