Hidayatullah.com—Tokoh liberal asal Maroko Mohammad Abid Al Jabiri meninggal hari Senin (3/5) di Casablanca pada usia 75 tahun. Al Jabiri dikenal sebagai ikon kaum liberal selama lebih dari sepuluh tahun terakhir.
Abid al-Jabiri, lahir di kota Fije Maroko pada tahun 1936. Menyelesaikan program Masternya pada tahun 1967 dengan tesis Falsafah al-Tarikh Inda Ibn Khaldun, di bawah bimbingan N. Aziz Lahbabi ( w.1992), dan gurunya juga seorang pemikir Arab Maghribi yang banyak terpengaruh oleh Bergson dan Sarter. Meraih gelar doktor dari dari Universitas Muhammad V Rabat Maroko, dan menjadi dosen filsafat dan pemikiran Islam di Fakultas Sastra pada kampus yang sama.
Al Jabiri pernah aktiv di dunia politik berideologi sosialis. Dia bergabung dengan partai Union Nationale des Forces Populaires (UNFP), yang kemudian berubah menjadi Union Sosialiste des Forces Populaires (UNSFP). Tahun 1975 dia sempat menjadi anggota biro politik USFP.
Al-Jabiri merupakan tokoh yang menjadi rujukan dan panutan kaum liberal, terutama bagi para peminat filsafat Islam. Gagasan nya tentang Kritik Nalar Arab atau biasa disingkat (KNA) menghilhami penganut liberal dan mahasiswa IAIN di Indonesia.
Tulisan-tulisannya berfokus pada pemikiran Arab kontemporer, pendidikan, sosiologi, dan filsafat Arab dan Islam. Ia termasuk tokoh kontroversial. Banyak ide dan konsep yang dilontarkannya sangat provokatif sehingga mendorong orang untuk bereaksi. Diantara ide barunya adalah seperti epistemological rupture (al-qati’ah al-ibistimulujiyyah) yang banyak dinilai diambilnya dari Gaston Bachelard.
Al-Jabiri dapat ditempatkan dalam deretan pemikir liberal lain seperti Mohamad Arkoun, Hasan Hanafi, Nashr Hamid Abu Zayd. Dalam ‘Kritik Nalar Arab’ Al Jabiri seolah memproyeksikannya sebagai batu loncatan menuju rasionalisme kritis guna mengejar ketertinggalan peradaban Arab-Islam dari kemajuan pesat Eropa Modern.
Kritik Nalar Arab diandaikan mampu mensinergikan serta mendialogkan kesenjangan dan benturan antara tradisi (turâts) dan modernitas Barat. Intinya, mengajak mencari jalan untuk memajukan ‘akal Arab’ untuk mengejar ketertinggalannya dengan Barat.
Meskipun berusaha mendialogkan dengan kemajuan Barat, Jabiri juga tidak setuju dengan pendekatan dan solusi yang ditawarkan oleh kelompok liberal dan salafi. Baginya, sikap salafi maupun liberal bukanlah sebuah alternatif terbaik menyelesaikan problema yang sedang dihadapi masyarakat Arab-Muslim.
Peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) Dr. Nirwan Syafrin mengatakan, Jabiri sebenarnya berusaha mengambil yang terbaik dari pemikiran yang ada. Sayangnya, dia tak sadar terhanyut dalam kelompok liberal. [ajz/cha/hidayatullah.com]