Hidayatullah.com–Dalam sebuah wawancara dengan Al-Arabiya yang ditayangkan Senin (7/3), Saadi Qadhafi memperingatkan akan bahaya perang saudara jika ayahnya mundur dari kursi kepresidenan.
“Situasinya sangat berbahaya. Dari sudut pandang perang sipil, pemimpin harus memainkan peran yang sangat-sangat besar guna menenangkan Libya dan meyakinkan rakyat untuk duduk bersama,” katanya.
“Jika sesuatu terjadi pada pemimpin, siapa yang akan mengendalikan (negara)? Perang saudara akan terjadi,” tambahnya.
Saadi memperingatkan bahwa Libya bisa berubah menjadi Somalia yang baru, di mana suku-suku yang ada di negeri itu saling bertempur satu sama lain.
“Suku-suku semuanya bersenjata, ada pasukan tentara Libya dan wilayah timur juga bersenjata. Situasinya tidak seperti Tunisia atau Mesir,” kata Saadi yang pernah sejenak meniti karir sebagai pemain sepakbola profesional di Serie A Italia sebelum akhirnya menjadi pengusaha.
Dalam wawancara tersebut Saadi juga menyalahkan saudaranya Saif Al-Islam, yang menuntut reformasi sebelum ketegangan memuncak di Libya, karena gagal menangkap masalah yang sebenarnya dihadapi rakyat kebanyakan seperti tingginya harga bahan pokok.
Saadi yang memiliki gelar insinyur dan pangkat militer kepada Reuters tahun lalu pernah mengatakan bahwa dirinya sedang mempersiapkan sebuah zona perdagangan bebas di daerah pantai Mediterania sebelah barat Tripoli.
Ketika kekacauan melanda Benghazi pertengahan Februari lalu, Saadi berbicara di radio setempat bahwa dirinya telah ditunjuk sebagai komandan kota itu. Tidak lama kemudian warga Benghazi berhasil mengambil alih kekuasaan dan mengusir keluar pasukan Qadhafi.*