Kamis, 4 Agustus 2005
Hidayatullah.com–Mantan Deputi PM Malaysia Anwar Ibrahim memenangkan gugatan permintaan maaf dan ganti rugi yang tidak disebutkan jumlahnya terhadap pemerintah atas pemukulan yang dialaminya setelah ditahan tahun 1998, kata penasehat hukumnya Rabu (3/8).
Anwar menuntut permintaan maaf publik dan gantirugi dalam gugatan perdata terhadap pemerintah, mantan PM Mahathir Muhammad dan mantan kepala kepolisian Rahim Noor, yang mengaku melakukan pemukulan, pada sidang yang dibuka Senin terhadap pemerintah.
Dalam satu penyelesaian, Rahim setuju membuat permintaan maaf tertulis yang dibacakan di pengadilan, kata pengacara Anwar, Gobind Singh. Juga diputuskan bahwa gantirugi akan dibayar tetapi disepakati bahwa jumlahnya dan siapa yang akan membayar tidak disebut, katanya.
"Hanya dua fakta yang dapat kami umumkan yaitu ada ganti rugi yang jumlahnya tidak diketahui dan Rahim membuat satu permintaan maaf publik kepada Anwar dan keluarganya," katanya kepada AFP. Singh mengatakan Anwar gembira dengan keputusan itu.
"Tidak, dia tidak memperoleh permintaan maaf publik dari Mahathir atau pemerintah, tapi ia menganggap bahwa permintaan maaf Rahim adalah tulus dan sangat kuat jadi ia sangat gembira dengan itu," kata Singh.
"Klien saya sejak dari awal sekali tetap menyatakan bahwa tindakan ini bukan masalah uang tapi untuk menunjukkan bahwa kekuatan polisi tidak dapat mereka gunakan sesuka hati mereka, menyalahgunakan kedudukan mereka."
Anwar adalah deputi Mahathir dan calon penggantinya sebelum dipecat 2 September 1998. Dia menolak mundur dan pada 20 September memimpin protes anti pemerintah yang memicu penangkapannya. Pada petang yang sama dia dipukul, matanya ditutup dan diborgol oleh kepala kepolisian waktu itu, Rahim.
Mengaku bahwa dia hilang kesabarannya terhadap Anwar, Rahim menyatakan bertanggungjawab penuh atas serangan itu dan mengumumkan pengunduran dirinya Januari tahun berikutnya. Serangan itu sangat memalukan pemerintah Mahathir dan Rahim dipenjarakan selama dua bulan tahun 2000 atas insiden itu, kendatipun kelompok hak asasi manusia menyayangkan hukuman itu terlalu ringan. (ant/wpd/afp)