Hidayatullah.com–Dua wanita berusia 29 tahun itu, yang saling menempel di kepala mereka, menjalani pembedahan selama 52 jam di rumah-sakit Raffles di Singapura, tetapi keduanya meninggal dunia, terpaut 90 menit.
Menurut pihak rumah-sakit, kedua kembar siam itu kehilangan banyak darah menjelang akhir operasi untuk memisahkan otak mereka.
Wakil Presiden Mohammad-Ali Abtahi mengatakan, seluruh rakyat Iran sedih atas gagalnya operasi itu.
Ayah angkat Ladan dan Laleh, Alireza Safaian, menyatakan sangat sedih, tetapi juga marah dan kecewa atas kematian itu.
Sebelum operasi, kedua kembar siam itu sudah mengatakan bersedia menghadapi kematian demi kesempatan untuk hidup terpisah.
Tim dokter RS Raffels telah berhasil memisahkan kepala kembar dempet asal Iran yang berlangsung di Singapura. Namun, kembar siam ini, Ladan dan Laleh Bijani, dalam kondisi kritis karena harus kehilangan banyak darah.
Operasi yang pertama kalinya dilakukan di dunia ini berlangsung lebih 48 jam, waktu yang awalnya diperkirakan akan dihabiskan untuk melakukan operasi ini.
Juru bicara RS menjelaskan, kerapatan jalinan otak kembar dempet jauh lebih rumit dari perkiraan sebelumnya.
“Setelah peringkat kedua pembedahan itu guna memisahkan otak mereka selesai, mereka kehilangan banyak darah dan berada dalam keadaan kritis,” jelas jurubucara rumah sakit.
Pihak rumah sakit menyatakan, bahwa walau semua dokter telah berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan pasangan itu, namun Ladan akhirnya meninggal dunia pada pukul 14,30 dan menyusul Laleh menghembuskan nafas terakhir pada pukul 16.00.
Rakyat Iran sangat terpukul mendengar kematian Laleh-Ladan. “Ini betul-betul tragedi nasional,” ujar Ahmad Mahmoudi, seorang fotografer yang mendengarkan berita sedih itu lewat radio di mobilnya saat melintasi jalanan di jantung ibu kota Teheran seperti dikuti afp. Noushin Nowrouzi, ibu rumah tangga, buru-buru memarkir mobilnya saat mendengarkan berita sedih tersebut dari radio. Di tempat yang tenang, dia menangis dan menangis. Dia tak bisa dimintai komentar.
Niat dan keberanian Laleh-Ladan “menantang operasi yang sangat-sangat berisiko” itu begitu kuat mengisi hati rakyat Iran. “Jika Tuhan menghendaki kami menjalani sisa hidup ini secara terpisah, sebagai individu-individu independen, itu akan kami jalani,” kata mendiang Ladan sebelum menghadapi pisau di ruang operasi.
Laleh-Ladan lahir pada 17 Januari 1974 di Firouzabad, Iran Selatan, dari keluarga miskin dengan 11 anak. Ayah kandungnya sudah uzur, yakni berusia 80-an tahun. Tidak banyak yang bisa diketahui dari latar belakang orang tua almarhumah.
Sumber-sumber mengatakan, sejak kecil, ayahnya itu merasa berat untuk merawat Laleh-Ladan. Karena itu, mereka dirawat dan tumbuh di bawah pengawasan ayah tirinya di Karaj, dekat Teheran, dan beberapa dokter di ibu kota itu. (abcn/cha)