Hidayatullah.com—Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson hari Selasa (14/2/2017) di Gambia mengatakan “sangat senang” negara Afrika itu akan kembali bergabung dengan Persemakmuran (Commonwealth).
Kunjungan Johnson itu, yang pertama dilakukan oleh seorang Menlu Inggris ke Gambia, dilakukan beberapa pekan setelah Yahya Jammeh pergi meninggalkan negaranya dan mengasingkan diri di luar negeri, menyusul kekalahannya dalam pemilu presiden tahun lalu.
Tahun 2013 Jammeh mengeluarkan Gambia dari keanggotaan Commonwealth, menyebut organisasi itu sebagai institusi neo-kolonial.
Presiden Gambia yang baru, Adama Barrow, berjanji memasukkan kembali negaranya dalam perhimpunan beranggotakan 52 negara itu.
Sebelum berangkat ke Banjul, Johnson berkata, “Kami akan memastikan hal ini terjadi pada bulan-bulan mendatang.”
“Kekuatan kemitraan kami menunjukkan bahwa pengaruh global Inggris dan aktivitasnya di dunia semakin tumbuh.”
Sekretariat Commonwealth menyambut baik kabar tersebut, dengan mengatakan proses formal bergabungnya kembali Gambia akan disetujui oleh para pemimpin negara anggotanya.
“Ketika Gambia meninggalkan Commonwealth pada 2013, kepala-kepala pemerintahan … mencatat keputusan itu dengan penyesalan. Kami menanti negara itu akhirnya akan kembali sebab mereka bagian dari keluarga dekat kami dan pintu kami selalu terbuka,” kata seorang jubir organisasi itu seperti dilansir BBC.
Pekan lalu, Uni Eropa menjanjikan Gambia paket bantuan senilai hampir 81 juta dolar, setelah dua tahun lebih membekukan bantuannya untuk negara di Afrika Barat itu.
Barrow, yang diambil sumpahnya sebagai presiden bulan lalu, juga mengatakan bahwa Gambia akan membatalkan pengunduran dirinya dari International Criminal Court (ICC).
Dalam sebuah pernyataan hari Senin (13/2/2017), pemerintah baru Gambia mengatakan telah menulis surat kepada Sekjen PBB Antonio Guterres guna menginformasikan perihal keputusannya untuk membatalkan permohonan keluar dari ICC.
Seorang mantan menteri informasi Gambia tahun lalu menyebut ICC sebagai “International Caucasian Court” untuk menghakimi dan mempermalukan orang-orang kulit berwarna, terutama orang Afrika.
Dalam pertemuan tingkat tinggi tahunan Uni Afrika bulan ini, sejumlah pemimpin menyerukan hengkang dari ICC, tetapi mendapatkan penentangan dari negara lain termasuk Nigeria, Senegal dan Gambia.
Gambia adalah negara tujuan wisata yang populer di kalangan warga Inggris. Ribuan orang terpaksa dievakuasi tahun lalu menyusul kekhawatiran akan keamanan di negara itu, sebab Yahya Jammeh masih belum bersedia melepaskan jabatannya, sementara tentara Uni Afrika sudah bersiap untuk menyingkirkan Jammeh secara paksa.
Barrow, yang diambil sumpahnya di Senegal, akan dilantik di stadion nasional hari Sabtu (18/2/2017).
Beberapa kepala negara diharapkan hadir. Tokoh-tokoh terkemuka lokal, termasuk mantan wakil presiden Alhagie Saihou Sabally, yang baru pulang dari pengasingan selama 22 tahun, diperkirakan juga akan menghadiri pelantikan Barrow itu.
Yahya Jammeh, yang berkuasa sejak kudeta 1994, sekarang tinggal di pengasingan di Guinea Ekuatorial.*