Hidayatullah.com–Gempa tektonik di Aceh yang disusul Tsunami dahsyat, kembali mengingatkan seluruh warga Indonesia, bahwa mereka hidup di kawasan kegempaan risiko tinggi. Artinya, bahaya gempa tektonik kuat, tsunami atau juga letusan gunung api tetap mengancam setiap waktu. Gempa bumi tektonik hebat, biasanya terjadi di sepanjang kawasan penujaman lempeng tektonik yang disebut kawasan subduksi. Ciri khas dari kawasan subduksi, antara lain terbentuknya palung laut dalam serta rangkaian pegunungan di sepanjang zone subduksi. Di Indonesia, zone subduksi di sepanjang palung Jawa di samudra Hindia yang membentang dari Aceh hingga Flores, tetap merupakan kawasan kegempaan aktif.
Tentu saja orang awam sulit membayangkan, bagaimana zone gempa bumi atau aktivitas gunung api dapat muncul di sebagian besar wilayah Indonesia. Juga para ahli geologi baru menegaskan keberadaan kawasan gempa, zone subduksi dan keberadaan lempeng tektonik pada tahun 1960 yang lalu. Landasannya adalah teori lempeng tektonik yang diperkenalkan oleh ahli meteorologi dan geologi Jerman, Alfred Wegener pada tahun 1912. Inti dari teorinya, kerak Bumi sebetulnya terdiri dari lempengan-lempengan besar, yang seolah mengapung dan bergerak pada lapisan inti Bumi yang lebih cair.
Untuk membuktikan teori Wegener tsb, para pakar geologi di seluruh dunia memerlukan waktu hampir setengah abad. Mula-mula, teori mengenai lempengan kerak Bumi yang terus bergerak amat sulit diterima. Sejak berabad-abad diyakini, posisi benua-benua di Bumi adalah tetap. Baru sesudah teori lempeng tektonik dari Wegener terbukti, bahwa kerak Bumi memang terpecah-pecah dalam lempengan-lempengan tektonik yang saling menjauh, bertabrakan atau bergesekan satu sama lainnya, dikembangkan teori zone kegempaan, zone gunung api aktif serta ancaman bahaya di sekitarnya.
Ring of Fire
Zone subduksi maupun pemisahan lempeng tektonik yang paling aktif dan terkenal adalah yang disebut kawasan Circum Pasifik. Kawasan yang disebut cincin api Pasifik tsb, paling sering memicu gempa bumi hebat dan juga tsunami dahsyat. Cincin api Pasifik membentang diantara subduksi maupun pemisahan lempeng Pasifik dengan lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, lempeng Amerika Utara dan lempeng Nazca yang bertabrakan dengan lempeng Amerika Selatan. Jadi cakupannya amat luas, membentang dari mulai pantai barat Amerika Selatan, berlanjut ke pantai barat Amerika Utara, melingkar ke Kanada, semenanjung Kamsatschka, Jepang, Indonesia, Selandia baru dan kepulauan di Pasifik Selatan.
Zone kegempaan dan gunung api aktif Circum Pasifik amat terkenal, karena setiap gempa hebat atau tsunami dahsyat di kawasan tsb, dipastikan menelan korban jiwa manusia amat banyak. Contoh paling akhir adalah gempa hebat berkuatan 9.0 pada Skala Richter di Samudra Hindia di lepas pantai sejauh 160 km dari Aceh pada tanggal 26 Desember lalu. Gelombang tsunami yang dipicu gempa hebat itu, melanda 12 negara di Asia dan Afrika hanya dalam waktu sekitar lima jam. Jumlah korban tewas juga amat luar biasa, yakni sekitar 200.000 orang, lebih dari separuhnya di Aceh. Bagi Indonesia, ini merupakan gempa dan tsunami terhebat kedua setelah meletusnya gunung api Kratakatu pada tahun 1883 lalu, yang menewaskan lebih dari 36.000 orang.
