Sabtu, 27 Agustus 2005
Hidayatullah.com–Suster Mary Michael, dari biara Katholik yang berusia 61 tahun itu memilih naik motor keliling kota. Biarawati ini berdoa selama 12 jam di tengah malam tanpa tidur untuk memrotes keputusan para penjaga gedung yang mengizinkan sutradara Ron Howard menggunakannya seperti dalam novel.
Protes Mary ini bukan tanpa alasan. Sebab novel yang sempat mengguncang agama Kristen dan Vatikan itu
kini tengah dilanjutkan dalam bentuk film yang dibintangi oleh Tom Hanks dan kini sedang dibuat di menara Gereja Kathedral, di kampung halamannya di Lincoln, Inggris timur.
"Ini seperti serangan terhadap kesucian ajaran agama ini," kata biarawati Mary Michael, yang mengenakan jubah panjang berwarna coklat muda dan tutup kepala biru pucat, mengenai isi novel tersebut.
"Saya sedikit khawatir bila film ini akan membawa keburukan dan keresahan di kota ini," katanya usai melakukan doa di kapel kecil tak jauh dari apartemen sederhananya di pusat komunitas Kristiani. "Saya mencintai kota ini dan juga penduduknya, saya tidak ingin terjadi hal buruk di sini," katanya menambahkan.
Para biarawati lainnya juga ikut protes di luar Gereja Kathedral yang berdinding kuning pucat tersebut, di mana jalan berbatu menuju bangunan tersebut dipenuhi oleh berbagai peralatan film lengkap dengan tiang-tiang penyangga, lampu besar dan puluhan truk besar yang diparkir di luar Gereja.
Meskipun demikian hanya Suster Mary Michael dan seorang pria penduduk setempat yang ikut berdoa selama 12 jam. Mereka berusaha menjauh dari kehebohan tim film mengadaptasikan cerita dalam buku yang terjual hingga 36 juta di seluruh penjuru dunia.
Beberapa pejabat senior Vatikan mengatakan bahwa buku ini merupakan contoh karya sastra dan seni parasitisme yang menyerang ajaran Kristen dan harus disingkirkan seperti makanan basi.
Gereja Kathedral di Lincoln, sebuah kota berpenduduk 84.000 jiwa, merupakan tiruan dari biara Westminster Abbey seperti dalam film yang pernah dibuat oleh Columbia Pictures setelah penjaga gedung di London menyatakan bahwa film ini tidak bertema teologikal.
Gereja Kathedral Lincoln sebenarnya juga bukan sebuah bangunan tempat beribadah tapi lebih dimanfaatkan sebagai tempat peristirahatan.
"Kami tidak sependapat jika ini dikatakan sebagai menentang ajaran agama atau menghujat Tuhan," kata John Campbell, penanggung jawab Kathedral atau sang manajer gedung.
"Ini semua cuma cerita fiksi dan Dan Brown juga pernah ke sini dan memromosikan tempat ini untuk dijadikan lokasi syuting," kata Campbell, yang selalu menenteng walkie-talkie agar bisa selalu berhubungan dengan tim produksi film.
Para pengurus Kathedral juga mengatakan bahwa mereka menerima sumbangan dari produser film yang kabarnya sebesar 100.000 poundsterling. Namun mereka menegaskan bahwa sumbangan tersebut murni dipergunakan untuk memperbaiki gereja, kebutuhan kota itu dan penduduk setempat.
"Banyak orang datang ke sini sebagai tamu dan tugas kami pula untuk memberikan pelayanan kepada mereka sama seperti bila seseorang berziarah ke tempat suci," kata Campbell.
Pejabat bidang pariwisata daerah ini mengatakan bahwa ia berharap film ini akan menarik para wisatawan dari seluruh penjuru dunia dan menjadikan gereja ini sebagai salah satu sarana wisata paling potensial. Tamu yang disebutnya sebagai kaum ‘set jetters’ yaitu orang-orang yang suka mengunjungi berbagai tempat syuting film-film terkenal.
"Jika kita bisa membuat Hollywood sebagai sarana pemasaran terbaik maka itu bukan hal buruk," kata Penny Baker, ketua dewan promosi wisata di Lincolnshire Tourism. "Kami memiliki tempat potensial untuk menarik penonton dan pengunjung secara global. Saya kira, kita hanya harus melihat bagaimana kita bisa memanfaatkan apa yang kita miliki demi kepentingan bersama, baik masyarakat kota ini maupun dari negara lain yang ingin melihat dari dekat sebuah gedung bersejarah," katanya.
Gereja ini sendiri ditutup selama dua hari bagi masyarakat umum dan beberapa bagian lainnya ditutup selama beberapa hari selama pembuatan film, yang mana hal itu membuat beberapa pengunjung kecewa. Meskipun demikian, pembuatan film masih terus berjalan dan tidak ada larangan apapun selama film ini dibuat.
"Selama film ini dibuat dengan bagus, saya pikir semuanya akan berjalan dengan hebat," kata Beryl Watson dari desa tetangga Sleaford.
Mengguncang Kristen
Sebagaimana diketahui, novel "The Da Vinci Code" (DVC), yang kini dilanjutkan dalam bentuk film itu sebelumnya telah sempat menggemparkan kalangan gereja sedunia, termasuk pihak Vatikan.
Pihak Vatikan marah karena dalam novel tersebut dikisahkan kemungkinan Yesus menikah dan mempunyai anak.
Beberapa kontrovesri dalam novel itu yang sempat mengguncang keimanan kaum Kristen adalah, kemungkinan sereja menindas peran wanita.
Begitu geramnya kalangan gereja, hingga menyebut novel terlaris karya Dan Brown itu sebagai "kebohong=
an yang memalukan".
Selama ini Vatikan belum mengambil sikap khusus terhadap novel yang menceritakan Yesus ternyata memiliki anak dari hubungannya dengan Maria Magdalena itu.
DVC merupakan sekuel dari Angels and Demons (2000) yang ditulis Brown dengan menggabungkan gaya thriller detektif dan teori konspirasi.
Kisahnya sendiri terpusat pada usaha Robert Langdon, profesor ilmu tentang simbol agama di Universitas Harvard, untuk mengungkap terbunuhnya kurator terkenal Jacques Saunire di Museum Louvre, Paris. Posisinya saat terbunuh seperti posisi dalam lukisan terkenal Leonardo Da Vinci.
Novel ini menjadi kontroversi karena menyinggung banyak hal seperti Piala Suci (Holy Grail) yang digunakan Yesus dalam Jamuan Terakhir, peran Maria Magdalena dalam sejarah Kristen, komunitas rahasia Priory of Sion, organisasi Katolik Roma Opus Dei (Latin: Karya Tuhan) yang didirikan oleh Santo Josemari Escriv pada 2 Oktober 1928, sampai keturunan Yesus yang masih hidup di Paris.
Sejak diluncurkan dua tahun silam, DVC terus bertengger di puncak buku terlaris. Daftar yang dikeluarkan USA Today memperlihatkan novel ini masih di peringkat pertama pada pekan ke-104. Semua tempat yang disebut dalam novel itu menjadi tempat yang dibanjiri turis. "Sekarang muncul citra anak muda yang seakan belum modern kalau belum baca DVC.
Sedangkan keluarga minimal harus memiliki satu eksemplar di rumah," kata Bertone mengecam. Sebuah situs www.catholicanswers perlu mewanti-wanti umat Katolik agar waspada terhadap buku tersebut. (afp/ti/hid/cha)