Hidayatullah.com–Amnesty International berpendapat, denda yang pertama kali yang dijatuhkan kepada dua orang wanita Muslim karena bercadar merupakan “sebuah pelanggaran atas hak kebebasan berekspresi dan kebebasan beragama.”
Pengadilan di kota Meaux, sebelah timur Paris, menjatuhkan hukuman denda 120 euro kepada Hind Ahmas dan 80 euro kepada Najate Nait Ali karena mengenakan cadar di tempat umum.
Kedua wanita itu dicegat polisi di jalanan dekat Balai Kota Meaux pada 5 Mei 2011, saat berlangsungnya demonstrasi menentang pemberlakuan larangan burqa oleh pemerintah Prancis.
“Ini adalah pengadilan lelucon dan merupakan hari yang memalukan bagi Prancis. Para wanita ini dihukum karena mengenakan apa yang mereka ingin pakai,” kata John Dalhuisen, deputi direktur Amnesty International untuk wilayah Eropa dan Asia Tengah (22/9).
“Bukannya melindungi hak-hak perempuan, larangan ini justru melanggar kebebasan berekspresi dan beragama mereka,” tegas Dalhuisen.
Larangan menutup seluruh wajah di tempat umum seperti jalan, sekolah, transportasi umum dan gedung pemerintah di seluruh wilayah Prancis mulai berlaku efektif 11 Mei 2011.
“Kami takut bahwa para wanita Prancis yang memiih untuk mengenakan niqab di tempat umum sekarang merasa terkurung di rumah-rumah mereka, karena bagi mereka adalah melanggar hukum berjalan di jalanan negeri mereka sendiri dengan pakaian yang mereka ingin pakai,” kata Dalhuisen.
Ketika mengajukan usulan larangan cadar, pemerintah Prancis beralasan bahwa tindakan itu perlu dilakukan demi keamanan publik dan melindungi wanita dari tekanan atau paksaan untuk memakai penutup wajah.
Menurut Amnesty International, jika pemerintah Prancis ingin melindungi warga perempuan mereka dari hal yang demikian, maka caranya antara lain dengan memerangi stereotipe gender, diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan, serta menerapkan hukum pidana dan hukum keluarda pada tempatnya.
“Jika alasannya adalah demi keamanan, maka larangan cadar secara menyeluruh di semua tempat umum adalah tidak perlu dan diskriminatif,” kata John Dalhuisen.
“Untuk melindungi wanita, negara seharusnya mencari cara yang lebih tepat daripada menerapkan larangan yang menjadikan wanita terpenjara di rumah mereka, karena memilih untuk mengenakan cadar,” tandas Dalhuisen.*