Tentu muncul pertanyaan selanjutnya, bagaimana mekanisme gempa di kawasan subduksi tsb? Mengapa gempa atau aktivitas gunung api, justru muncul di kawasan tsb? Mengacu pada teori tektonik lempeng dari Wegener, sejak beberapa ratus juta tahun lalu kerak Bumi terpecah-pecah menjadi lempengan-lempengan yang mengapung di atas inti yang lebih cair. Ketebalan kerak Bumi ini dapat mencapai 80 kilometer, namun banyak yang lebih tipis lagi. Para ahli geologi mencatat terdapatnya beberapa lempengan tektonik yang ukurannya amat besar, antara lain lempeng Pasifik, lempeng Indo-Australia, Lempeng Amerika Selatan dan Utara, lempeng Eurasia, Lempeng Afrika, lempeng Antartika dan lempeng Arab.
Jika lempeng tektonik raksasa itu saling bertumbukan akan terjadi penujaman. Berdasarkan hukum fisika sederhana, lempengan yang berat jenisnya lebih tinggi atau massanya lebih besar, akan menujam ke bawah lempengan yang lebih ringan. Karena mengapung di atas cairan inti Bumi, setiap lempengan juga bergerak amat lambat saling mendesak. Atau saling terpisah, seperti di patahan Pasifik timur. Di kawasan pemisahan lempeng tektonik, terjadi aktivitas magmatis berupa penambahan landas samudra. Pergerakan tektonik ini memang amat lambat, rata-rata hanya satu sampai 10 sentimeter per tahun, atau setara dengan kecepatan tumbuhnya kuku manusia. Misalnya saja di kawasan pusat gempa Aceh, lempeng Indo-Australia bergerak sekitar enam sentimeter per tahun ke arah utara mendesak lempeng Eurasia.
Bergerak lambat
Akan tetapi, pergerakan amat lambat itu, menimbun energi amat dahsyat secara pelan-pelan, di kedalaman sampai 80 km. Jika dua lempeng tektonik bertumbukan, di sepanjang zone tumbukannya biasanya juga muncul aktivitas gunung api. Ini merupakan mekanisme yang logis, karena kerak Bumi di zone itu juga terangkat, sehingga magma dari inti Bumi dapat naik melalui patahan-patahan raksasa. Dengan mekanisme itu pula, dapat diterangkan mengapa di Indonesia terdapat sedikitnya 128 gunung api aktif yang sewaktu-waktu dapat menjadi ancaman bencana alam. Alam bergerak sangat lambat, dan manusia tidak merasakannya. Namun jangan dilupakan, di balik kelambatan gerak itu, terhimpun energi mahabesar.
Jika tekanan dan regangan tumbukan dua lempeng tektonik mencapai titik jenuh, biasanya akan terjadi gerakan kerak bumi secara tiba-tiba. Inilah yang disebut gempa bumi. Dalam kejadian gempa Aceh misalnya, zone subduksi sepanjang seribu kilometer tiba-tiba bergerak beberapa meter, dan melepaskan energi setara dengan letusan 10.000 bom atom. Untuk mengukur kekuatan gempa bumi, banyak standar yang digunakan, namun yang paling populer adalah yang disebut skala Richter. Gempa Aceh tanggal 26 Desember 2004 berkekuatan 9.0 pada skala Richter, yang berarti munculnya kerusakan total di kawasan sekitar gempa.
Kapan akan terjadinya gempa, amat sulit diramalkan. Sebab, gempa dapat terjadi kapanpun dan dimanapun di seluruh zone kegempaan dunia. Para pakar kegempaan menyusun berbagai teori baru, menyangkut kemungkinan terjadinya gempa bumi. Yang paling aktual adalah teori domino gempa Bumi, yakni satu gempa di kawasan tertentu dapat memicu gempa di kawasan lainnya. Namun tidak selalu pola terjadinya gempa Bumi mengikuti teori tsb. Banyak gempa yang tiba-tiba mengguncang dengan kekuatan luar biasa. Memang gempa hebat di dasar laut, yang memicu tsunami dahsyat seperti yang terjadi di Samudra Hindia amat jarang terjadi. Namun tentu saja semua itu tidak boleh mengendurkan kewaspadaan. Walaupun dihadapi berbagai keterbatasan, tapi sistem peringatan dini baik untuk gempa maupun tsunami tetap penting. (dwwd)